Di Akhir Mimpi | Act I-Putih: Chapter I-Part 15

319 43 0
                                    

"Tak kusangka mereka berani masuk ke tempat suci yang hanya boleh dimasuki para High-Elf dan orang-orang pilihan mereka, hanya untuk membungkammu," kata Münze dengan nada dingin, saat dia menghentikan langkahnya dan berbalik melihat ke arah hutan beech yang baru saja mereka lewati. Matanya terpaku pada gerombolan pembunuh yang mulai memasuki padang rumput secara bersamaan.

"Alicia, pergilah ke pohon yang berdiri di tengah padang ini, tunggu aku di sana. Serahkan para pengganggu ini padaku." Tanpa berbalik dan terus menatap tajam ke arah gerombolan pembunuh yang tak lama lagi mencapai tempat mereka berdiri, Münze berkata, merujuk pada sebuah pohon ek raksasa yang berdiri kokoh di padang rumput yang luas dan terbuka di belakangnya. Batangnya yang tebal dan berwarna coklat tua menjulang begitu tinggi ke langit seolah-olah ingin menyentuh awan. Dahan-dahannya yang lebat dan rindang terbentang lebar, memberikan naungan yang sejuk bagi para siapa yang berada di bawahnya. Dedaunanya yang berwarna hijau tua tampak berkilauan di bawah sinar keemasan matahari pagi, menciptakan nuansa yang tenteram dan menenangkan.

Angin menderu kencang, membawa aura magis yang meresap ke dalam setiap jengkal tanah. Münze, berdiri tanpa rasa takut, jubahnya berkibar dan tatapannya terlihat begitu dingin. Mantra sihir terucap dari bibirnya, "Der wind, der alles tragen kann, eisen sammeln und zu tausend schwertern formen. Alchemie magie: formen!"

Sekejap, angin berputar dengan kekuatan yang dahsyat. Pusaran angin itu bagaikan tornado mini yang mampu mengangkat tanah dari bumi dan menarik partikel besi darinya. Butiran-butiran besi murni itu kemudian menyatu dan memadat, membentuk ribuan pedang yang melayang di udara.

Münze, dengan mata putihnya mentatap tajam, mengarahkan tangan kanannya ke arah para pembunuh. Seiring aba-abanya, pedang-pedang besi yang menunggu kesempatan menyerang, segera melesat bagaikan anak panah yang tak terbendung. Kecepatannya begitu luar biasa, tak terlihat, seakan sekejap berpindah dan menembus pelindung tubuh serta daging para pembunuh dengan mudah. Jeritan kesakitan dan ketakutan bergema di udara, bercampur dengan denting suara logam yang mengerikan. Satu demi satu, para pembunuh ditumbangkan ke tanah, tak bernyawa.

Saat pertarungan terjadi dan mata para pembunuh teralihkan darinya, Alicia memanfaatkan kesempatan itu. Dia berlari sekuat tenaga menuju pohon besar yang disebutkan Münze, membawanya menjauh dari kengerian yang baru saja dia saksikan. Sesekali, dia menoleh ke belakang, melihat Münze yang masih berdiri di tampat yang sama. Pemandangan di depan matanya bagaikan mimpi buruk, pertumpahan darah yang tak terbayangkan.

"Ini gila!" teriaknya dalam hati, tak percaya dengan apa yang telah dia lihat.

Akhirnya, gadis bermata ungu safir itu mencapai pohon ek raksasa yang dimaksud Münze. Dengan nafasnya terengah-engah, dia yang tak kuasa menahan sakit di kakinya, menjatuhkan diri di atas rerumputan.

Alicia memejamkan matanya, mencoba menenangkan jantungnya yang berdegup sangat kencang. Bayangan pedang yang menari-nari di udara dan teriakan para pembunuh masih terngiang di telinganya. Dia tak ingin membayangkan apa yang akan terjadi padanya jika Münze tak datang untuk membawanya pergi.

Tanpa si gadis manusia itu sadari, lelaki High-Elf itu sudah berdiri di sampingnya.

"Huh, kau sudah selesai?"

Tak bisa dipungkiri bahwa itu akan mengejutkan Alicia. "Bagaimana bisa kau mengalahkan mereka dengan waktu sesingkat itu?" tanyanya, rasa penasaran bercampur dengan kekaguman.

Münze tak ingin berlama-lama. "Kita simpan untuk nanti," jawabnya singkat. "Sekarang, ayo pergi, sebelum para pembunuh lain datang mengejarmu."

Gadis itu menuruti apa yang dikatakan oleh peri lelaki itu. Dia pun segera berdiri dan bersiap untuk pergi.

Peri berambut dan bermata putih itu lalu meneteskan beberapa tetes cairan berwarna biru dari sebuah botol kecil ke akar pohon ek yang mencuat ke permukaan. Dengan suara berbisik yang nyaris tak terdengar oleh Alicia, Münze merapal mantra, yang mana secara bersamaan, kekuatan magis mulai terasa mengalir di udara. Pohon ek di hadapan mereka mulai bersinar, cahaya putih kekuningan menyelimuti seluruh batang, dahan, dan daunnya.

"Peganglah jubahku!" Perintah Münze.

Gadis itu segera meraih jubah Münze dengan kedua tangannya. Memegangnya erat, dia mencoba bertahan dengan jantung yang berdebar kencang karena rasa gugup dan penasaran.

Saat lelaki High-Elf itu meletakkan tangannya di batang pohon, cahaya yang menyelimuti pohon itu mengalir dan menyelimuti dirinya, serta Alicia yang tengah memegangi jubahnya.

Cahaya itu semakin terang dan berkilauan, menyelimuti mereka berdua dalam sebuah kubah cahaya yang magis.

Saat itu, Alicia merasakan sensasi aneh. Tubuhnya terasa ringan, begitu ringan hingga rasanya seperti terangkat dari tanah. Dia lalu memejamkan matanya saat Münze merapal mantra terakhir.

"Teleport, Marmorpalast."

Sekejap kemudian, cahaya putih kekuningan itu semakin terang, berubah menjadi pancaran luar biasa yang menyelimuti tubuh si gadis berdarah biru dan peri lelaki itu sepenuhnya.

Di saat yang sama, gadis manusia itu merasakan dirinya ditarik ke dalam pusaran energi yang kuat. Tubuhnya segera terombang-ambing dalam arus kekuatan yang tak terbendung.

Lalu, setelah entahberapa lama semua terjadi, apa yang ada di sekitar Alicia mulai kabur. Seakancat warna yang meleleh di dalam air, pemandangan di matanya memudar menjadikegelapan yang pekat.

Bersambung...


Update tiap hari SENIN sama JUMAT!

VOTENYA JANGAN LUPA!

copyright by ishtarvenus_

JANGAN DIJIPLAK!!!

Di Akhir MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang