Chaptēr 17 - Kabar Tak Terduga.

208 26 7
                                    

Bintang dipojok kiri kayaknya nunggu buat dipencet😇

"Karena tiga bulan belakangan kamu gak berangkat sekolah, nilai akademis kamu jadi kacau. Kamu ketinggalan pelajaran dan gak bisa ikut PTS terakhir. Untuk absensi, komite sekolah sepakat buat memaklumi itu mengingat apa yang terjadi sama kamu dan keluarga kamu."

Bu Laila adalah wali kelas XI IPA 1. Berdasarkan cerita Visha, guru itu merangkap sebagai dekan disalahsatu universitas negeri. Diusianya yang hampir setengah abad, wanita itu terlihat masih segar dan awet muda.

"Sebelumnya, Runa..." Guru itu melepas kacamata-nya, lalu menatap Runa dengan tatapan iba. "Saya turut berdukacita atas orang-tua kamu.

Runa tidak bisa menahan ekspresinya. Sebelah alisnya terangkat menanggapi ucapan Bu Laila.

Untuk apa simpatisan itu?

Maksud Runa, dia sudah duduk diruangan Bu Laila selama 10 menitan dan menerima ucapan panjang lebar tapi baru setelahnya ia mendengar ucapan dukacita?

Apakah orang Indonesia memang bertele-tele seperti ini?

"Saya lumayan mengenal Ibu kamu, dia perempuan yang sopan dan tenang. Sayang sekali akhirnya malah seperti ini. Kamu yang kuat, ya."

Runa bertanya-tanya kenapa orang-orang sekolah tidak membicarakan kasus Ranggala Danu ataupun kecelakaan itu. Sebenarnya, Bu Laila adalah satu dari sedikit orang yang mengucapkan belasungkawa.

Ini menjadi aneh mengingat diluaran sana, kecelakaan Ranggala Danu menjadi santapan nikmat bagi media wartawan. Beberapa media bahkan memberitakan jika Ranggala Danu sengaja ingin menghilangkan nyawa anak, istri, dan dirinya sendiri karena tekanan pekerjaan. Tapi tentu Polisi membantah berita ini karena tidak sesuai dengan bukti di-TKP.

Azores Group adalah perusahaan besar. Meski terguncang masalah penggunaan hak cipta dan kecelakaan pemilik perusahaan, tidak mungkin bisnisnya roboh begitu saja. Apalagi itu merupakan bagian kerajaan bisnis seorang Arkasatya Armandanu. Kakek Deruna itu merupakan pebisnis yang disegani sekaligus ditakuti karena kebrutalan-nya menyingkirkan pesaing-pesaingnya.

Mungkin sebagian besar dari mereka tetap diam karena sudah dibungkam lebih dulu, entah dengan cara apa. Ini alasan yang menurut Runa paling masuk akal.

"Saya manggil kamu kesini buat ngasih tahu kalau dua minggu kedepan, kamu bakal ikut jam tambahan setelah pulang sekolah."

"Jam tambahan?"

Bu Laila mengangguk. "Buat ngejar ketertinggalan kamu, kepala sekolah ngadain sesi jam tambahan setelah pulang sekolah. Nanti kamu bakal dibimbing sama guru mapel. Konsepnya mirip kayak jam pelajaran biasa."

"Dalam prosesnya bakal ada evaluasi materi berupa tes tertulis. Kalau nanti nilai evaluasi kamu cukup bagus, itu bakal dipake buat ngisi nilai-nilai kamu yang kosong."

Runa paham sekarang.

Tes kenaikan kelas kurang dari dua bulan lagi. Akan merepotkan kalau Deruna tidak bisa mengejar ketertinggalan pada nilai akademis-nya. Meski disatu sisi pihak sekolah memaklumi kondisi Deruna, tapi tidak dibenarkan jika Deruna tetap naik kelas padahal banyak kekosongan pada nilai Deruna karena absensinya. Bahkan jika setengah kepemilikan sekolah ini ada ditangan keluarga Deruna, itu tetap bukan suatu pembenaran.

Itu terdengar seperti dalih yang bagus.

"Saya ngerti, Bu."

Bu Laila tersenyum puas karena gadis itu cepat paham. Dia lantas berdiri dan berjalan menuju pojok ruangan, pada mesin printer yang ditaruh dibawah jendela. Ada setumpuk kertas pada slide-nya dan Bu Laila mengambil kertas paling atas dari sana.

D E R U N A [ HIATUS ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang