Jendela miliknya kini tengah menampakkan cahaya yang menghangatkan bola matanya yang kehitaman itu, merapihkan kerah bajunya melalui cermin. Ia memutuskan untuk memakai kaos turtleneck berwarna hitam, kemudian dipadukan dengan jaket shacket berwarna camel sebagai bagian luarnya, ia juga memutuskan memakai kalung lagi yang dipadukan dengan cincin sebagai liontin. Jam tangan berwarna hitam legam dibiarkan melingkar di tangan kirinya, begitu juga sebagian dahinya yang tertutup rambut ikal.
“Gue jalan ke rumah lo”
“Iya” jawab Ayska singkat dari seberang telepon.
Kaki panjang yang dibalut levis hitam dan kakinya yang dibungkus sepatu bernuansakan putih itu terburu-buru menuruni anak tangga, sang empu tidak sabar untuk segera bertemu. Bi Ninik tengah menyusun makanan, matanya teralihkan ketika anak tuannya terburu-buru.
“Bi, aku pergi ya”
“Makan dulu Den” begitulah bi Ninik memanggil Atha, meski sudah berkali-kali diminta untuk memanggil dirinya Rasya.
“Tumben bibi masak banyak?”
“Soalnya Bapak sama Ibu mau pulang hari ini Den”
Atha hendak menuangkan air minum ke dalam gelasnya, namun terhenti ketika mendengar pernyataan Bi Ninik.
“Nanti siapin kotak aja Bi, takutnya mubazir”
“Tapi sepertinya tidak usah Den” Bi Ninik tersenyum mantap, Ia berkali-kali memastikan agar tidak ada yang tertinggal untuk menu hari ini.
“Siapin aja dulu Bi, siapa tahu butuh”
“Sehilang itu ya rasa percayanya” mendengar itu Atha hanya terkekeh pelan, menaikkan bahu tidak tahu.
“Yaudah aku jalan ya Bi” Bi Ninik hanya mengangguk pelan ketika Atha mnecium tangannya.
Sedetik kemudian ia melenggang pergi hilang ditelan pintu yang penuh ukiran. Bi Ninik menatap nanar kepergiannya, beralih memandang deretan makanan sembari menghela napas.
“Kak Rasya sudah pergi Bi?”
“Sudah Non”
“Oh”.
Tak ingin memikirkan hal lain, Atha langsung menancap gas menerjang jalanan yang tidak terlalu padat. Ia tidak sabar untuk segera sampai dan membawanya pergi ke tempat yang ia inginkan, ia terkekeh pelan ketika mengingat tingkahnya yang begitu polos.
***
“Menurut lo, gue pake baju apa?” ini untuk kali pertamanya bagi Ayska hendak keluar bersama laki-laki.
“Pake baju biasa lo pakai lah” suara Aileen nyaring bersumber dari benda pipih yang disimpan di meja rias milik penghuni kamar.
“Gak bisa dong” Ayska menggerutu sembari sibuk mencocokkan dirinya di depan cermin.
“Jalan sama siapa sih?”
“Harus banget lo tahu”
“Iyalah”
“Ada deh. Daripada lo kepo, saranin gue harus pake baju apa” mendengar perkataan Ayska ia langsung menghela napas dan mengiyakan.
Setelah penuh pertimbangan antara memilih baju dress atau memakai baju yang biasa ia pakai, akhirnya ia memilih baju yang biasa ia pakai sekaligus membenarkan perkataan Aileen sejak awal. Ayska memilih kaus putih pendek yang dipadukan dengan outer kemeja flanel coklat dengan motif putih, celana panjang yang dipakainya bewarna hitam. Ia tidak pandan bersolek hanya memakai bedak, lip balm dan liptin agar tidak pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
AYSKA & BOM WAKTU
Teen FictionJika belia belum cukup mampu merasakannya, maka kelak dewasanya akan menyimpan banyak luka. Bahkan lukanya lebih dari apa yang dibayangkan. Kelak kau akan mengerti. Ayska : Yang kurasakan sekarang ini apa namanya? Ini bukan duniaku, pasti ada dunia...