[K ]•| Jalan jalan

152 25 9
                                    

The Life of Kenan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

The Life of Kenan


Sabtu, 10 - Desember - 2023
[08.00]

“K-kakak …” panggil sang empu dengan tatapannya mengarah pada lantai. Nyalinya seakan hilang jika berhadapan dengannya sekarang, raut wajahnya pun terlihat ketakutan saat berada dekat dengan sang puan. Sementara Aksalen sekarang hanya menatapnya dengan tatapan nyalang.

“Ma-maaf, boleh Kenan minta ponsel Kenan kak?” ujarnya meminta izin dari sang puan yang sedang duduk di sofa dengan laptop di hadapannya,
“kalau g-ga boleh gapapa kak, aku cuma kangen ayah sama ibu, Kenan tadinya mau minta izin untuk pergi ke ma—” Belum sempat Kenan menyelesaikan perkataannya, Aksalen sudah menaruh jari telunjuknya tepat di depan bibir Kenan.

“Lo ga boleh kemana mana, kecuali ke kampus.” Kenan mengangguk patuh, dengan anggukan kecil dan sedikit terlihat gemetaran, “mulai sekarang semua yang lo lakuin bakal gua awasin.” Ucap Aksalen dengan penekanan di dalam kalimatnya.

“I-iya kak, sekarang Kenan boleh minta ponsel Kenan kak?”

Aksalen merogoh saku celananya, lalu mengeluarkan ponsel sang empu. “Sebelum lo dapetin barang ini, gua mau nanya. Dari mana lo dapetin foto foto gua mulai dari foto foto gua pas masih kecil sampe sekarang?” tanya Aksalen dengan nada bicara yang mengintimidasi laki laki di hadapannya itu.

“I-itu …” Tamat sudah riwayat Kenan sekarang, karena Aksalen sudah menatapnya dengan tajam seolah tatapannya mencoba membaca isi hati sang empu.

“Jawab Kenan.” ucap Aksalen dengan lembut, namun kelembutan itu yang membuat Kenan menjadi gemetaran seperti yang sekarang sedang kenan rasakan.

“Itu, foto itu Kenan dapet dari kamera ayah kak. U-untuk foto kakak yang sekarang itu …” Kenan ragu untuk mengatakan, namun Aksalen sudah berdiri dengan menggenggam alat kejut listrik di salah satu tanganya, “… Kenan yang foto kakak, maaf kak Kenan ga sopan.” Ucapnya dengan cepat dan mata yang memejam kuat.

Aksalen memberikan ponsel itu kepada sang empu, tanpa mengatakan apapun dan kembali duduk focus dengan laptopnya. Kenan merasa bingung dengan semua yang Aksalen lakukan, tak biasanya Aksalen setenang ini.

“Ma-makasih kak!” Kenan menunduk, lalu berbalik badan dan berjalan dengan susah payah keluar dari dalam kamar megah yang menjadi saksi bisu kekejaman sang puan.

Kenan berjalan dengan mengandalkan tembok tembok kokoh yang menjadi tumpuannya, kakinya membengkak dan membiru jadi Kenan kesulitan untuk berjalan apalagi jika ia minggu depan harus masuk, karena sudah beberapa minggu lebih Kenan absen tidak mengikuti pelajaran di kampus.

——

Berjam jam Aksalen menunggu waktu yang sekarang ia nantikan, sore sudah datang Aksalen bersiap untuk pergi bersama dengan teman temanya seperti perjanjian yang mereka sepakati kemarin. Dengan kaos oblong hitam dan celana cargo denim, ia berjalan menuruni anak tangga.

“Nona mau kemana?” tanya bi Ana.

“Mau pergi, ga usah banyak tanya lo, obatin aja si Kenan.” Jawab Aksalen dengan ketus.

“Tapikan tuan hanya akan menurut dengan Nona, kenapa Nona tidak mengajak tuan pergi juga?” tanya bi Ana lagi.

Aksalen memutar bola matanya, ia terlalu malas untuk meladeni wanita paruh baya yang selama ini selalu saja cerewet mengaturnya harus seperti ini dan itu.

“Gua mau pergi, tugas lo sekarang obatin Kenan. Dia bakal nurut, bilang kalau ini perintah gua.” Tutur Aksalen sebelum dirinya hilang di telann oleh pintu utama yang semakin lama semakin menutup.

Bi Ana menghela nafas kasar, melihat Aksalen yang acuh tak acuh dengan sang tunangan membuatnya merasakan iba dengan anak laki laki yang sekarang sedang berada di belakangnya.

“Bibi, kakak mau pergi kemana?” tanya sang empu dengan suara lembutnya, namun sedikit serak dan kecil. Bi Ana berbalik menatap Kenan dengan tatapan yang sulit diartikan, “bibi kurang tau Tuan, nona tidak memberitahu.” Jawab bi Ana.

“Ouhhh … ” keluh sang empu sedikit kecewa dengan Aksalen yang pergi begitu saja. Padahal niatnya ia ingin berbicara sebentar dengan sang puan, jadi ya sudahlah.

“Tuan, mari bibi obati.” Ajak bi Ana dengan suara halus bak kain sutra.

“E-engga usah bi, nanti bisa sembuh sendiri.”

“Gapapa, nona yang memberikan perintah langsung. Tuan, ini kesempatanmu untuk sembuh dari luka mu.”

Kenan mematung, benar benar mematung seolah tak percaya dengan Aksalen yang tiba tiba saja sedikit memberikan perhatiannya, jantungnya berdebar kencang dengan sifat Aksalen yang sedikit berubah, bukan karena terbawa oleh perasaan cintanya melainkan perasaan takut akan apa yang akan menimpanya.

“Kak, kenapa di waktu ini kau akan baik? Lalu di lain waktu kau seolah bukan dirimu, kakak kenapa?” batinnya dengan ribuan pertanyaan di dalam pikirannya. Kenan mengangguk, lalu dituntun menuju sofa ruang tamu dan lagi lagi ia harus menahan rasa sakit yang ia rasakan saat kakinya yang membengkak itu Kembali diobati.

——








—|The Life Of Kenan|—







——


Aksalen sampai di tepi pantai, ia keluar dari dalam mobilnya dan mendekati teman temanya dengan membawa jagung dan beberapa makanan lain. Mereka berlibur di bibir pantai dan berencana untuk mengadakan bakar bakar jagung sembari bercerita tentang pengalaman mereka.

“Asik makanan kita udah sampe!!” seru Darren, karena ialah yang paling excited dengan makanan.

“Dasar tukang makan.” Sindir Esha sembari membantu Aksalen membawa bahan bahannya, begitupun dengan Mahesa.

Setelah semua persiapan sudah lengkap dan tertata rapi dengan ranting ranting kayu yang sudah terkumpul. Kesunyian sedikit menyapa, mereka duduk di bibir pantai memandang ombak ombak laut yang memberikan efek nyaman dan tenang. Hanan duduk di samping Darren, lalu terus sampai berakhir di Mahesa yang duduk dengan Arvan.

Begitu banyak yang mereka bicarakan, mulai dari candaan dan hiburan ringan hingga bercerita tentang bagaimana keluarga mereka. Begitulah mereka, mereka bukanlah sebuah perkumpulan anak anak berandal atau biang rusuh di kampus, apakah ada yang mengira jika mereka adalah anak anak berandal karena Aksalen??

Sebenarnya tidak, mungkin mereka menyukai motor, namun mereka tidak lupa dengan kewajiban belajar dan mengikuti kelas. Entah bagaimana mereka yang notabenenya bukanlah dari fakultas yang sama, namun mereka mampu tetap berkumpul hanya untuk mengobrol ringan.

Tak terasa, hari sudah menjelang malam, Hanan dan Nathan sibuk mencoba menyalakan api unggun dengan sebuah korek, sedangkan yang lainnya sibuk menyiapkan bahan bahan untuk mereka panggang diatas api unggun yang entah kapan menyalanya.

“Cok, bikin api unggun ternyata ga segampang bikin kue!!” ujar Nathan yang memang ahli dalam memasak, begitupun Darren.

“Lama banget lo!! Udah mau gelap ini, cepetan!!” oceh Esha yang muak melihat dua bujang itu masih sibuk membakar ranting dengan korek satu satunya yang mereka punya.

“Susah anj sabar!!” jawab Nathan kesal dengan ocehan sang puan.
Sedangkan Aksalen masih duduk seorang diri menatap pada senja, langit dan awan berubah menjadi orange dengan perpaduan ombak pantai yang berbisik, langit semakin gelap dan redup dengan detik demi detik, menit demi menit matahari pun semakin hilang seolah pergi menghilang di balik garis pantai.
Mahesa menolah pada Aksalen yang duduk seorang diri di bibir pantai, ia mendekat pada sang kekasih.

“Kenapa?” Tanyanya, memandang langit yang semakin gelap dengan pemandangan indah yang di lukis oleh alam.

Aksalen diam saja, tak ada sahutan untuk mencoba menjawab pertanyaannya, lantas Mahesa pun menoleh, Aksalen menatapnya dengan tatapan penuh arti yang tak bisa dideskripsikan.

“Len? Aksalen kamu kenapa??” Tanya Mahesa

“Kamu masih belum bisa lupa? Sayang, udah berapa kali aku bilang?”

“Ga bisa … ”

——

——

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


The Life of Kenan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

The Life of Kenan

——
Hallo maaf pendek (⁠。⁠•́⁠︿⁠•̀⁠。⁠)
——

——
Ada pesan untuk siapa? Tulis di sini yaa?!!
——

The Life Of KenanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang