Si gadis peri membawa Alicia ke sebuah lorong rahasia yang tersembunyi di balik tempat penyimpanan alat kebersihan di dapur. Lorong itu sempit dan gelap, hanya diterangi oleh beberapa obor di dinding yang baru saja dinyalakan oleh Kamelie.
"Ini adalah jalur yang biasa digunakan oleh para pelayan untuk keluar masuk istana," jelas Kamelie pada Alicia yang mengekor di belakangnya.
Setelah beberapa menit berjalan, mereka akhirnya mencapai ujung lorong dimana sebuah pintu kayu tua terdapat di sana.
Gadis pelayan itu segera membuka pintu dengan kunci yang dia bawa.
"Eh?"
"Ada apa, Nona?"
Alicia terkejut melihat banyaknya semak dibalik pintu yang terbuka.
"Apa benar ini jalannya?"
Kamelie mengangguk. "Tujuan adanya semua ini adalah, apabila dari luar, pintu akan terlihat tertutup dengan baik oleh semak-semak yang tinggi dan rimbun, sehingga sangat sulit ditemukan apabila tidak melakukan pencarian dengan menyeluruh dan seksama. Selain itu, juga terdapat beberapa mekanisme lainnya yang akan aktif secara otomatis apabila ada kemungkinan besar seseorang yang bukan berasal dari istana akan menemukan pintu ini."
"Jadi, kita harus menembus semak-semak ini?"
"Tidak, juga." Kamelie lalu merapalkan sebuah mantra, dan seketika semak-semak itu menyingkir, membuka jalan untuk mereka. "Maaf, tapi saya tak bisa menyebutkan kepada Nona tentang mantra apa yang barusan saya rapalkan, karena itu adalah sesuatu yang hanya boleh diketahui oleh pelayan kerajaan."
Alicia hanya tersenyum. "Tak masalah buatku."
Kembali berjalan hingga melewati semua semak rimbun yang telah kembali menutup. Sebuah pemandangan luar biasa akan indahnya ibukota dari dunia dimana ras High-Elf membangun peradabannya selama ribuan abad, membuat Alicia terpana.
"Ini dia," kata Kamelie. "Selamat datang di Kota Marmorpalast."
"Wow," gumam gadis bermata safir itu penuh dengan kagum, terpesona oleh keindahan yang terpancar dari kota di hadapannya.
Kamelie yang berdiri di samping Alicia pun ikut tersenyum. "Saat ini, kita masih berada di pinggiran kota. Lihatlah ke arah sana, di sanalah Istana Marmorpalast, tempat sebelumnya kita berada, berdiri dengan megah."
Alicia mengikuti arah jari Kamelie, dan matanya terpaku pada pemandangan yang terhampar di hadapannya. Sebuah istana megah menjulang tinggi di kejauhan, berkilauan di bawah sinar matahari, memancarkan aura keagungan yang tak tertandingi. Kemegahannya begitu luar biasa, membuat gadis manusia itu terdiam, tak mampu berkata-kata. Sejenak, dia lupa untuk bernapas, terbuai dalam keindahan yang tak terbayangkan.
Ingatan Alicia kembali saat si gadis peri menyadarkannya. Dia pun mulai melangkah mengikuti Kamelie, menyusuri jalanan kota menuju gerbang. Semakin dekat dengan kota putih yang bercahaya itu, mata ungu safir si gadis semakin dibuat takjub dengan apa yang dilihatnya. Tempat ini jauh melebihi semua bayangan yang pernah terlintas di benaknya.
Dari gerbang kota, terhampar simfoni suara dan pemandangan yang memukau. Marmorpalast, kota bertembok kokoh yang terbuat dari batu marmer putih berkilauan, berdiri megah sebagai bukti kecerdasan dan ketahanan ras High-Elf. Sebuah simbol harapan di tengah kekacauan dunia.
Panorama keajaiban arsitektur terbentang di hadapan Alicia, layaknya permadani yang ditenun dari benang waktu dan sejarah. Struktur raksasa kota ini, yang hampir seluruhnya terbuat dari marmer putih berkilauan, terhampar luas di bawah sinar mentari. Fasadnya dihiasi ukiran rumit dan aksen emas, menjulang tinggi ke langit. Puncaknya menjulang tinggi, namun tak lebih tinggi dari istana yang berada tepat di jantung kota.
Jalan-jalan berbatu bulat yang halus karena dilalui oleh langkah kaki yang tak terhitung jumlahnya, berliku-liku melalui lorong-lorong labirin. Setiap belokan mengungkapkan pemandangan baru, permata tersembunyi yang menunggu untuk ditemukan. Udara berdengung dengan energi dari seribu cerita, bisikan keabadian yang terukir di batu-batu kota.
Para High-Elf berlalu lalang dengan anggun, mengenakan jubah sutra dan berbagai aksesori menawan. Suara tawa dan perbincangan mereka bercampur dengan alunan musik yang mengalun dari kafe-kafe di pinggir jalan.
Alicia berusaha untuk tidak menarik perhatian, namun rasa ingin tahunya tak dapat dibendung. Dia mengamati dengan seksama setiap detail kehidupan di luar istana, membandingkannya dengan Kota Kreide, tempat dia singgah sebelumnya.
Begitu berbeda!
Di sini, ras High-Elf mendominasi populasi. Tak terlihat sama sekali di keramaian kota ini sosok dari ras lain, yang mungkin menjadi alasan mengapa Kamelie memintanya untuk menutupi kepalanya.
Dengan adanya tenaga listrik yang mengalir ke setiap sudut kota, kehidupan di sini terasa lebih modern dan maju untuk ukuran kota yang masih menerapkan gaya arsitektur kuno. Meski begitu, listrik hanyalah pelengkap bagi sihir yang telah melekat dalam diri para peri.
Begitu tenang dan nyaman.
Merasa seperti tersesat di negeri dongeng, Alicia terhanyut dalam pesona Kota Marmorpalast, takjub dengan segala apa yang disaksikannya.
"Kota ini benar-benar luar biasa," bisik gadis manusia itu dengan senyum lebar penuh kebahagiaan.
Si gadis peri kemudian mengajak Alicia untuk mengunjungi toko tempatnya memesan bahan masakan. Di sana, aroma rempah-rempah eksotis dan berbagai bahan segar menyambut mereka. Mata bola ungu safir si gadis mengamati dengan rasa ingin tahu, melihat berbagai jenis bahan makanan yang belum pernah dia lihat sebelumnya.
Saat itu, tiba-tiba saja Alicia teringat akan liontin kristal yang dibelinya di Kota Kreide.
"Kamelie, bolehkah kita mampir ke toko alat sihir nanti?" tanya si gadis manusia setelah Kamelie selesai melakukan urusannya.
Gadis pelayan itu pun tersenyum. "Apa ada suatu hal yang ingin Anda beli, Nona Alicia?"
Bersambung...
Update tiap hari SENIN sama JUMAT!
VOTENYA JANGAN LUPA!
copyright by ishtarvenus_
JANGAN DIJIPLAK!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Akhir Mimpi
FantasiaFollow dan Vote ya! Chapter I: -Kota Pelabuhan: Kreide- 15/15 part -END- Chapter II: -Marmorpalast- 09/???part -On going- Alicia yang merupakan penulis novel romansa remaja terkenal, menyembunyikan identitasnya sebagai keturunan penyihir. Di tengah...