"Saya memiliki kakak dan perbedaan umur kami jauh, sekitar 10 tahun. Kalau Lady melihat kami, Lady juga tidak menyangka bahwa kami adalah saudara," Janvier terkekeh kecil, ia mengingat bagaimana penampilan kakaknya dan tingkah kakaknya yang menurutnya di luar nalar. "Kakak saya sudah berada di kota lain dan ia sedang melakukan pekerjaannya. Kakak saya lebih sukses dan memiliki masa depan lebih bagus dibandingkan saya, dan saya merasa senang karenanya. Oleh karena tuntuan pekerjaan, ia menjadi jarang pulang."
Marie mengangguk angguk mendengarnya. Ia ingin bertanya lagi apakah saudaranya itu benar-benar Archbishop terkenal di tengah kota itu. Namun, banyak bertanya membuatnya terlihat terang-terangan ingin mengejarnya. Ia juga harus membangun image misterius dan berwibawa terlebih dahulu.
"Ah, seperti itu, ya. Saya juga memiliki adik laki-laki yang sangat senang berkelana. Bila Tuan Janvier mengunjungi guild sesekali pasti Tuan bakal melihat ia yang bergaul dengan prajurit dan petualang lain dan mengambil misi. Ia memiliki kemampuan bertarung yang baik, sebenarnya dan pantas untuk melanjutkan. Namun, ia ingin bebas dan katanya ingin mendirikan asosiasi pelayanan prajurit sendiri. Berbakti pada kerajaan dengan menjadi "
"Apakah itu Sir Lucien? Saya hanya pernah mendengar bahwa ia mendapatkan posisi pertama pada pertandingan di akademik bulan lalu. Saya mengucapkan selamat atas pencapaiannya, Sir Lucien sangat mengagumkan."
"Terima kasih atas ucapannya, akan saya sampaikan kepadanya. Lucien memang sangat senang dalam ilmu bela diri, tetapi karena umurnya belum mencukupi masuk ke akademi tingkat lanjut sehingga ia sering berada di guild."
"Lady tidak perlu khawatir, Sir Lucien juga sangat mahir di guild. Ia menjadi rebutan karena semuanya ingin mencoba satu kelompok dengannya."
"Wah, tampaknya Lady dan Janvier dapat langsung berteman akrab, ya."
Priest Théodore menyapanya keduanya yang masih asyik mengobrol. Kedua anak muda yang disapa tampak berjengit karena terkejut lalu memperbaiki ekspresinya. Janvier terkekeh sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal menggunakan telunjuknya, kebiasaan ketika ia salah tingkah. Marie tersenyum santai mendengarnya, walaupun sebagian dari dirinya ingin berseru bahwa ia setuju dengan basa-basi yang dilontarkan oleh Priest Théodore.
"Tuan Janvier merupakan kawan mengobrol yang menyenangkan. Saya bersyukur akan keberuntungan saya saat kemari dan bertemu dengan Tuan Janvier." Marie memberikan pujian singkat padanya.
"Ah, Lady Schneider juga sangat ramah kepada saya dan mengobrol dengan baik. Suatu kehormatan untuk dapat berbicara dengan Lady," Janvier tersenyum dan membungkuk sekilas.
Marie mengibaskan tangannya dan tertawa, menunjukkan bahwa Janvier tidak perlu sampai seperti itu padanya. Priest Théodore yang melihat interaksi mereka berdua pun menyunggingkan senyum.
"Lady, namun hamba mohon maaf karena pembicaraan kita tertunda. Lady ingin berbicara dengan saya dan saya mengatakan bahwa saya akan menyiapkan ruangan, tapi malah membiarkan Lady berdiri lama di luar," Priest Théodore. "Saya ingin memberi tahu Lady, tapi urung karena melihat pembicaraan Lady dengan Janvier begitu hangat. Saya minta maaf, Lady."
Marie menaikkan alisnya sebelah dan berpikir, tapi Janvier menganggap bahwa Lady menjadi marah sehingga ia menjadi ketar-ketir dan bersiap-siap untuk meminta maaf. Marie melihat sekelilingnya dan menyadari bahwa memang benar kalau ia cukup lama di luar. Ia bahkan tidak menyadari hal tersebut karena terlalu invested mengobrol dengan Janvier.
"Tidak apa-apa, saya juga tidak menyadari bahwa saya mengobrol terlalu lama dan tidak mengingat tujuan saya kemari."
"Berarti saya yang salah karena mengambil waktu berharga, Lady. Saya memohon maaf yang sebesar-besarnya, Lady!"
Melihat Janvier saat ini ingin membuat Marie tertawa lepas. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa Janvier akan meminta maaf seperti itu. Namun, ia memikirkan hal lain yang dapat dimanfaatkannya.
"Kamu sungguhan merasa bersalah?"
"Benar, Lady."
"Kalau seperti itu, kamu harus menjadi teman mengobrol saya. Apabila saya membutuhkanmu untuk mengobrol santai seperti tadi, kamu harus siap sedia. Apakah kamu bersedia?" Maria memasang senyum terbaiknya dan kini terlihat sebagai rubah cantik memerangkap mangsanya.
"Saya bersedia, Lady!" Janvier menyahut tanpa berpikir panjang.
"Bagus, bagus. Kalau begitu, sampai bertemu pada kesempataan selanjutnya, Sir Janvier. Saya permisi dulu, Priest Théodore," Maria memberi hormat sebelum akhirnya kembali ke keretanya. Ia berjalan dengan cepat karena ekspresi di wajahnya mulai tidak bisa ia tahan.
Ia terlalu malu untuk tetap berada di sekitar tersebut sehingga memutuskan untuk kembali saja. Rencanannya untuk berbincang dengan Priest Théodore gagal, tapi ia senang karena mendapatkan lebih baik dari itu. Kini, ia dapat berbincang dan memperdalam interaksinya dengan Janvier tanpa harus memikirkan alasan yang pasti.
Marie berpikir ia ingin melakukan pendekatan lagi dengan Janvier, tetapi ia lupa bertanya jadwal kerja pemuda tersebut. Ia ingin pergi keluar lagi tapi ia ingat beberapa urusan yang belum ia selesaikan. Selain tugas dari ayahnya, Marie juga belum menyentuh kembali lembaran lamaran yang masih ada di meja kerjanya. Ia membaca beberapa lembar dari tumpukan lamaran tersebut, tetapi tidak ada yang menarik minatnya sehingga ia meletakkannya kembali.
***
"Marie, bagaimana kabarmu?" Count Schneider bertanya padanya di ruang kerjanya selepas makan malam.
"Saya baik-baik saja, Yah."
"Bagaimana dengan lamaran selanjutnya? Apakah kamu sudah menemukan orang yang cocok?"
Pikiran Marie langsung berkelana memikirkan Janvier dan percakapannya yang lewati bersama pemuda itu. Marie ingin tahu apakah ia harus menceritakan mengenai permulaan interaksinya dengan pemuda yang ditaksir. Namun, mengetahui bahwa para orang tua bangsawan sangat ketat soal pemilihan jodoh dan title, Marie ingin merahasiakan perasaan ini terlebih dahulu.
Count Schneider melihat Marie yang terdiam menaikkan sebelah alisnya. Ini adalah suatu hal yang baru karena biasanya ia akan langsung menjawab kegagalan. Ia ingin bertanya apakah ada sesuatu yang terjadi pada masa sekarang, tetapi ia memilih untuk menyimpan pertanyaan tersebut. Ia yakin bahwa suatu saat Marie pasti akan bercerita padanya.
"Marie, apapun yang terjadi ayah akan mendukungmu, oke?" Count Schneider memberikan ketenangan pada putrinya. Ia sangat menyayangi keluarganya dan akan mendukung apa yang terbaik bagi keluarganya.
Marie merasa kasih ayahnya yang sampai padanya. Awalnya ia ingin menutupnya rapat-rapat, tetapi ayahnya pasti sudah bisa membaca reaksinya. Ia mendekat ke ayahnya dan menggenggam tangannya. "Ayah, aku pasti akan berusaha. Aku tahu bahwa ayah selalu memanjatkan permohonan untuk diriku. Jadi, apabila Tuhan berkehendak, maka aku akan bertemu dengan pasangan yang terbaik bagiku."
"Ya, Marie. Ini pertama kalinya ayah melihatmu seperti ini dan ini merupakan perubahan yang bagus. Ayah tidak ingin mengganggumu lebih awal sehingga kamu fokus menemukannya. Ayah pasti akan mendukungmu, katakan saja apa yang ingin kamu katakan kepada ayah."
Marie menatap wajah ayahnya dengan tatapan yang lembut. Ayahnya yang sudah berumur lima puluh tahun dan mulai menampakkan gurat wajah termakan usia. Jika saja ia tidak malu ia pasti akan mengatakan dengan lisannya betapa ia menyayangi ayahnya. Ayahnya yang sangat baik dan selalu berada disisinya. Ia menjatuhkan keningnya diatas tangan ayahnya.
'Aku berharap jodohku seperti ayahku. Ayahku yang baik dan lembut, mengajari kami yang bagus dan selalu ada untuk kami. Aku ingin seberuntung ibuku yang bersama dan memiliki ayahku dan seberuntung ibuku yang bersama dan memiliki ayahku'
Ayah adalah cinta pertama anak perempuan, Marie sangat beruntung dapat merasakannya, Oleh karena itu, ia juga ingin bersama suami baik dan sosok ayah yang baik bagi anak-anaknya sehingga merasakan hal yang sama sepertinya.
***
Jadi bapak yang baek gess, biar tingkat fatherless gk ningkat terus. Perkembangan anak yg baik hrs ada campur tangan dari ayah n ibunya, gk cuma ibunya doang.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Seer's Beyond Sight
RomanceMarie Lise Schneider dapat melihat cuplikan masa lalu dan masa depan dengan menyentuh orang atau benda yang memiliki kenangan. Kemampuan tersebut membuatnya dapat melihat sikap kaum adam yang tidak sesuai dengan tipenya serta masa depannya yang sura...