6. Penolakan keras

605 67 29
                                    

Menjelang matahari terbit, saat ayam mulai berkokok biasa nya Paskah sudah bangun, sekedar membantu Sofia dan Iis membungkus beberapa cake yang biasa nya ramai di beli di pagi hari.

Namun kini, ia bangun lebih siang dari bisa nya. Kelas di kampus nya akan mulai nanti pukul sepuluh. Dan ia baru membuka mata tepat jarum jam menunjuk angka sembilan.

"Bunda kenapa gak bangunin Skah!" Ia berseru, mengeringkan rambut nya yang masih basah usai mandi.

"Kamu pules banget, bunda mana tega."

"Tapi kan Bunda nya jadi tambah banyak kerja nya, skah jadi gak bisa bantu bunda apa-apa hari ini!"

"Yaudah ga papa, cepet siap-siap nanti macet di jalan gimana." Sofia menyahut dengan nada lembut, kembali membuat kue-kue yang akan di pajang di etalase.

"Skah, bunda ada coba buat Cake baru semalam. Bunda taro di wadah Skah bagi-bagi ke temen di kampus ya?"

"Maksud bunda promosi?"

"Bisa dibilang gitu, nanti kalo ada temen Skah yang mau pesen bisa mesen di kamu ya?"

Paskah menghembuskan nafas pelan, sejujurnya ia tak begitu akrab dengan teman-teman di kelas nya. Namun menolak permintaan sang Bunda bukan hal yang pas.

"Yaudah. Nanti Skah bawa." Ia terseyum tipis, sebelum kembali masuk kedalam rumah.

"Makan nya udah bunda siapin di meja makan, jangan lupa tes trus kasih tau bunda!"

Paskah tak lagi menyahut, ia tengah sibuk merapihkan beberapa buku juga laptop yang nanti akan di bawa. Mencari kaus kaki di boks tempat bisa Sofia menyimpan nya, lalu melangkah kearah rak sepatu.

"Bunda, kok sepatu aku gak ada!" Ia berseru, hingga Sofia bergegas menghampiri nya lengkap dengan paparbag berlogo Bluecake.

"Sepatu yang mana?"

"Yang bisa Skah pake ke kampus—"

"Bunda buang!"

"Hah? Kok di buang? Skah ke kampus pake apa? Nyeker? Emang Mkah ceker ayam di seblak!"

Sofia terkekeh kecil, ia meninggalkan Paskah yang tengah menggerutu samar. Tak lama kembali dengan sebuah bok berukuran cukup besar.

"Pake ini Skah."

Paskah menatap kotak sepatu di hadapan nya kini, "Sepatu? Bunda beliin aku sepatu? Wah ini sepatu yang aku mau! Kenapa bunda gak bilang? Pasti mahal ya? Nanti Skah ga jajan berapa minggu Bund?"

Wanita itu tertawa kecil, mengusap wajah Paskah yang memerah karna amat bahagia.

Sepatu itu, terasa amat berharga di mata anak nya.

"Engga, ini Hadiah dari Bunda buat Skah."

"Kenapa? Skah gak menang lomba apa-apa."

"Skah gak perlu ikut lomba, skah tetep akan jadi juara di hati Bunda."

"Ahhh," Skah memeluk Sofia erat, memendam wajah nya di bahu sang Bunda. "Makasih banyak Bunda, makasih banyak. Paskah sayang banget sama Bunda."

Gadis itu terseyum begitu bahagia. "Akhir nya ganti sepatu setelah tiga tahun SMA pake yang udah jebol."

"Maaf ya, kemarin-kemarin toko gak serame ini. Skah harus pake sepatu yang udah di sol berkali-kali." Lirih Sofia merasa sedih.

"Engga kok, ga papa."

"Skah mau beli tas baru?" Sofia melirik Tas Paskah yang gadis itu pakai bahkan lebih dari tiga tahun.

"Engga, Ini tas masih bisa di pake kok. Ga kenapa-kenapa. Kuat. Kan dari tante Laras pasti mahal hehe."

After Losing TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang