13

12K 672 619
                                    

Happy Reading

Tandai jika ada typo!


Di kediaman Ziurich, Aron dan Ratna marah karena mendengar putri bungsu mereka yang baru saja mengalami perundungan di sekolahnya.

Aron menatap kedua teman Nadira dengan tajam. "Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Nadira bisa sampai mengalami pembullyan di sekolah? Dan siapa yang sudah berani membully Nadira?"

Citra, teman sekelas sekaligus sahabat Nadira itu menunduk takut. "Sa-saya kurang tahu bagaimana kejadiannya Om, waktu itu Nadira dibully saat jam pelajaran."

Ratna menghela napas, ia kemudian menatap teman Nadira yang satunya lagi. "Apa Rachel tidak menolong Nadira?" tanya Ratna.

Seingatnya, dulu Nadira juga pernah bercerita jika putrinya itu hampir mengalami perundungan di sekolahnya. Namun, saat itu Rachel datang dan membantu Nadira. Dan setelah itu tidak ada yang berani membully Nadira.

"K-kak Rachel gak masuk sekolah tadi, Tante." Lisa menjawab pertanyaan Ratna.

Aron mengerutkan keningnya, Rachel tidak sekolah? Ada apa dengan putri tertuanya itu? Aron jelas tahu bahwa Rachel adalah sosok yang ambisius terhadap pelajaran, mana mungkin gadis itu tidak masuk sekolah.

"Sebaiknya nanti kita tanyakan sendiri sama Rachel," ujar Ratna memberi saran.

"Benar." Aron menatap kedua teman Nadira. "Terima kasih kalian berdua sudah mau mengantar Nadira," ucapnya.

Lisa dan Citra mengangguk. "Sama-sama Om, biar bagaimanapun Nadira sahabat kami."

"Ya sudah kalau begitu kami pamit pulang dulu, Om, Tan."

Aron dan Ratna mengangguk setuju. "Sekali lagi terima kasih!" ujar Ratna.

Setelah kepergian kedua teman Nadira. Ratna dengan segera menghubungi Rachel, ia akan menanyakan hal ini pada Rachel. Beberapa saat setelahnya sambungan itu terhubung, tanpa basa-basi Ratna langsung menyerbu Rachel dengan pertanyaan menuntut.

"Rachel, kenapa kamu gak sekolah?" tanya Ratna langsung.

"Kenapa, Ma?"

Mendengar suara putrinya, Aron langsung berucap. "Kamu kenapa tidak sekolah? Kamu tahu, adik kamu baru saja mengalami perundungan di sekolah tadi pagi. Kenapa kamu tidak menolongnya?" tanya Aron dengan nada tegas.

"Lah mana aku tahu, aku kan gak sekolah!"

Aron menggeram kesal mendengar jawab putrinya di seberang sana. Ia dengan cepat merebut ponsel itu dari tangan istrinya.
"Gara-gara kamu, adik kamu harus ngalamin pembullyan itu! Dimana tanggung jawab kamu sebagai seorang kakak, hah?" bentak Aron emosi.

"Papa apaan sih? Kenapa malah nyalahin Rachel? Rachel gak tahu apa-apa ya! Lagian juga aku gak masuk sekolah karena aku lagi gak enak badan. Papa jangan seenaknya langsung nyalahin Rachel gitu dong!" suara Rachel di seberang sana terdengar tak terima.

"Rachel!"

"Aku juga gak bisa selalu jagain Nadira dua puluh empat jam! Aku juga punya urusan aku sendiri, dan Nadira udah gede, Pa! Berhenti perlakuin dia kayak anak kecil!"

Aron menggeram marah mendengar nada tinggi Rachel di seberang sana. Rahang pria paruh baya itu mengeras.

"Ada apa denganmu Rachel? Kenapa kamu sekarang terlihat tidak peduli dengan adikmu? Padahal selama ini kamu selalu menjaga dan menyayangi adikmu, kamu berubah!" bentak Aron.

Terdengar suara kekehan dari seberang sana, hal itu memicu kemarahan Aron bertambah.

"Aku udah bukan Rachel yang dulu, Pa! Aku gak akan nyia-nyiain waktu aku cuman buat belain anak gak berguna kayak Nadira."

Rachel's Second Life [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang