Hati Alicia yang telah dibuat kagum akan pesona lobi 'Hotel Knabenkraut', membuatnya terbenam dalam lamunan. Entah berapa lama dia terlarut, hingga tiba-tiba dia teringat akan tujuannya.
Mengarahkan tatapannya ke arah resepsionis. Lalu, dengan sopan berkata, "Maaf, saya belum melakukan reservasi sebelumnya," balas Alicia dengan ekspresi gugup dan sedikit merasa bersalah terlukis di wajahnya.
"Baiklah, tidak masalah. Apakah Anda ingin melakukan reservasi sekarang?"
Alicia mengangguk. "Ya, saya ingin memesan kamar satu orang untuk tiga malam, malam ini hingga lusa malam."
"Baik, mohon tunggu sebentar." Segera, resepsionis memeriksa ketersediaan kamar. Tak lama, resepsionis itu memberitahukan hasilnya kepada si gadis manusia. "Nona, kami masih memiliki beberapa kamar yang tersedia untuk tanggal tersebut. Apakah Anda memiliki preferensi untuk jenis kamarnya?"
"Saya ingin kamar tipe standar, dengan pemandangan pelabuhan dan pesisir pantai Kota Kreide. Ah-iya, saya akan membayar menggunakan kartu kredit."
"Baik, total biaya untuk tiga malam di kamar standar dengan pemandangan pelabuhan dan pantai adalah lima ratus ribu Ori, dan pembayaran menggunakan kartu kredit." Setelah menyelesaikan pengisian data diri dan prosedur pembayaran, resepsionis memberikan tanda pembayaran beserta kunci kamar yang akan di tempati Alicia. "Silahkan menuju kamar nomor 304 di lantai 3," ucapnya ramah. "Semoga Anda menikmati masa tinggal Anda di Hotel Knabenkraut."
Gadis bermata ungu safir itu kemudian mengucapkan terima kasih kepada resepsionis, dan dengan penuh semangat menuju lift. Dia menekan tombol angka 3 dan tak lama kemudian, dia sudah berada di lantai 3. Melangkah mengikuti petunjuk arah yang ada di dinding, Alicia segera menemukan kamarnya yang berada di sisi kanan koridor panjang yang ditapakinya.
Dengan penuh rasa ingin tahu, dia membuka pintu kamarnya. Di depannya terhampar ruangan yang luas dan nyaman, memancarkan suasana hangat dan bersahabat. Cahaya jingga matahari yang akan terbenam, menembus jendela besar, menerangi interior kamar dengan cahaya alami yang indah.
"Akhirnya sampai juga," bisik Alicia sembari tersenyum hangat.
Si gadis manusia pun meletakkan barang bawaannya di atas meja. Kemudian berjalan ke balkon luas di seberang pintu kamarnya, yang menawarkan panorama menawan pelabuhan dan pantai Kota Kreide. Dia bisa melihat perahu-perahu yang berlayar di laut, orang-orang yang berjalan-jalan di pantai, dan burung-burung yang terbang bebas di langit. Sejenak dia menikmati udara segar laut dan pemandangan yang indah di depannya.
Saat matahari telah terbenam sepenuhnya, Alicia berbalik dan masuk ke kamarnya. Melepas outer miliknya, dia pun menelungkupkan wajahnya di atas kasur.
Setelah beberapa detik, gadis bermata ungu safir itu lalu melentangkan tubuhnya dan bergumam, "Aku harus mandi untuk menyegarkan tubuhku, kemudian menulis beberapa paragraf sebelum tidur."
***
Sinar mentari pagi menembus tirai tipis kamar si gadis, membelai wajahnya dengan kelembutan. Suara kicau burung yang riang terdengar bagaikan simfoni alam yang menyambut hari yang baru.
Menggeliat sejenak, Alicia bangkit dari tempat tidurnya.
Setelah membasuh wajah dan menyikat gigi, gadis manusia itu segera bersiap untuk menjelajahi Kota Kreide.
Alicia menata rambut hitam panjangnya dengan gaya yang unik dan manis. Dia membuat dua cepol kecil di bagian samping kepala yang agak ke belakang, satu di sisi kanan dan satu di sisi kiri. Rambutnya yang tersisa dibiarkan terurai indah, dengan beberapa bagian dibuatnya terlihat messy untuk memberikan kesan natural dan santai. Sentuhan makeup sederhana semakin mempercantik penampilannya. Dia menggunakan eyeliner dan maskara untuk mempertegas matanya, dan merapikan alisnya untuk membingkai wajahnya dengan sempurna. Bibirnya diberi warna pink natural yang segar dan menawan, memberikan sentuhan feminin pada wajahnya.
Melengkapi penampilannya dengan gaya pakaian yang santai dan nyaman. Dia mengenakan kaos longgar tanpa lengan berwarna putih yang simpel, dipadukan dengan rok midi selutut berwarna steel blue yang anggun. Tak lupa, dia membawa shoulder bag berwarna senada, juga membalut kaki jenjangnya dengan balutan sandal santai model sporty berwarna hitam dengan sol berwarna putih yang menambah kesan kasual.
Alicia terlihat begitu memesona.
Di luar, Kota Kreide menyapanya dengan keramahan. Jalanan batu yang bersih tersapu angin pagi, membawa aroma laut yang segar dan menenangkan.
Langkah kaki Alicia lalu membawanya menyusuri jalanan, menuju kemanapun langkahnya akan terhenti. Sepanjang perjalanan, dia disuguhkan pemandangan yang menarik hatinya: toko-toko kecil yang menjual berbagai macam barang, anak-anak yang bermain riang di taman, dan para pedagang yang sibuk menawarkan dagangan mereka.
Di satu sudut jalan, si gadis manusia memutuskan untuk berhenti di sebuah kedai kecil untuk sarapan. "Tolong segelas teh hijau dan roti panggang dengan toping coklat," ucapnya kepada pemilik kedai dengan ramah.
Tak lama, pesanannya pun tiba.
Sembari menikmati teh dan roti panggangnya, Alicia duduk di tepi jendela, terpesona oleh panorama pantai dan laut yang begitu indah.
Suasana pagi di Kota Kreide begitu damai dan menyenangkan. Alicia merasa seperti berada di dunia yang berbeda, jauh dari kesibukan dan hiruk pikuk metropolitan Kota Brickvia.
"Andai saja aku bisa merasakan suasana ini sedikit lebih lama lagi," gumamnya lirih, terpaku oleh keindahan dan kedamaian yang ditawarkan kota ini.
Selesai menikmati dan menyelesaikan sarapannya, Alicia kembali melangkah menyusuri jalanan, membawanya ke sebuah tempat yang penuh dengan kerumunan orang dan pedagang. Memerhatikan dengan seksama, si gadis manusia segera mengetahui bahwa dia tengah berada di sebuah pasar tradisional.
Di antara kerumunan orang yang berlalu lalang, Alicia melihat seorang wanita tua yang duduk di balik lapak kecilnya yang dipenuhi dengan botol-botol dan toples berisi ramuan herbal berwarna-warni.
Penasaran dengan ramuan-ramuan tersebut, si gadis pun menghampiri wanita tua itu.
Dengan senyuman hangat, wanita tua itu menyambut Alicia. Lalu, dengan senang hati dia kemudian menjelaskan tentang ramuan herbal yang dia jual, menceritakan bagaimana ramuan tersebut dibuat dengan bahan-bahan alami yang berasal dari hutan dan pegunungan di sekitar Kota Kreide. Selain itu, kisah-kisah legenda lokal yang konon melatarbelakangi pembuatan ramuan buatannya, juga dia ceritakan, mengisi waktu memilih Alicia dengan fantasi dan imajinasi yang indah.
Di sudut lain pasar, gadis manusia itu menemukan seorang pengrajin yang membuat berbagai perhiasan. Semacam cinderamata yang biasa digemari para pelancong.
Akan tetapi, Alicia merasakan sesuatu yang lain. Sesuatu yang membuatnya begitu tertarik sehingga memutuskan untuk singgah.
"Silahkan melihat-lihat, nona," ucap pengrajin itu dengan ramah.
Setelah membalasnya dengan senyuman, Alicia mulai mengamati perhiasan-perhiasan indah yang terpajang di etalase pengrajin itu. Berbagai macam gelang, kalung, dan anting dipajang dengan rapi di lapaknya. Setiap perhiasan memiliki desain yang unik dan menarik. Tiba-tiba, matanya terhenti pada sebuah liontin kristal berwarna biru dengan aksen ungu. Kristalnya berkilau dengan indah, memancarkan pesona yang tak tertahankan. Mata ungu safir gadis manusia itu terpaku selama beberapa saat, terpana oleh keindahan liontin tersebut.
"Liontin itu tidak murah loh, nona." Kata pengrajin itu membuyarkan fokus Alicia.
"Kalau boleh tahu, kristal jenis apa yang Anda pasang di liontin ini?"tanya gadis manusia itu.
Bersambung...
Update tiap hari SENIN sama JUMAT!
VOTENYA JANGAN LUPA!
copyright by ishtarvenus_
JANGAN DIJIPLAK!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Akhir Mimpi
FantasyFollow dan Vote ya! Chapter I: -Kota Pelabuhan: Kreide- 15/15 part -END- Chapter II: -Marmorpalast- 09/???part -On going- Alicia yang merupakan penulis novel romansa remaja terkenal, menyembunyikan identitasnya sebagai keturunan penyihir. Di tengah...