Layar ponsel miliknya menandakan jam istirahat masih akan berlangsung lama, tapi beberapa menit yang lalu Medina memberitahu Bu Linda akan segera masuk ke dalam kelas. Mendengus kesal, pasalnya buku yang sedang dibacanya baru dimulai beberapa halaman. Tidak ingin menyiksa hidupnya dengan rasa penasaran, ia memutuskan untuk meminjamnya tiga hari ke depan.
"Pak mau pinjam buku" harap-harap Pak Anton langsung mengerti tanpa perlu di ulang.
"Kenapa?" Tangannya sibuk mengeluarkan buku baru dari dalam kotak yang besar, menyulitkan Pak Anton untuk fokus.
"Ayska mau pinjam buku Pak" suara berat itu, sedetik kemudian Pak Anton mengangguk mengerti. Ayska enggan melihat ke arah sumber suara, sebab ia tahu siapa pemilik suara itu.
"Adi, kamu saja yang urus bukunya" Pak Anton bersiap melangkah meninggalkan meja penjaga dengan tumpukan buku ditangannya.
"Atha Pak. Bukan Adi" berulang kali diingatkan tentang namanya, tapi laki-laki muda itu masih terus saja kesulitan mengingatnya.
Setiap peminjaman buku harus di data terlebih dahulu, hasrat untuk meminjam buku menjadi hilang seketika. Ayska tidak pernah menyangka akan bertemu laki-laki ikal secepat ini, rasanya ingin menghilang dalam satu detik.
"Ini bukunya?" Pertanyaan itu hanya dibalas anggukan oleh lawan bicara, tidak berani melihat laki-laki di depannya. "Kenapa baca buku ini?" Sambungnya lagi, berhasil membuat Ayska kebingungan menjawabnya, pasalnya ia tidak memiliki alasan untuk memilih buku itu. Ayska hanya diam tak bergeming, sementara di depannya hanya memandang sekilas wajah Ayska yang berusaha tidak menatap dirinya.
Ayska merasakan sesuatu yang aneh sedang terjadi, terus memandangi ponsel yang berada di genggamannya. Mendata hanya membutuhkan waktu dua menit tapi ia merasa ini sudah lebih dari lima menit. Melihat ke arah laki-laki di hadapannya, ia mengerutkan kening ketika melihat Atha tengah membaca buku yang akan dipinjamnya.
"Udah?" Mendengar itu, Atha melihat ke arah perempuan di depannya. Bukannya menjawab alih-alih mengerutkan kening yang setengah miliknya tertutup rambut ikal. "Bukunya" Ayska mengambil buku yang ada ditangan Atha tidak peduli sedang dibaca atau tidak.
"Irit banget" Atha terkekeh pelan, tidak peduli Ayska langsung meninggalkan laki-laki yang sengaja membuang-buang waktunya.
Atha sudah terbiasa dengan kebiasaan Ayska yang pergi begitu saja, ia sudah terbiasa sejak pertama kali bertemu di toko buku kala itu. Melihat Pak Anton tengah merapihkan buku baru, alih-alih membantu Atha memilih pergi meninggalkan perpustakaan.
***
"Ibunya mana?" Ayska berusaha mengatur napasnya yang tidak beraturan, kepalanya mulai bereaksi akibat ulahnya yang memaksakan dirinya untuk berlari.
"Keluar lagi, katanya tugas puisinya dibikin video, terus unggah di youtube" mendengar itu Ayska merasa lega, setidaknya ia masih bisa merekayasa rasa takutnya.
Ayska duduk berusaha memusatkan matanya ke arah benda apapun yang ada di hadapannya, tapi ternyata bayang-bayang semakin menguasai kepalanya. Sensasi dingin mulai menyerang tenggorokannya, sakit dikepalanya mulai terasa semakin nyeri.
"Kenapa Ayska?" Medina memperhatikan Ayska sedari tadi, tahu temannya tidak baik-baik saja. "Ke UKS yu" Medina tidak menunggu jawaban, ia langsung memapah Ayska menuju UKS, sementara Ayska hanya pasrah.Sesampainya di sana, suasana ruangan UKS sepi senyap, hanya ada satu perempuan paruh baya yang ditugaskan menjaga ruangan ini. Setiap yang datang ke UKS akan diperiksa terlebih dahulu sebagai syarat istirahat di UKS, menghindari siswa yang sengaja sakit agar bisa bolos masuk kelas.
Medina berlalu pergi, menyisakan Ayska dan penjaga yang kembali duduk di tempat duduknya. Sakit di kepalanya sudah mereda, teh hangat yang tersisa setengah lagi tersimpan rapi di atas nakas di samping tempat tidur. Menatap lekat-lekat latar putih di atasnya, menerawang jauh.
"Aku ingin setiap hari melihat lesung pipitmu, melihat bulan purnama di manik matamu yang kehitaman itu, aku ingin sungaimu cepat mereda Ayska. Tidak mudah, tapi setidaknya kamu tahu mengapa kamu harus melangkah". Setiap kata yang didengarnya melalui telepon, setiap helaan napasnya yang dalam, tawa kecilnya yang manis, rambut ikalnya yang gemas, ia pernah menyebutnya dengan pangeran berkuda putih.
***
"Semua orang memiliki kekurangan Ays, jangan dengerin kata mereka ya. Masih ada aku di sini, yang bisa jadi temen baik kamu. Jangan sedih lagi, senyum kamu itu manis jadi kamu harus senyum terus ya" menyunggingkan bibirnya, iris matanya hitam kecokelatan, terdapat titik cokelat di dekat bulu mata bagian bawahnya.
Belum selesai dengan senyumnya, tiba-tiba tangannya menyodorkan sesuatu. Ayska tidak bisa menebaknya, Javier membungkusnya dengan asal.
"Gelang?" Javier tidak berhenti mampilkan deretan giginya yang rapi, ia hanya mengangguk mengambil alih gelang dari tangan Ayska, memasangkannya di tangan Ayska.
"Kita sahabat, ini hadiah untukmu dari Javier" senyumnya semakin lebar, terus menatap gelang yang dikenakan Ayska dengan sumringah.
"Terima kasih" Ayska tidak pernah menyangka tentang keberadaannya yang di anggap ada, ia bahkan tidak pernah bermimpi diberi gelang olehnya. Gelang pink dengan tulisan 'Friend', akan ku jaga begitu katanya dalam hati.
"Kenapa nangis lagi?" Suara itu sontak membuat Ayska terkejut bukan main, bahkan jantungnya seperti memaksa ingin lepas dari sambungannya ketika tisu mulai mendarat di sudut matanya, meresap dan tak menyisakan buliran lagi di sana.
Seketika sekujur tubuhnya terbujur kaku, rasa-rasanya aliran darahnya tersendat akibat perasaan malu yang bertumpuk-tumpuk. Ia seperti kehilangan ingatan tentang bagaimana cara berkedip, terlebih lagi saluran napasnya yang mendadak butuh banyak udara. Meski mata keduanya belum bertemu, ia tahu siapa sosok yang tengah berada di sampingnya, Ayska tidak pernah lupa tentang aroma tubuhnya yang maskulin itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
AYSKA & BOM WAKTU
Novela JuvenilJika belia belum cukup mampu merasakannya, maka kelak dewasanya akan menyimpan banyak luka. Bahkan lukanya lebih dari apa yang dibayangkan. Kelak kau akan mengerti. Ayska : Yang kurasakan sekarang ini apa namanya? Ini bukan duniaku, pasti ada dunia...