Marie tidak dapat melepaskan bayang-bayang pria yang ditemuinya di perpustakaan itu dan berkeinginan untuk melihatnya lagi. Kebetulan sekali Baron of Hempshire yang perjalanannya melewati Auvergne sehingga Marie dan putranya bisa bertemu di Auvergnat. Marie dan Edward akan makan malam bersama dan setelahnya Marie akan mengajaknya menuju lantai dua. Meskipun tempat itu juga mengingatkannya pada kecerobohannya, Marie memutuskan untuk tetap pergi.
"Nama saya Edward Martin Gaillard dari Hempshire. Suatu kehormatan bertemu dengan Anda, My Lady." Edward memberikan hormat padanya.
"Saya Marie Lise Schneider, senang bertemu dengan Anda, Mister. Maafkan saya karena meminta Anda bertemu disaat Anda ke Auvergnat dan membantu Lord Gaillard."
"Tidak apa-apa, Lady. Lagipula kami bekerja saat sore dan ini sudah waktu makan malam. Ini juga merupakan suatu pemanfaatan waktu yang baik."
Marie tersenyum mendengarnya. "Benar juga. Mister jadi tidak perlu repot mengunjungi Auvergnat lagi setelah tiba di Hempshire. Bagaimana dengan pekerjaan Tuan, apakah berjalan dengan lancar?"
Edward Martin Gaillard, namanya. Ia memiliki mata hijau cokelat kehijauan yang cukup jarang di Auvergne. Ia memiliki senyum yang lembut dan Marie cukup menyukai senyumannya. Setelah menyelesaikan makan malam, Marie mengajak Edward untuk berbincang di lantai atas.
Begitu menaiki tangga, sebetulnya mata Marie sudah berkelana mencari keberadaan lelaki tersebut. Entah keberuntungan apa yang memihak Marie sehingga ia menemukan lelaki tersebut sedang duduk di kursi dekat ruangan pekerja. Marie sempat ragu karena lelaki tersebut mengenakan pakaian yang berbeda seperti kemarin. Ia mengenakan pakaian yang lebih rapi berupa kemeja dengan mantel berwarna cokelat gelap yang panjangnya mencapai setengah lutut, berlengan panjang dan sangat pas di tubuh rampingnya. Selain rambut indigonya yang tampak familiar, otak Marie kukuh memberitahunya bahwa disanalah sosok yang dia cari.
Ia melihat bahwa lelaki itu berada di meja tunggal dekat ruang staf dan sibuk menulis. Melihatnya begitu fokus, Marie sungkan untuk mengajaknya berbicara. Marie mengambil buku dan membacanya di kursi yang cukup dekat untuk memantau lingkungan sekitar dan ingin melakukan pembicaraan padanya. Marie menunda niatnya untuk menghampiri dan memilih fokus pada hal yang lain terlebih dahulu.
"Mister, saya ingin melihat sekitar terlebih dahulu, apakah tidak apa-apa?" tanya Marie pada Edward.
"Tidak apa-apa, Lady. Bagaimana jikalau kita mengambil buku yang menarik dan kita membacanya bersama di sofa disana?"
"Tentu, saya akan kembali dengan buku yang menarik."
Marie berjalan menyusuri buku-buku yang terpajang. Ia tidak memiliki motivasi untuk membaca sekarang, tapi paling tidak ia bisa membawa suatu buku untuk dijadikan kegiatan bersama Edward. Netra Marie menelusuri judul-judul buku yang kebanyakan adalah buku sastra. Kemudian, Marie melirik lagi kearah pria yang menarik perhatiannya.
Marie belum memberikan bingkisan pada Edward sehingga ia menghindari kejadian memalukan seperti sebelumnya. Marie mengganti sarung tangannya dengan sarung tangan yang lebih tipis, tetapi ia merasa tidak terlalu tergesa menggunakan penglihatannya pada Edward. Ia memiliki prioritas lain yang lebih penting.
Marie berjalan dibagian rak yang dekat dengan tempat pria yang menarik perhatian tersebut. Ia tidak terlalu kentara mendekatinya karena ada pengunjung lain yang membaca didekat area tersebut juga.
Marie tidak mendapati pria tersebut ada disana ketika ia menyambangi area tersebut. Marie memutuskan untuk berjalan kearah lain tetapi masih berada dalam radius yang dekat. Ia berpura-pura memindai buku-buku dihadapannya, padahal ia tidak fokus karena menanti datangnya pria tersebut.
Marie menghela napasnya karena merasa tindakannya sangat bodoh. Akan tetapi, ia tidak memperhatikan bahwa ia berada sangat dekat dengan area kerja pria menarik tersebut. Pada saat yang bersamaan, pria tersebut sedang berjalan dari ruang staf menuju kursinya. Marie tidak memperhatikan langkahnya.
"Eh–"
Marie hampir menabrak Janvier, tetapi ia berhasil menahan dirinya. Akan tetapi, mata Marie melihat bahwa kertas-kertas dan buku-buku yang dibawa Janvier hampir jatuh sehingga ia reflek mengambilnya.
Marie mulai melihat pemandamgan yang berbeda dari keadan sebenarnya. Ia melihat seorang pria tua di meja sedang sibuk menulis. Rambutnya memutih sangat tipis dan bagian dahinya yang gundul memantulkan cahaya lampu minyak.
Marie melihat visualisasinya dengan jelas lalu dengan tiba-tiba menjadi gelap dan kembali ke keadaan nyata dengan sangat cepat. Marie melihat bahwa lelaki tersebut menopang dirinya yang oleng.
Marie menarik lengannya dan menormalkan posisi tubuhnya dengan cepat. Si lelaki tampak begitu terkejut terlihat kentara dari bahunya yang tersentak dan hampir menjatuhkan lagi kertas perkamen yang ia bawa.
Marie dapat melihat iris sewarna biru langit yang menghipnotisnya. Iris biru terang tersebut seakan memberi kesan dingin walaupun ekspresi pemiliknya sama sekali tidak selaras dengan matanya. Itu sempat membuat Marie merasa pergerakannya terkunci sebentar karena menatapnya.
"G-Greetings, Lady Schneider." Ia memberi salam yang terlihat gugup pada Marie. Selesai dari keterkejutan, Marie merasa tersanjung karena pemuda itu mengenali dirinya.
"M-Mohon maaf, Lady, saya tidak menyadari Anda. A-Apa Anda baik-baik saja?" tanyanya pada Marie.
"Saya baik-baik saja. Maafkan saya karena tidak memperhatikan dan hampir menjatuhkan barang-barang Tuan," tutur Marie.
Marie teringat dengan visualisasinya yang ganjil seperti yang baru dilihatnya. Ia baru pertama kali mengalami hal seperti ini. Biasanya penglihatannya tidak berhenti meskipun dirinya dipanggil oleh orang lain.
Ia jadi penasaran. "Buku apakah yang kiranya Tuan bawa itu?" tanya Marie padanya.
"Ah, ini hanya buku pelajaran yang akan saya salin, Lady," jawabnya.
'Wah, pantas saja lelaki tersebut memiliki rambut yang sangat sedikit' Marie mengasihani para cendekiawan yang memajukan pengetahuan.
"Syukurlah bukunya baik-baik saja. Kalau seperti itu, saya akan undur diri. Maafkan saya karena telah menyita waktu Tuan."
Marie pamit dan pergi dari lokasi tersebut. Ia berusaha mengendalikan dirinya yang merasa beruntung bisa berbicara sepatah dua kata. Marie kemudian melanjutkan berbincang dengan Edward tanpa memikirkan menggunakan kemampuannya pada Edward.
***
Keesokan harinya, Marie memutuskan untuk menunda bertemu dengan para pelamar lain. Ia akan pergi menuju Solstice untuk bertemu lagi dengan Priest Théodore. Kali ini ia membawakan buah persik yang ia lihat di pasar. Persik besar yang ranum dan harum, Marie saja ingin membeli untuk dirinya sendiri nanti. Buah-buahan memang menjadi salah satu pilihan buah tangan karena buah-buahan cenderung dinikmati oleh bangsawan dan persik tergolong buah yang jarang dipasaran.
Marie dapat langsung melihat Priest Théodore yang sedang berdiri dihadapan pot bunga-bunga. Marie urung menghampirinya karena ia tampak sedang berbincang dengan seseorang. Marie tampak menilai selama beberapa saat karena merasa familiar dengan warna rambut lelaki disebelah Priest Théodore. Marie ingin berbalik badan, tetapi Priest Théodore lebih dulu menemukannya dan beranjak untuk memberi hormat padanya. Lelaki disebelahnya juga memberikan hormat padanya.
"Salam, Lady Schneider. Semoga Tuhan memberkati Lady."
"Terimakasih, Father. Saya kemari ingin berbincang dengan Anda, tapi sepertinya Anda memiliki tamu sekarang."
"Ah, bukan tamu. Benar juga, Lady, saya ingin mengenalkan Anda pada putra saya, jika Lady berkenan." Priest Théodore kemudian menarik pelan lelaki yang berdiri di sampingnya tersebut lalu merangkulnya. "Perkenalkan, Lady. Ini adalah putra kedua saya. Namanya adalah Janvier Théodore."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
A Seer's Beyond Sight
RomansMarie Lise Schneider dapat melihat cuplikan masa lalu dan masa depan dengan menyentuh orang atau benda yang memiliki kenangan. Kemampuan tersebut membuatnya dapat melihat sikap kaum adam yang tidak sesuai dengan tipenya serta masa depannya yang sura...