Di Akhir Mimpi | Act I-Putih: Chapter I-Part 7

383 52 0
                                    

Di balik pintu itu, tak diduga ada sebuah lorong yang sangat gelap dan pekat. Namun, dengan keberanian dan sedikit kenekatannya, Alicia mengalahkan keraguan di hatinya untuk masuk.

Semakin jauh gadis manusia itu berjalan, lorong yang dilewatinya semakin terasa dingin dan lembab. Hening dan senyap juga menyertai dengan rasa mencekam yang hanya dipecahkan oleh suara langkah kaki miliknya sendiri.

Tanpa disadari, bulir peluh mulai terbentuk di dahi Alicia, dengan setiap langkahnya diiringi oleh detak jantung yang semakin cepat.

Tiba-tiba, saat gadis bermata safir ungu itu telah berjalan cukup jauh, si lelaki bertudung menutup pintu dengan suara pintu terkunci terdengar mengikutinya.

Di tengah kegelapan, Alicia terperangkap.

"Apa yang akan aku lakukan?" bisiknya dalam hati. "Apakah ini jebakan?" Meski rasa takut mulai menyelimuti hatinya, Alicia menguatkan diri dan memutuskan untuk tetap maju.

Berjalan sembari meraba dinding di kedua sisinya, si gadis manusia yang terus berjalan, akhirnya melihat secercah cahaya yang menarik perhatiannya.

Cahayanya nampak samar, seperti merangkak keluar dari celah antara pintu dan lantai di kejauhan.

Dengan langkah yang semakin cepat, Alicia bergegas. Tujuannya tak lain adalah cahaya yang didapati oleh matanya, yang entah karena apa dia menyakini bahwa dia akan baik-baik saja jika mencapainya.

Semakin dekat langkah si gadis manusia, cahaya itu nampak semakin terang, membangkitkan harapan yang tipis di dalam hatinya.

Akhirnya, Alicia sampai.

Dengan napas yang sedikit berat, dia berdiri di depan sebuah pintu yang mengeluarkan cahaya di sela-sela sisinya.

Nafas si gadis yang berat kini terengah-engah, yang entah apa karena takut, lelah, ataupun keduanya. Perlahan dia mengulur tangan, menggenggam gagang pintu dengan gemetar. Sedikit memakan waktu untuk mengumpulkan keberanian, Alicia lalu memutar gagang pintu, dan mendorong untuk membukanya.

Cahaya hangat langsung menerangi wajah Alicia, dan matanya yang ungu safir nampak terbelalak penuh kagum.

Menatap pada apa yang ada di hadapannya, dia berjalan sembari melantunkan beberapa pujian pada ruangan yang baginya luar biasa megah.

Ruangan itu tidak seberapa luas memang. Namun, semua hal di sana, ditata dengan sangat mewah dengan berbagai dekorasi yang bergaya klasik dengan kesan berkelas. Lantainya tertutupi seluruhnya dengan karpet merah yang menawan, dan dindingnya terbuat dari batu putih berkilau. Di beberapa bagian, dindingnya tertutupi rak buku kayu kokoh yang menjulang tinggi hampir mencapai langit-langit, penuh dengan berbagai jenis buku. Di tengah ruangan yang megah itu, terdapat sebuah meja kerja yang sangat besar, dengan buku-buku yang tersusun rapi.

Alicia terus berjalan, perlahan hampir mencapai meja kerja yang kiranya membutuhkan dua puluh langkah untuk mencapainya.

Pupil kedua matanya perlahan membuka saat menemukan sebuah buku yang terbuka di atas meja berwarna coklat mengkilap, menampakkan ketertarikannya pada buku tua di hadapannya. Halaman-halaman buku itu berwarna kekuningan, penuh dengan tulisan tangan yang kalimat-kalimatnya ditulis dengan tinta hitam. Melihat gaya tulisannya, Alicia menyakini bahwa seseorang yang menulis buku ini pastinya menggunakan pena bulu burung, bukan menggunakan pena pada umumnya. Di sisi lain, satu hal yang begitu membuatnya terpesona adalah keterampilan tangan si penulis yang sangat luar biasa, sehingga terlihat begitu indah dan rapi. Namun, sayangnya, Alicia tidak dapat memahami makna dari tulisan itu meski telah membacanya berulang kali.

"Selamat datang, Alicia."

Suara seseorang yang memanggilnya membuat gadis manusia itu begitu terkejut. Jantungnya terasa terhenti, membuatnya mematung selama beberapa saat. Alicia mencoba mengatur nafasnya, berusaha menenangkan diri di tengah situasi yang dalam sekejap telah berubah menjadi menegangkan.

Perlahan, dia membalikkan badan dengan matanya terpejam sejenak. Saat dia kembali membuka matanya, dia melihat dengan jelas sosok seorang lelaki bersandar di dinding di samping pintu tempatnya masuk, yang entah kapan, tanpa suara sedikitpun telah tertutup sepenuhnya.

Sosok lelaki yang begitu terasa aura misterius di sekelilingnya. Dengan wajah yang memikat, dia memancarkan pesona tak terbantahkan. Rambut putih keperakannya jatuh terurai di sekitar wajahnya, menutupi dahi hingga melewati garis alis. Di balik rambutnya yang tebal, telinganya yang runcing mencuat keluar, menandakan bahwa dia adalah seorang dari ras High-Elf. Matanya yang berwarna putih bagaikan salju menatap Alicia dengan tatapan penuh teka-teki. Ditambah dengan senyum tipis yang tersungging wajahnya, rasa kepercayaan diri tinggi begitu terasa ada pada dirinya.

Lelaki High-Elf itu mengenakan kemeja putih rapi dengan celana kain berwarna hitam, dipadukan dengan rompi hitam tanpa lengan. Di atasnya, dia mengenakan jubah putih polos yang di sambungkan oleh kalung perak di area dadanya agar tak terlepas, dan tudung yang dibiarkan jatuh di punggungnya.

Salah satu tangannya, tangan kanan tepatnya, sarung tangan hitam yang agak nyentrik dikenakan. Sarung tangan yang tak menutupi semua jari jemari peri itu, dimana hanya jari tengahnya yang sepenuhnya tertutupi kain dan sebuah cincin perak terpasang di pangkalnya. Keempat jemarinya yang lain nampak dengan jelas karena potongan sarung tangan yang sampai hampir pada pangkal jari-jarinya.

Alicia terpaku, jantungnya berdebar kencang. Kewaspadaan terpancar jelas di wajahnya. Dia tidak tahu siapa lelaki ini atau apa yang dia inginkan.

"Kau tidak perlu terkejut seperti itu, Alicia," kata lelaki High-Elf itu dengan tenang. "Aku sudah menunggumu."

Diam sejenak, gadis bermata ungu safir itu berusaha mencerna situasi. "Siapa kau?" tanyanya dengan suara sedikit gemetar. "Dan, bagaimana kau tahu namaku?"

Lelaki High-Elf itu masih tersenyum tipis. "Aku Münze," jawabnya. "Dan aku tahu tentangmu, Alicia. Termasuk alasanmu berada di sini."

Kata-kata lelaki yang menyebut dirinya Münze itu semakin membuat Alicia penasaran dan bingung. Pertanyaan demi pertanyaan bermunculan di benaknya.

.

Siapakah sebenarnya lelaki High-Elf bernama Münze ini?

Apakah dia orang yang berbahaya?

Mungkinkah dia ada hubungannya dengan orang yang Kiefer sebutkan?

.

Si gadis manusia terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Dia berusaha untuk tidak mengatakan sesuatu yang tak perlu.

"Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan," jawab Alicia, berusaha menyembunyikan rasa gugupnya. "Aku di sini karena seseorang memintaku datang."

Senyum di wajah Münze perlahan memudar. Bibirnya memang masih terlihat sedikit melengkung ke atas, namun matanya menunjukkan tatapan yang berbeda. Tatapan yang tajam tapi terlihat meremehkan.

"Begitu, ya?" lelaki High-Elf itu membalas dengan nada datar dan sarkastik. "Seseorang, siapa? Di ruang kerja milikku ini, kurasa tak ada seorang lain selain diriku kau tahu? Dan aku yakin itu juga termasuk dirimu."

Münze terus berjalan mendekati Alicia yang tubuhnya begitu tegang. Langkahnyamemang pelan, namun penuh tekanan. Suaranya yang tenang kini terdengar menusuk,menusuk rasa percaya diri gadis manusia itu.

Bersambung...


Update tiap hari SENIN sama JUMAT!

VOTENYA JANGAN LUPA!

copyright by ishtarvenus_

JANGAN DIJIPLAK!!!

Di Akhir MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang