Bab 16

9 3 0
                                    

Plak!

"BANGSAT, ANJING, BRENGSEK BANGET LO."

"Nak Kenza, sabar."

"SABAR GIMANA PAK? INI UDAH KETERLALUAN. KALO AJA KITA ENGGAK TEPAT WAKTU FIONA UDAH MATI KEHABISAN DARAH."

"Kenza, ada polisi. Jangan gegabah."

"Tapi fi-"

"Mana Kenza yang kalau nyelesain masalah enggak emosian?"

Kenza hanya terdiam mendengar penuturan Fiona itu. Jujur, ingin sekali rasanya ia mencabik-cabik wajah para cewek berempat ini. Mereka dengan wajah datar lebih ke jengkel karena aksi mereka terbongkar tidak ada menunjukkan wajah-wajah bersalah atau ketakutan, ENGGAK ADA SAMSEK.

Kan jadi pengen Kenza, AYOK BAKU HANTAM KITA.

Tapi sabar, demi menuruti sang calon pa- pasien dan ada beberapa polisi suruhan Jenna jadi, sabar.

Yakali baku hantam depan polisi, ckckckck kalau bunuh-bunuhan hayuk.

Skip

"Lo punya utang buat ngejelasin ini semua sih fi."

"Iya-iya"

"Gitu doang? Habis dibikin luka-luka begini gitu doang responnya?"

"Dek, temennya jangan dibawa ngomong dulu kasian udah pucet ini. Ngobrolnya lanjut di rumah sakit aja."

"An- iya kak."

Tubuh Fiona yang sudah terkulai lemas di atas tandu segera dibawa keluar dan dilarikan ke rumah sakit. Yang pastinya atas suruhan Jenna.

Iya, sejak awal perasaannya sudah tidak enak. Dan pastinya ia tidak sebodoh itu untuk percaya perkataan Fiona, jadi ia bertanya pada salah satu temannya yang juga ikut ekstrakulikuler itu dan hasilnya, iya Fiona berbohong.

Dengan cepat ia menyuruh ayahnya untuk mengirimkan beberapa polisi dan ambulance untuk dikirimkan ke sekolah. Selagi menunggu polisi dan ambulance datang Jenna mengajak pak Hasyim, fanii, dan Kenza untuk mencari keberadaan Fiona terlebih dahulu.

Dan fiola! Ketemu.

Ceklek

"Amelia lagista, buronan yang telah membunuh dua siswa dan tersangka dalam pembunuhan seluruh anggota polisi."

"Hahahaha, saya ngak nyangka bisa ketemu anda di sini. Seorang buronan ternyata bisa gegabah juga, bunuh orang kok disekolah biasanya di hutan atau di rumah mu sendiri. Tapi gapapa lah yang penting bisa ketangkep semuanya."

"Apa tadi bapak bilang? Semuanya?"

"Iya, semuanya. Seluruh anggota yang melakukan tradisi aneh. Anda kira kami tidak tau?"

"Yakin pak? Udah ketangkap semuanya?"

"Pak Bimantara dan ibu ayu orang tua dari Veronika, pak David dan ibu Layla orang tua dari Marsha , pak jake dan ibu Karina adalah orang tua anda dan flerin, pak junkyu, Bu yeji, pak haruto, Bu ryujin, pak Jeno, pak taehyung dan Bu nayeon. Apakah ada yang kurang nak Amel?"

Petugas kepolisian itu tersenyum licik lebih ke tersenyum puas akan reaksi Amel yang terkejut akan penuturan sang polisi tadi. Bagaimana bisa mereka menangkap seluruh keluarganya? Apakah mereka lengah saat ini?

Ah, memikirkan itu semua tidak ada gunanya saat ini. Tubuhnya sudah diarahkan ke luar gudang dalam keadaan tangan di borgol ke belakang. Ck, menyebalkan.

"Kuat-kuat nanti saat sidang."

"Maksud lo?"

"Anggota keluarga lo semua sudah dipastikan mendapat hukuman mati."

Amel tidak menjawab sama sekali, ia hanya terdiam memikirkan saat-saat terakhir bersama keluarganya itu. Mau bagaimanapun mereka tetap keluarganya dan hatinya sakit jika memikirkan ditinggalkan oleh mereka.

"Nasi sudah menjadi bubur, mereka enggak bakal bisa kembali lagi. Jadi nikmati aja saat-saat terakhir bersama mereka."

"Diem bangsat."

Jenna hanya meangkat bahunya, malas jika haus berdebat dengan orang sepertinya.

Dan akhirnya suara mesin terdengar, mobil yang bertuliskan polisi itu segera melaju meninggalkan kawasan sekolah menyusul ambulance yang sudah berangkat sedari tadi.

                                °^°

Dua Minggu berlalu semenjak kejadian itu dan tentu saja Fiona mengambil izin untuk tidak masuk sekolah sekitar satu bulan mengingat luka yang di dapatkan cukup parah.

Tok tok tok

"Masuk."

Ceklek

"Fanii sama Jenna kemana?"

"Ada acara jadi enggak bisa kesini."

"Ohh"

"Nih, gue bawain buah sama catatan tadi."

"Dih, kirain bawa makanan apa gitu."

"Ngak, paling lo minta seblak."

"Hehe"

"Malah nyengir."

Kenza jalan mendekat lalu mengusap surai sang gadis yang masih terbaring lemas di atas bangsal.

"Masih pusing?"

"Sedikit."

"Udah makan?"

"Udah, minum obat juga sudah."

"Good girl. Cantiknya Kenza."

Sial, kenapa hatinya saat ini berdebar. Tidak, ia tidak boleh salam tingkah saat ini. Bisa-bisa ia dijadikan bahan tertawaan.

"Nulisnya mau sekarang apa nanti?"

"Nanti aja, lagi males."

"Orang sakit tontonan nya aneh ya."

"Ish! Aneh apanya cuma nonton Marsha aja ini."

"Sama aja aneh. Mana ada beruang main sama manusia."

"Kan kartunn."

"Tapi apa serunya coba."

"Mending diem deh."

"Iya"

Fiona terkejut mendengar hal itu keluar dari mulut Kenza. Biasanya dia akan mengajaknya untuk berdebat sampai salah satu harus menyerah. Tapi kali ini tidak, Kenza langsung menurut apa yang Fiona bilang tadi.

Tidak heran sih soalnya akhir-akhir ini Kenza terlihat lebih perhatian padanya. Yaa, mungkin karena faktor sakit.

Fiona menoleh ke arah samping dimana ia melihat Kenza sedang tertidur dengan pulasnya sambil memegang tangan Fiona.

Sebuah senyuman terukir di wajahnya, setelah mengambil remote dan mematikan televisi ia menarik selimut dan mulai memejamkan matanya pergi ke alam mimpi.






Hahahahahahaha
Kayaknya bentar lagi mau tamat
Oh ya, author ada bikin au jadi kalo mau mampir baca di lyodraa.raa.

Oke segitu aja buat bab ini semoga sukak jadi

Enjoyy

Hate to love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang