Runa turun dari mobil Axel dengan sedikit kesusahan. Itu karena tubuhnya masih lemas dan kepalanya terus berdenyut pusing sejak tadi.
Visha berinisiatif merangkul Runa untuk membantunya berjalan dengan Axel yang mengikuti dibelakang dua gadis itu. Ketiganya lantas memasuki area makam tanpa banyak bicara.
Mereka tiba diarea pemakaman sekitar tengah hari. Beruntungnya sejak pagi cuaca Jakarta tidak begitu cerah. Langitnya terdistorsi awan yang membuatnya terlihat setengah mendung. Kalau matahari bersinar terik, Runa tidak yakin bisa menopang tubuhnya lebih lama mengingat kondisi kesehatannya yang belum pulih.
Ini adalah pemakaman elite dipusat kota. Setiap sudutnya ditata dan diurus dengan baik. Dibagian utara makam, ada satu lahan yang digunakan sebagai tempat parkir. Tapi meski sudah disediakan tempat parkir, tetap tidak bisa menampung luapan kendaraan para pelayat yang terus berdatangan. Sebagian dari mereka yang tidak kebagian tempat parkir harus memarkirkan kendaraan disepanjang bahu jalan.
"Kenapa mereka belum pulang juga, sih!" Visha menggerutu kesal melihat beberapa kru wartawan masih betah meliput acara. "Mau sampai kapan mereka disini? Betah banget nyari duit dari dukacita orang lain!"
"Gak usah diladenin, cepetan jalan!" Kata Axel dibelakang Runa dan Visha.
"Itu Deruna bukan?"
Axel berdecak kasar saat seorang juru kamera disebrang jalan berseru lantang.
Padahal rencananya mereka akan masuk kepemakaman tanpa menarik perhatian dari orang-orang.
Tapi sepertinya itu tidak mungkin.
"Iya-iya! Itu anaknya Ranggala Danu!"
"Dia beneran Deruna, guys!"
Dari sanalah satu-persatu wartawan bergegas menghampiri Runa. Mereka berlari kearah Runa dengan membawa kamera dan alat-alat lainnya.
Axel lantas memasang badan untuk melindungi sepupunya saat para wartawan mulai mengerubungi mereka.
"Deruna apa kasus pelanggaran hak cipta-nya masih berlanjut?"
"Saya dapat info kalau Pak Harist Eidof'for juga datang melayat? Apa itu benar, Kak?"
"Kak Deruna tolong klarifikasi-nya soal kecelakaan itu!"
"Apa benar Pak Ranggala Danu berniat melarikan diri hari itu?"
"Apa sih! Tolong kasih jalan, ya. Jangan dorong-dorong!" Visha menghalau mic-mic wartawan yang diarahkan ke Runa. "Minggir, nggak?!"
Axel bisa merasakan kalau Runa semakin pucat dan lemas. Bahkan sesekali gadis itu nampak menutup mata dengan ekpresi menahan sakit. Itu membuat Axel berdecak kasar.
"Bagaimana dengan Bu Melindani? Apa beliau sudah ditemukan?"
"Apa Kak Deruna tahu soal pelantikan Pak Edward Ryan sebagai CEO Azores Group yang baru? Bagaimana tanggapan anda tentang itu? Mohon dijawab, Kak!"
"Biarin kita lewat!" Axel mendorong seorang juru kamera yang menghalangi jalan.
Tanpa diduga beberapa pria berseragam menerobos kerumunan wartawan dan menciptakan ruang antara Runa dan para wartawan.
"Tolong mundur! Beri jalan!" Ucap tegas salah satu diantaranya.
"Semuanya dimohon tenang, jangan saling dorong!"
Para Polisi datang menghalangi para wartawan itu. Mereka membantu Runa, Visha, dan Axel keluar dari kerumunan bahkan sampai mengantarkan ketiganya melewati gerbang pemakaman.
"Terimakasih, Pak." Ucap Axel saat terbebas dari gerombolan wartawan.
"Nggak perlu berterimakasih, ini sudah tugas kami. Kalian bisa langsung kesana sekarang, biar kami yang ngurus para wartawan itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
D E R U N A [ HIATUS ]
Chick-LitAdelia Rena. Umurnya 28 tahun dan merupakan Agent bayaran disebuah oraganisasi intelektual rahasia Amerika, mendapati dirinya terbangun di Rumah sakit dengan orang-orang asing yang terus-terusan memanggilnya 'Runa'. Setelah dibuat frustasi dan dih...