32

7.4K 491 52
                                    

Happy Reading

Tandai jika ada typo!

Tiga hari berlalu, Rachel juga kembali tinggal di apartemennya. Sebenarnya kakek dan neneknya meminta dirinya untuk tinggal lebih lama di rumah mereka, namun, ia menolaknya.

Hari ini, Rachel kembali masuk sekolah. Namun, gadis itu selalu dibuat emosi oleh kehadiran teman-teman Azriel yang selalu mengganggunya. Tidak semua, hanya Febri dan Tian. Mereka berdua mendatanginya dan kembali melayangkan tuduhan dan kata-kata hinaan padanya saat jam istirahat pertama dan kedua. Entah apa yang membuat Febri dan Tian seolah begitu membencinya, Rachel tidak tahu. Padahal sudah berulang kali ia menjelaskan kepada mereka bedua kalau yang mereka tuduhkan itu tidak benar. Namun, mereka berdua tetap saja selalu mengganggu dirinya.

Kringg...

Bel pulang sekolah berbunyi, sang guru pun mengakhiri sesi belajar-mengajar, kemudian berpamitan kepada seluruh murid yang ada di dalam kelas. Setelah guru itu pergi, para murid langsung bergegas menyusul sang guru ke luar kelas.

Rachel berjalan bersama Diza di koridor sekolah yang masih ramai, keduanya nampak mengobrol ringan.

"Terus lo setuju?" tanya Rachel sembari melirik Diza yang berjalan di sampingnya.

"Gue aslinya gak setuju, Chel. Gue pengen lanjutin kuliah gue dan kejar mimpi gue, tapi gue gak bisa berbuat apa-apa. Ini udah keputusan bokap dan nyokap gue." Nada suara Diza terdengar lemas.

Rachel mengangguk. "Kenapa lo gak nyoba buat ngomong pelan-pelan sama mereka kalau lo mau lanjut kuliah?" usulnya.

Diza menggeleng. "Gue udah ngomong sama mereka, tapi mereka tetep mutusin buat masukin gue ke pesantren. Lo tahu gue kayak gimana kan, Chel? Gue kalau ngomong suka kasar dan ceplas-ceplos, gue gak bisa bayangin kalau gue masuk pesantren. Yang ada gue bakalan sering ditegur gara-gara ngomong kasar terus. Huh! Anjing emang," gerutunya sembari mengumpat.

Wajah Diza terlihat kesal dan frustasi. Tadi malam, kedua orang tua gadis itu tiba-tiba mengatakan kalau mereka akan mengirim Diza ke pesantren setelah lulus sekolah nanti.

Diza tentu saja terkejut, gadis itu langsung menolak dan membujuk kedua orang tuanya. Namun, semua usahanya sia-sia, kedua orang orang tua gadis itu tetap kekeh pada keputusan mereka.

Rachel menghela napas. "Kalau gitu, mau gak mau lo harus terima, sih. Sorry, gue gak bisa bantu apa-apa," ucapnya.

Diza mengangguk. "Enggak papa! Gue cuma sedih aja kalau kita bakalan pisah nantinya, gue yang ada di pesantren gak akan bisa ketemu lo setiap hari."

Rachel menepuk pundak Diza. "Lo yang sabar, ya. Gue yakin lo pasti bisa," ucapnya menyemangati.

"Makasih, btw gue pulang dulu, ya? Jemputan gue udah datang, tuh!" pamit Diza sembari menunjuk sebuah mobil yang berjalan ke arah keduanya.

Rachel pun hanya menangguk. Gadis itu memilih untuk duduk di salah satu kursi panjang yang berada di depan gerbang sekolah, ia sedang menunggu Azriel yang akan menjemputnya.

Mengenai kondisi Azriel, Rachel belum mengetahui jika laki-laki itu sudah bisa berjalan dengan normal tanpa bantuan tongkat. Saat Rachel berkunjung ke rumah Azriel, laki-laki itu masih menggunakan tongkatnya ketika berjalan.

"Chel!"

Rachel menoleh. Seketika gadis itu langsung mendengkus saat melihat Satria dkk menghampirinya.

"Lo kenapa belum pulang?" tanya Satria bingung.

Febri menatap Rachel dengan sinis. "Apalagi? Pasti lagi nungguin cowok barunya, tuh!"

Rachel's Second Life [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang