Bab 19

6 1 0
                                    

Maaf kalo panggilannya berubah-ubah, lagi males nge cek satu²

***

21.22

"Tante, Fiona mana? Tumben enggak keliatan." Tanya Kenza sambil menuruni tangga dengan tergesa-gesa.

"Lagi diluar."

"Sama siapa? Kok enggak beritahu Kenza?"

"Kamunya lagi asik ngobrol sama om jadi tante enggak tega bilangnya."

Kenza mengernyitkan dahinya, apa-apaan jawaban itu. Keasikan ngobrol? Apa maksudnya? Apakah mama Fiona ini tidak ada niat memberitahu nya atau memang dia sendiri yang keasikan mengobrol.

"Fiona lagi dimana, ya, tan? Biar Kenza jemput. Udah malam sama besok sekolah juga."

"Tante, enggak tau."

"Enggak tau? Kok bisa? Fiona enggak bilang mau kemana?" Kenza sedikit kesal karena orang yang sedang dihadapannya ini tengah asik memainkan ponselnya tidak menanggapi pertanyaan nya dengan serius.

"Udah, Fiona nanti balik. Tenang aja, daripada sibuk mikirin Fiona kemana mending kamu tidur aja dulu." Kali ini papanya Fiona yang angkat bicara.

"Kok kalian enggak ada yang serius sih nanggepin pertanyaan Kenza? Lagi membunyikan sesuatu? Fiona kenapa? Baik-baik aja kan?" Suara Kenza agak meninggi saat ini. Ia harus memastikan terlebih dahulu Fiona sudah pulang dengan selamat.

Karena tidak ada respon dari orangtuanya Fiona ia langsung saja membuka riwayat chat dengan Fiona. Disana terpampang jelas banyaknya panggilan dan chat yang tidak kunjung di jawab oleh gadis itu.

"Fiona kamu kemana"

17.35

Saat ini ia sedang berada pada kediaman gevano. Fiona langsung saja merebahkan dirinya pada sofa sambil meregangkan badannya.

"Mau main apa masak dulu?"

"Main aja, masih kenyang."

Gevano menuju kamarnya untuk mengambil kartu ini dan memberikannya pada Fiona.

"Mau minum apa?"

"Terserah aja."

Gevano meangguk lalu segera membuatkannya minuman.

21.45

Gevano mengunci semua akses keluar pada rumahnya. Sekarang di hadapannya terlihat seorang gadis cantik tengah berbaring dengan tenangnya di sofa ruang tamu membuat tatapan yang biasa saja berubah menjadi tatapan lapar dalam sekejap.

"Cantik-

-tapi sayang besok udah enggak lengkap lagi."

Gevano perlahan mendekati Fiona sambil menyingkirkan rambut yang menghalangi pemandangan cantik di hadapannya.

"Sayang, wajah secantik ini bakal di jual oleh orangtuanya sendiri."

"Tapi gapapa, untuk terakhir kalinya biar aku menikmati keindahan tubuhmu ini."

"Aku ingin tau bagaimana reaksi mu saat mendengar orangtuanya sendiri menculik anak-anak kecil lalu organnya dijual agar dapat memenuhi nafsu belaka. Orang tuamu menculik anak-anak di pinggir jalan lalu menjualnya atau tidak organnya agar dapat berfoya-foya. Dan ya, yang menaikkan jabatan ayahmu adalah yang membeli anak kecil tersebut jika tidak jabatan ayahmu akan turun. Egois memang tapi itulah takdir."

Gevano meangkat tubuh Fiona menuju ruangan bawah tanah yang isinya penuh dengan senjata tajam yang siap memotong apapun.

"Maaf, aku tidak bisa menyelamatkan mu Fiona sayang. Aku juga egois agar bisa berdekatan dan menyentuh tubuhmu seperti ini. Tapi satu hal yang ku ingin kau tau bahwa aku sangat mencintaimu sangat, cintaku padamu ini tidak akan pernah padam kalaupun kau menghilang dengan cara mengenaskan."

Hate to love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang