Di Akhir Mimpi | Act I-Putih: Chapter I-Part 5

382 54 3
                                    

"Dunia [Putih]." jawab Alicia singkat.

"Apaa???" Kakak Alicia tentunya tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. "Kau... benar-benar pergi ke Dunia Warna lain?"

"Un, begitulah." Gadis bermata safir itu menjawab dengan tenang. "Itu sebabnya aku tak akan bisa kembali. Lagipula, hanya tersisa sekitar lima hari hingga pertemuan itu dilakukan, dan untuk kembali ke Dunia [Biru] memerlukan minimal waktu kurang lebih 2 minggu."

"Aku paham jika kau pergi ke suatu tempat untuk mencari inspirasi seperti yang editormu katakan, tapi aku tak menyangka kau sampai pergi ke sana. Cerita apa yang akan kau tulis hingga membuatmu melakukan itu? Aku yakin kau tak akan melakukan hal gila dengan alasan sederhana."

"Itu... rahasia."

"Tak biasanya kau menggunakan kata itu sebagai jawaban, tapi... baiklah, aku akan menerimanya."

"Kakak tak marah tentang ini?" tanya Alicia menanggapi jawaban tak terduga dari kakaknya.

"Jika kau berada di Dunia [Putih], akan menjadi hal yang mudah untuk membuat alasan ketidakhadiranmu nanti."

"Eh? Apa maksud kakak? Bukannya tadi kakak bilang itu akan jadi hal yang susah, kenapa tiba-tiba kau mengatakan itu?"

"Bawakan saja aku barang yang kau sebutkan, dan beberapa barang yang akan kusebutkan nanti sebagai harga untuk alasan ketidakhadiranmu." Ucap kakak Alicia sebelum akhirnya menutup telepon.

"A! Dia mematikan teleponnya!? Hei, apa-apaan itu? Itu namanya pemerasan terhadap adik!" gerutu Alicia. "Huh, biarlah. Setidaknya aku tak perlu menghadiri pertemuan membosankan itu."

Tak ingin memperpanjang masalah, Alicia kemudian merebahkan dirinya dan terlelap.

***

Esok harinya, gadis manusia yang sudah bersiap dengan rapi memulai penjelajahannya. Tujuan pertamanya adalah toko alat sihir, di mana dia ingin membeli buah tangan yang diinginkan kakaknya.

Membuka ponselnya, Alicia melihat pesan teks dari kakaknya yang berisi daftar barang sihir yang harus dibeli. Satu per satu, gadis bermata safir itu mencocokkannya dengan barang-barang yang sudah dia beli.

"Seharusnya sudah semuanya," gumamnya.

Meskipun ada hal yang harusnya lebih dia prioritaskan, pekerjaan misalnya. Alicia selalu siap menomorduakannya demi kesepakatan dengan sang kakak. Bukan tanpa alasan, bagi gadis itu, setiap kesepakatan dengan kakaknya adalah sesuatu yang krusial dan berkaitan dengan nama baik keluarga, karirnya sebagai penulis, dan juga reputasi kakaknya sebagai salah satu penyihir klan utama.

Setelah selesai berbelanja di toko alat sihir, Alicia melanjutkan perjalanannya untuk mencari informasi. Sesuai dengan apa yang dia rencanakan semalam, dia berniat bertanya kepada penduduk lokal.

Di Kota Kreide, yang merupakan bagian dari Dunia [Putih], Alicia bertemu dengan berbagai macam orang dari ras yang berbeda. Namun, pada dasarnya, Kota Kreide adalah negeri ras High-Elf.

"Jika aku ingin bertanya kepada orang lokal, tentunya aku harus bertanya kepada para High-Elf," begitulah pikir gadis manusia itu.

Alicia lalu melangkahkan kakinya menuju jantung kota, tepatnya menuju ke alun-alun Kota Kreide.

Di sekelilingnya, berdiri megah bangunan-bangunan bersejarah yang berpadu dengan bangunan berarsitektur modern, menciptakan panorama kota yang memukau. Alun-alun ini menjadi tempat favorit bagi penduduk lokal dan wisatawan untuk bersantai, bersosialisasi, dan menikmati atmosfer kota yang semarak.

Di tengah alun-alun, sebuah air mancur megah terbuat dari batu marmer putih berkilauan menjadi primadona. Airnya yang menari-nari di bawah sinar matahari pagi bagaikan permata cair, memancarkan pesona yang tak tertahankan. Taman bunga yang mengelilinginya pun tak kalah indah, dengan warna-warni yang memanjakan mata dan menebarkan aroma harum yang menyegarkan.

Deretan bangku taman yang terbuat dari kayu dan besi, bernuansa klasik dan elegan, terbentang di sekitar air mancur. Bangku-bangku ini bak undangan untuk duduk dan bersantai, menikmati panorama indah dan hiruk pikuk kehidupan kota yang tak pernah sepi.

Di antara kerumunan orang, Alicia menemukan beberapa High-Elf dan dengan sopan bertanya, "Maaf, bisakah aku bertanya sesuatu tentang kisah legenda maupun dongeng lokal kepada Anda?"

Namun, tak satupun dari para High-Elf yang ditanyai menjawab pertanyaannya. Dengan raut wajah yang terlihat sangat enggan, mereka menolak untuk menjawab.

Rasa kecewa mulai menyelimuti hatinya.

Meski begitu, Alicia yang keras kepala terus kembali mencoba, hingga pada akhirnya, gadis bermata ungu safir itu bertemu dengan Kiefer, seorang wanita High-Elf yang memancarkan aura ketenangan dan kebijaksanaan.

Rambut putih peri wanita itu tergerai panjang hingga mencapai pinggang, seperti ciri khas High-Elf pada umumnya. Namun, ada satu hal yang membuatnya unik: sejumput rambut hitam di depan telinga kirinya.

Berbeda dengan aksen hitam pada rambut High-Elf lain yang biasanya berpola tak beraturan, aksen hitam pada rambut Kiefer hanya terlihat di sejumput rambut yang terkepang pendek di depan telinga kirinya.

Alicia mendekati wanita High-Elf itu dengan penuh harap. "Maaf, bisakah aku bertanya sesuatu tentang kisah legenda maupun dongeng lokal kepada Anda?" tanyanya dengan suara yang penuh semangat.

High-Elf dengan sejumput rambut beraksen hitam yang dikepang di sisi kiri kepalanya, menatap Alicia dengan tatapan lembut bagaikan seorang ibu. "Legenda dan... dongeng lokal?" ulang Kiefer dengan suaranya yang merdu.

"Iya, benar. Apakah Anda bersedia untuk saya tanyai tentang itu?" Alicia mencoba memastikan.

Tersenyum, wanita High-Elf itu kemudian dengan senang hati menerima permintaan si gadis manusia. "Tentu. Bagaimana jika kita membicarakannya sambil meminum teh?"

Mendapat persetujuan yang dinantikannya, tentu saja Alicia tidak menolak. Keduanya kemudian pergi ke salah satu kedai teh di sudut alun-alun.

Kedai teh itu memancarkan nuansa elegan. Interiornya begitu memanjakan, dihiasi dengan kayu ek yang diukir rumit dan lampu kristal bercahaya kuning temaram. Kursi-kursi empuk berwarna merah maroon dan meja-meja kayu berkualitas tinggi yang tertata rapi menciptakan suasana yang nyaman dan santai.

Setelah duduk di meja pilihan mereka, seorang pelayan elf berambut putih dengan sebagian corak hitam di rambut depannya, menyambut mereka dengan ramah. Tatapannya yang hangat dan senyum yang menawan membuat Alicia dan Kiefer merasa nyaman.

"Selamat datang di Kedai Teh Twilight," ucap pelayan elf itu dengan suara yang lembut. "Silahkan, mau pesan apa?" katanya sembari menyerahkan buku menu.

"White peony untukku, dan...." Suara wanita High-Elf itu begitu halus, seperti melodi menenangkan yang menari di udara.

"Darjeeling, tolong." Ucap Alicia menyelesaikan kalimat Kiefer.

"Oh benar," sela Kiefer. "Tolong berikan kami dua potong kue yang paling direkomendasikan di sini."

Pelayan itu pun pergi setelah menerima pesanan dari keduanya, dan wanita High-Elf yang begitu nampak aura kebijaksanaannya itu, kemudian memulai percakapan ringan.

Bersambung...


Update tiap hari SENIN sama JUMAT!

VOTENYA JANGAN LUPA!

copyright by ishtarvenus_

JANGAN DIJIPLAK!!!

Di Akhir MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang