Chaptēr 18 - Batas sebuah Harapan.

214 31 9
                                    

Gak tahu kesambet apa tiba-tiba ide mengalir menunggu untuk dicurahkan. Padahal gak ada rencana buat double up...

Sebagai seorang Agent, Rena tidak terbiasa menunjukkan emosinya. ‘Emosi’ adalah hal yang berlebihan untuknya. Sesuatu yang tidak diperlukan dalam pekerjaan Rena. Itu adalah sesuatu yang bisa membuatnya menjadi lemah dan ragu.

Lemah masih bisa diterima. Setidaknya itu masih bisa diatasi. Tapi ‘ragu’ adalah akhir dari Segalanya.

Agent yang ragu untuk mati, atau agent yang ragu menarik pelatuk senjata, orang-orang seperti itu disebut bodoh karena terjun dipekerjaan besar tapi tidak siap dengan konsekuensinya.

Runa ingat betul saat baru diterima menjadi seorang agent bayaran. Misi pertama-nya yaitu membereskan satu keluarga mafia di Spanyol. Itu keluarga dengan dua anak kecil didalamnya. 

Setelah menghabisi orangtua anak-anak itu, Runa menjadi ‘ragu’ untuk melanjutkan sisanya. Anak-anak itu masih sangat kecil, dan muda. Tak adil pikirnya, menghabisi mereka hanya karena terikat hubungan darah dengan orangtuanya.

Tau apa yang lucu?

Saat dirinya dilanda keraguan untuk menarik pelatuk senjatanya pada anak-anak itu, ditengah-tengah pikirannya yang mulai mempertanyakan moralitasnya sendiri, satu diantara anak-anak itu mengeluarkan pisau dan menusuk Runa tepat diperut. Itu jenis tusukan yang dalam hingga petugas medis dibase perawatan bilang bekasnya tidak akan hilang seumur hidup.

Runa bersyukur karena itu. Setidaknya selama seumur hidup, setiap kali melihat bekas luka itu, Runa akan ingat seberapa kecewa-nya ia saat dikhianati oleh perasaannya sendiri. Jika saja saat itu Runa tidak ragu, maka akhirnya pasti berbeda.

Lalu kenapa sekarang—

"Kalau lo gak siap buat ini, gue bisa putar arah, Run. Kita bisa balik dulu ke-apartemen."

Runa mengalihkan tatapan pada Axel.

Tak seperti tadi, wajah cowok itu sudah cukup melunak. Meski guratan tegang masih tersisa disepanjang rahangnya, setidaknya tatapan Axel tidak sekaku diawal-awal.

"Kita udah sampai sini," Runa membuka mulut setelah lama terdiam disisa perjalanan. "Seenggaknya gue mau lihat situasinya."

"Lo yakin?"

Runa mengangguk.

Keduanya lantas keluar dari mobil. Axel menyuruh Runa meninggalkan semua barangnya dimobil dan Runa melakukannya. Baru setelahnya Axel memimpin jalan menuju satu ruangan dibagian sayap barat Rumah sakit.

Lokasi Rumah sakit ini sedikit rancu. Itu karena alih-alih ada dipusat kota, tempat ini malah terletak dipinggiran kota Jakarta. Hal itulah yang membuat perjalanan mereka kemari cukup memakan waktu.

Saat Runa dan Axel memasuki area dalam Rumah sakit, tidak banyak orang yang mereka jumpai disepanjang koridor. Bagian gedung itu cukup sepi. Cuma beberapa perawat yang sesekali lewat. Ruangan-ruangan disepanjang koridor juga tidak dihuni oleh pasien dan lampunya dibiarkan tidak menyala. Hanya lampu koridorlah yang menerangi sepanjang lorong-lorong.

Setelah melewati beberapa belokan koridor, barulah Runa melihat beberapa orang dikejauhan yang berdiri didepan sebuah pintu ruangan disudut lorong. Runa mengenali satu-dua diantaranya. Sedangkan sisanya merupakan wajah baru yang belum pernah Runa temui.

"Runa..."

Seorang wanita asing menerjang Runa dengan pelukan. Wanita itu menangis tersedu-sedu sambil mendekap Runa erat.

"Kamu yang sabar ya, sayang." Katanya wanita itu masih sambil memeluk Runa.

"Mah, jangan disini." Kata Axel pelan.

D E R U N A [ HIATUS ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang