Bruk! Ayska tidak sengaja menabrak punggung salah satu dari mereka, sekumpulan laki-laki yang tengah berkumpul di dekat taman yang tidak jauh dari perpustakaan, tempat kedua yang selalu menjadi favortinya itu. Akhir-akhir ini ia banyak melupakan sesuatu, jam istirahat selalu banyak orang yang berkumpul disekitar taman, seperti saat ini.
“HEH kalo jalan hati-hati dong!” Laki-laki yang diyakini temannya itu langsung bangkit dari duduknya begitu tahu temannya ditabrak oleh Ayska.
Danis Anggara. Seorang laki-laki dengan parasnya yang rapi, bibir tebal ikut menghiasi ketampanannya, hidungnya tidak bisa dibilang pesek ataupun mancung, lengan bajunya sengaja digulung, kulitnya kuning langsat. Terlihat tangannya tengah menggenggam es cekek dengan air berwarna oren.
“Maaf” ucap ayska pelan. Perlahan dirinya mengangkat kepala melihat siapa yang sudah ia tabrak dengan tidak sengaja akibat terlalu dalam melihat setiap jengkal jalanan.
Begitu ia lihat, dagunya terdapat es krim berwarna pink. Lebih tepatnya sedang makan es krim dan tidak sengaja Ayska datang dan mengacaukannya, alhasil es krimnya memporak-porandakan ketampanannya. Ayska teringat sesuatu, ia buru-buru melihat deretan nama yang terpampang di dada kanan miliknya. Matanya hampir saja keluar, jika begitu ia akan kehilangan ciptaan tuhan yang bisa ia nikmati kapan pun. Rambut ikalnya yang menjuntai menghalangi sebagian dahinya, rasanya ingin mengacak-acak rambutnya karena kelewat gemas.
Mulai tersadar sesuatu akibat ulahnya, Ayska melotot terkejut lalu segera mencari tisu berharap menemukannya untuk mengelap es krim yang mengganggu ketampannya itu. Tapi nihil, Ays hanya diam dan tertunduk malu.
“Kenapa diam? Lo gak liat muka gue?!” hatinya mencelos, Ayska merasakan nada suara yang berbeda dengan suara yang pertama kali ia dengar. Kali ini Ays terkejut karena sosoknya sedikit meninggikan suara, bak disambar petir saat siang bolong tapi ia sadar ini akibat ulahnya.
“Maaf” Ayska hanya bisa berkata maaf, tidak ada yang bisa ia lakukan, yang ada hanya menahan air mata luruh ke tanah.
‘Puk’ semula yang ia lihat hanyalah sepatu miliknya, tanah dan sepatu laki-laki dihadapannya. Kini yang ia lihat adalah es krim yang menimpa sepatu hitamnya, sengaja dijatuhkan oleh laki-laki dihadapannya itu, semula berwarna hitam pekat kini bercampur dengan warna pink.
Wajah Ays memerah, mendongak melihat laki-laki yang berada dihadapannya. “Kenapa?!” lagi-lagi ia membentak Ays. Sementara Ays sudah siap dengan air matanya yang menggenang siap luruh. “Itu balasan buat lo” katanya dengan raut wajah yang sulit diartikan olehnya.
Tidak tahan dengan apa yang sedang terjadi, Ayska mengumpulkan keberanian untuk pergi meninggalkan sekumpulan laki-laki itu.
“Adhyrasha Atha Mahendra dua belas ips 1!” teriaknya saat Ayska sudah beberapa langkah meninggalkannya. “Lapor dah ke BP, gue tunggu!” Ayska tetap berjalan seolah tidak mendengarkan apa pun, menunduk menahan amarah.
***
Dipandangi lekat-lekat wajahnya dari cermin, tersenyum nanar saat mengingat tentang apa yang terjadi baru saja. Air matanya luruh bersamaan dengan senyum yang dipaksakan tetap melengkung. Tidak ada kacamata yang bertengger dihidungnya. Sekarang ia kini dapat menatap jelas wajah yang malang, wajah tanpa kacamata dan kepura-puraan. ‘Blam’ tidak ada yang berkelahi, yang ada hanyalah suara tangan yang sedang memukul kepalanya berkali-kali, menghukum diri sendiri atas semua yang terjadi.
Hening, tidak ada suara apa pun. Yang ada hanyalah ruangan gelap dengan sedikit penerangan. Di sudut ruangan itu, tidak ada sosok kecil, rasanya semakin hari ruangan dengan sedikit penerangan ini semakin sesak, sirkulasi udara seperti disedot keluar secara perlahan.
Entah dari mana datangnya selembaran kertas yang tiba-tiba saja ada di sampingnya, kertas yang sudah usang. Dibukanya perlahan lembaran kertas itu, permukaannya yang bergelombang seperti habis terkena air lalu kering dengan sendirinya. Kertasnya menampilkan tulisan tangan yang tidak beraturan.
Kenapa ya orang-orang jahat sama aku? Aku salah apa? Pengen nangis terus kalo dibentak sama temen-temen, apalagi waktu telingaku sakit. Kata mereka, aku kalo bicara suka gak jelas. Kenapa semua orang suka bisik-bisik di depan aku? Padahal aku juga mau tau mereka lagi ngomongin apa, kayaknya seru.
‘Ceklek’ ia langsung melihat ke arah sumber suara, pintu itu terbuka. Entah sejak kapan ruangan ini memiliki pintu. Seseorang itu muncul dari balik pintu, menutup kembali pintunya dengan perlahan. Ayska sedikit kesuliatan melihat sosoknya dengan jelas, ia berjalan perlahan menghampiri Ayska yang tengah duduk kebingungan, suara langkahnya semakin lama semakin terdengar jelas.
Ayska dapat melihatnya dengan jelas saat 1 meter berada di depannya, seorang perempuan dengan parasnya yang rapi membuatnya terlihat jauh lebih cantik. Mengenakan hoodie berwarna hijau pastel, dengan celana panjangnya yang berwarna hitam. Duduk tepat dihadapan Ayska, tersenyum lembut melihat wajahnya yang kebingungan.
“Kenapa tidak kamu lawan?” Mengawalinya dengan sebuah pertanyaan.
“Siapa?” Ayska mengerutkan dahinya tambah kebingungan, siapa yang harus ku lawan? Begitu katanya dalam hati.
“Atha” jawabnya singkat. “Laki-laki yang kamu tabrak tadi” entah dari mana sosoknya tahu tentang kejadian ini, entah sudah berapa kali Ayska selalu dibuat terkejut bukan kepalang.
“Maksudmu Adhyrasha Atha...” ucapnya terhenti sebab lupa nama panjangnya.
“Mahendra” bahkan dirinya lebih tahu daripada Ayska. “Itu tidak penting, yang penting adalah kenapa kamu hanya diam? Bukankah seharusnya kamu melawan dia?”
“Aku yang salah karena tidak sengaja menabrak Atha, aku juga tidak bertanggungjawab menghapus es krim yang ada pada dagunya” jelas Ayska terus terang, seperti anak kecil yang jujur dan polos.
“Lalu saat ia membentak dan menodai sepatumu dengan es krim?” wajahnya masih saja terlihat tenang, siapapun yang melihatnya akan ikut merasakan ketenangannya.
“Dia berhak melakukan itu” menurutnya itu adalah balasan yang setimpal.
“Lalu menangis di toilet dan menghukum diri sendiri?” mendengar itu Ayska lagi-lagi langsung terdiam, sementara lawan bicara malah memperlebar senyumnya. “Tidakkah kamu mengganggap bahwa dirimu sangat berharga? Semua manusia memiliki hak yang sama untuk melawan saat orang lain berlaku tidak wajar. Kamu memiliki hak untuk dihormati dan dihargai. Dan ingat, menghukum diri sendiri hanya akan membuatmu lebih buruk dalam cerita hidupmu.”
***
‘Adhyrasha Atha Mahendra’ nama yang terpampang jelas.
“Suka nulis diary?” Lalu Ayska hanya mengangguk sebagai jawaban, tersadar sesuatu ia kebingungan melihat laki-laki dihadapannya, dari mana ia tahu?
“Gue nebak aja kok” ucapnya menyeringai, tatapannya yang memabukkan, hampir saja Ayska diibuat mabuk olehnya.
“Kira-kira menurut...”, “Kira-kira menurut Sagara lebih menarik yang mana?” mendengar nama belakangnya disebut-sebut, ia mulai sadar akan sesuatu dan segera menutup seluruh namanya dengan jaket.
“Thanks Gar!”
KAMU SEDANG MEMBACA
AYSKA & BOM WAKTU
Teen FictionJika belia belum cukup mampu merasakannya, maka kelak dewasanya akan menyimpan banyak luka. Bahkan lukanya lebih dari apa yang dibayangkan. Kelak kau akan mengerti. Ayska : Yang kurasakan sekarang ini apa namanya? Ini bukan duniaku, pasti ada dunia...