[Titik luka]

0 0 0
                                    

Pov gibran

Hari ini, aku tak begitu semangat untuk menjalani hari seperti biasanya. Rasanya seperti aku kehilangan sesuatu yang membuatku enggan untuk melihat dunia hari ini.

Aku tak tau perasaan apa itu, tapi aku sangat berat hati untuk menjalani semua ini... 

Menatap malas sepiring makanan yang sudah di siapkan oleh ayah. Tumis brokoli dengan udang adalah salah satu menu makananku setelah aku di diagnosa mengidap kanker darah saat itu.

Aku bukan bosan dengan masakan ayah, melainkan bosan karna harus memakan makanan yang sehat seperti ini setiap saat hingga jangka waktu yang tak dapat di tentukan.

Aku mengambil secarik note yang ada di samping piring itu, "selamat pagi jagoan ayah, jangan lupa sarapan ya... Maaf ayah berangkat dulu ke kantor karna ada meeting mendadak pagi ini... Semangat menjalani aktivitas mu, avicenna!!!"  

Aku tersenyum segaris setelah membaca note dari ayah. Terkadang sikap ayah membuatku selalu ingin luluh kepada beliau. Di balik ayah yang gila kerja, ternyata beliau masih bisa mengasihi anak bungsunya dengan cara apapun.

Sepiring tumisan sayur dan prohe dengan kentang sebagai karbohidrat. Makanan ini masih mengeluarkan sedikit uap, itu berarti ayah belum lama meninggalkan rumah ini.

Aku mulai memakan menu breakfast pagi ini, masakan ayah itu; not bad but not good. You know lah... 

Memakan tumisan seperti ini setiap harinya membuat perutku sedikit kembung. Kenyang tak berbobot selalu ku rasakan setiap harinya. Terkadang aku ingin sekali memakan yang lain jika sedang di luar rumah, tapi aku ingat pesan ibu agar selalu menuruti perintah ayah setidaknya demi diri sendiri.

Saat aku sudah menghabiskan separuh sarapanku, seorang laki-laki jangkung dan berkulit putih berjalan dari arah luar mendekat ke arahku.

Dengan senyuman khas yang selalu beliau sematkan di sana, membuatku ikut tertular senyum dibuatnya.

"Selamat pagi, mas gibran?" Ucap laki-laki itu menyapa terlebih dahulu.

"Selamat pagi juga, om jafran"

Beliau langsung mendudukan dirinya tepat di sebelahku. Meletakkan beberapa barang yang memang beliau bawa masuk ke dalam rumah ini di atas meja.

"Sarapan sama apa?" Tanya beliau lagi kepadaku.

"Masih sama kaya menu semalem, tumis brokoli sama udang pake karbohidrat kentang" Jelasku.

Om jafran mengangguk, "ayah dimana mas?"

"Ayah udah berangkat om, aku ngga tau kapan ayah berangkat. Tapi sarapan aku masih ngeluarin uap sedikit, jadi kemungkinan ayah belum berangkat lama. Kenapa emangnya?"

Om jafran mengerutkan keningnya, "udah berangkat? Tapi tadi om udah ke kantor belum ada ayahmu di sana? Makannya om langsung ke sini karna ada beberapa hal penting yang harus di bahas sama ayahmu"

Aku juga sama bingungnya dengan om jafran, kemana ayah pergi? 

Kami berdua saling bertatap mata sebentar, lalu membuka ponsel masing-masing.

Aku sudah mengirimkan pesan kepada ayah sejak tadi pagi, tapi belum ada balasan dari beliau sampai sekarang.

"Masa iya ayahmu kejebak macet mas? Tapi tadi waktu om kesini lancar-lancar aja ngga kejebak macet?" Ucapan om jafran membuatku semakin berfikir.

Kami kembali terdiam. Aku membuka ponsel kembali ketika ada sebuah notifikasi pesan masuk. Dari edrigel. 

Anak itu mengirimkan sebuah foto kepadaku. Yang membuatku sedikit terkejut adalah, orang yang ada di dalam foto itu. Ayah. 

Memeluk Luka [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang