Tingg...
Dilihatnya ada satu pesan masuk.
08376345**** : P
Melihat pesan singkat yang terpatri di layar genggam miliknya, berhasil membuat kening Ayska berkerut, pasalnya nomor ini tanpa nama. Tidak ada niat hati untuk membalasnya, biarkan tenggelam dengan sendirinya.
Sementara di seberang sana sebuah layar genggam yang menyinari pemiliknya menampilkan room chat dengan nama Ayska. Tidak ada balasan, yang ada hanya dua centang biru.
Ruangan yang dibiarkan tanpa penerangan, hanya ada layar tv yang menyala tanpa penonton. Barang berserakan di mana-mana, seperti berabad-abad dibiarkan begitu saja. Ruangan ini menghubungkannya dengan pemandangan kota yang indah, hanya selapis kaca yang menghalanginya. Sementara sang pemilik membiarkan jendela itu tanpa selapis kain.
Berjalan melalui pintu yang terbuat dari kaca, sembari membawa segelas kopi yang sudah dingin tak lagi mengepulkan asap. Duduk dikursi menikmati lampu-lampu yang selalu menemani sunyinya malam hari, dingin yang menusuk ke segala sela-sela tubuhnya yang hanya berbalut kaos menampilkan lengan bagian atas, sementara kakinya hanya berbalut celana pendek di atas lutut. Seperti sudah biasa dengan dinginnya malam.Menghisap dalam-dalam sebatang rokok menjadikannya mengeluarkan Asap yang mengepul ketika dihembuskan. Atha, laki-laki yang menemui Ayska di taman sekolah siang tadi.
Terus menatap layar genggamnya yang tak kunjung menampilkan balasan, tidak terbiasa menunggu lama. Jemarinya dengan cepat menekan tombol telepon. Tersambung, tapi lagi-lagi tidak menerima jawaban.
“Bakalan gue telepon sampe lo mau angkat” begitu katanya sembari menghisap rokok sampai puntungnya merah menyala.
Atha terus menelepon Ayska, ketika sambungannya berhenti sedetik kemudian Atha meneleponya kembali. Tidak mengizinkan benda pipih milik Ayska senyap begitu saja. Begitu juga dengan sebatang rokok yang baru saja habis, sedetik kemudian ia kembali menyalakannya yang baru.
Berkali-kali handphonenya berdering memekakkan telinga. Ayska kemudian mengaturnya ke mode senyap, membiarkan orang yang entah siapa meneleponnya malam-malam, telepon aja sampai pegel begitu katanya dalam hati.
Berjalan keluar dari bilik kamar hingga terus sampai keluar rumah, malam-malam seperti ini rasanya tidak seru jika hanya dinikmati dari balik kamar. Mesti duduk di depan rumah walaupun pada akhirnya melamun seorang diri, berkecamuk dengan benang-benang kusut yang ada di kepala. Menerawang menembus langit-langit malam yang sama kosongnya seperti Ayska, langit hitam membentang seperti tidak pernah ada batasnya, dibalik hitamnya yang kosong terselip bintang yang gegap gempita. Mereka ada, tapi seperti tidak ada. Sama seperti anak kecil itu, seakan dibiarkan berjalan tanpa tumpuan. Tanpa hero. Setidaknya diberi peta agar tau ke mana ia harus berjalan, itu pun tidak.
***
Menatap lekat-lekat androk merah yang sudah mulai memudar dimakan usia. Menangkup wajah dalam-dalam di atas meja dengan kedua tangan. Duduk seorang diri di dalam kelas. Teman-teman seisi kelas seakan dilahap oleh keramaian sepanjang koridor, bersiap memburu makanan yang sudah terpajang di kantin sejak pagi-pagi buta.
Indira sempat mengajaknya untuk pergi bersama, namun Ays hanya menggeleng pelan. Indira tahu betul memaksanya hanya akan menimbulkan perdebatan. Indira dengan sikapnya yang lemah lembut, tidak suka perdebatan yang akhirnya saling mendiamkan. Sementara Ays, keras kepala dan emosional. Indira hanya mengangguk sesaat setelah melihat hal itu.
Rasanya tidak ada tenaga untuk sekedar melihat ke arah jendela yang menerangkan betapa ramainya di luar. Keluar atau pun tidak, keduanya sama-sama menyakitkan. Orang-orang seperti tidak bisa menahan tutur katanya jika melihat Ays. Mereka adalah anak kecil yang kejam, setiap hari menghantam Ays dengan membabi buta tanpa peduli dengan hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AYSKA & BOM WAKTU
Novela JuvenilJika belia belum cukup mampu merasakannya, maka kelak dewasanya akan menyimpan banyak luka. Bahkan lukanya lebih dari apa yang dibayangkan. Kelak kau akan mengerti. Ayska : Yang kurasakan sekarang ini apa namanya? Ini bukan duniaku, pasti ada dunia...