36

5K 408 266
                                    

Happy Reading

Tandai jika ada typo!

"Apa maksud kamu, Lia?"

Azriel kembali bertanya setelah berdiam cukup lama. Keduanya masih berada di dalam mobil dengan posisi berpelukan. Sedari tadi, Rachel terus menangis di dalam pelukan Azriel.

Rachel melepaskan pelukan keduanya. Gadis itu menatap Azriel di depannya dengan wajah yang dipenuhi air mata.

"Se-semua yang kamu lihat di dalam mimpi itu nya-nyata, El. A-aku ngalamin itu semua." Gadis itu berucap dengan terbata-bata karena sesenggukan. Suaranya pun terdengar serak dan bergetar. Buliran air bening kembali keluar dari kedua mata indah itu.

Azriel menatap Rachel dengan rumit. "Mimpi itu nyata? Jangan bikin aku makin overthinking, Sayang."

Laki-laki itu menghela napas gusar kemudian kembali berkata dengan nada putus asa, "Kayaknya emang ada yang aneh sama aku, apa sebaiknya aku pergi ke psikolog aja? Mimpi itu benar-benar bikin aku ketakutan. Aku udah berusaha buat lupain mimpi itu dan bersikap biasa saja, tapi enggak bisa. Mimpi itu selalu datang setiap malam."

Sepertinya setelah ini, Azriel akan pergi ke psikolog saja. Ia benar-benar frustasi dengan mimpi-mimpi yang selalu menghantuinya. Ia juga tidak yakin akan tetap waras jika mimpi itu terus menerus datang di setiap malamnya.

Rachel menggeleng dengan air mata yang terus keluar. Mendengar ucapan Azriel membuat hatinya semakin sakit. Rasa bersalah dan menyesal berkumpul di hatinya, memberontak, dan membuat dadanya begitu sesak.

Bahkan di kehidupan kali ini, ia kembali membuat Azriel menderita melalui mimpi-mimpi yang menghantui laki-laki itu. Kenapa? Kenapa dirinya selalu menorehkan luka pada laki-laki itu? Mengapa Tuhan memperlihatkan masa lalunya dan Azriel melalui sebuah mimpi?

Padahal ia sudah berusaha untuk memperbaiki segalanya, menerima laki-laki yang begitu mencintainya dengan tulus, menghindari seseorang yang menjadi penyebab kehancurannya, dan menghindari semua kesalahan yang pernah ia lakukan di masa lalu.

Rachel sudah berusaha melakukan semuanya dengan baik. Ia juga merelakan keinginannya untuk merasakan kasih sayang Aron dan juga Ratna. Ia tidak lagi berharap kepada keluarganya, ia hanya ingin menjalani kehidupan keduanya dengan baik.

Ia hanya ingin menebus kesalahannya kepada Azriel, laki-laki yang begitu tulus mencintainya hingga rela mati demi dirinya. Ia ingin membuat laki-laki itu bahagia, tapi mengapa rasanya sulit sekali?

Tangan kanan gadis itu meraih tangan Azriel kemudian menggenggamnya dengan erat. Matanya yang berair menatap laki-laki itu dengan sorot sendu penuh rasa bersalah.

Azriel menatap kedua mata gadis itu dengan bingung. Hatinya terasa sakit melihat tatapan gadis itu yang seakan menyimpan banyak luka.

"Ka-kamu mau dengerin cerita aku?"

Rachel menghela napas. Tangan kirinya menghapus air matanya dengan kasar. Setelah dirasa lebih baik, ia kembali menatap Azriel.

"Mungkin setelah ini, kamu akan anggap aku gila, ta-tapi aku gak peduli," ujar gadis itu dengan sedikit terbata.

"Maksud kamu?" Azriel bertanya dengan bingung.

Rachel's Second Life [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang