Di Akhir Mimpi | Act I-Putih: Chapter I-Part 14

322 45 0
                                    

Dengan hanya membawa beberapa barang penting dan meninggalkan sisanya di kamar hotel, Alicia melangkah keluar dari kamar, mengikuti Münze melewati koridor yang bukan membawa mereka ke lobi, melainkan menuju bagian belakang bangunan dimana dinding hotel berdiri menghadang mereka.

"Jalan buntu?" tanya Alicia dengan napas terengah-engah, mengikuti Münze yang terus berlari tanpa henti.

Münze tak menjawab. Si gadis manusia menduga bahwa Münze telah merencanakan rute ini sebelumnya, karena itu dia memilih untuk diam dan mempercayakan semuanya pada Münze.

Tanpa keraguan, mereka menembus dinding di hadapan mereka. Layaknya memasuki portal menuju dunia lain, mereka keluar dengan dinding yang masih utuh di belakangnya.

Lorong sempit di antara dua bangunan kemudian menyambut mereka.

Dengan kedua mata yang terus bergerak ke segala arah, Alicia mengamati sekelilingnya dengan seksama. Sekilas, gadis berdarah biru itu merasa bahwa rute lari mereka terlihat acak, terkesan tanpa tujuan yang jelas dan didekte oleh musuh. Namun, entah mengapa Alicia merasa bahwa Münze memiliki strategi, dan hanya mengikutinya dengan patuh, yakin bahwa peri lelaki itu akan membawanya ke tempat yang aman.

Lorong demi lorong mereka lalui, terkadang mereka terpaksa bertarung dengan para pembunuh yang mengejar, bagaikan tikus yang terperangkap dalam labirin. Setiap belokan, setiap tikungan, membawa mereka semakin dekat dengan kebebasan dan kematian di saat yang sama.

Meskipun kelelahan, gadis itu tak henti-hentinya berlari. Adrenalin mengalir dalam darahnya, membantunya untuk terus maju. Dia tahu bahwa mereka harus keluar dari kota ini secepat mungkin.

Alicia dan Münze berhasil melangkah melewati batas kota dan memasuki gerbang hutan, meninggalkan Kota Kreide di belakang mereka. Hutan Beech yang rapat menyambut dengan pelukan yang sejuk dan lembab, khas pagi hari. Pepohonan beech tua terlihat begitu besar dan kokoh, dengan batang-batang berwarna coklat tua yang berkerut-kerut, menjulang tinggi, merentangkan dahan-dahan mereka yang bercabang bagaikan tangan raksasa yang melindungi mereka dari bahaya. Sinar matahari pagi yang mulai bersinar, redup menembus celah-celah dedaunan beech yang berwarna hijau tua, menciptakan pola-pola cahaya yang menawan di atas tanah hutan yang berlumut.

Udara di dalam hutan terasa lebih segar dan bersih, namun tetap terasa mencekat karena ketegangan yang terjadi. Suara kicauan burung dan gemerisik daun kering di bawah kaki mereka menjadi satu-satunya melodi yang terdengar, memecah keheningan hutan sebelum para pembunuh berhasil menyamai kecepatan mereka.

Si gadis manusia dan lelaki High-Elf itu terus berlari, melesat di antara batang-batang pohon. Suara napas Münze yang tenang, begitu kontras dengan napas Alicia yang terengah-engah bercampur suara gesekan daun dan ranting.

"Kita akan aman setelah melewati batas vegetasi ini," kata peri bermata putih tanpa menoleh ke arah si gadis berdarah biru. "Kuatkan kakimu."

Alicia mengangguk, berusaha mengikuti Münze dengan langkah kaki yang semakin gontai. "Aku sedang mengusahakannya," jawabnya dengan suara terbata.

Münze terus melihat ke depan. "Itu cukup," bisiknya.

Kata-kata peri itu memberikan sedikit dorongan bagi Alicia. Membantunya untuk menguatkan pikiran dan tubuhnya untuk tetap berlari.

Hamparan rumput hijau terbentang luas di hadapan mereka setelah melewati batas vegetasi pepohonan beech, bagaikan permadani raksasa yang dihiasi bunga-bunga liar berwarna-warni. Keindahan alam itu membuat Alicia terpana, sejenak melupakan bahaya yang masih memburu mereka.

Namun, ketenangan yang dirasakannya itu tak berlangsung lama. Suaralangkah kaki yang tergesa-gesa para pembunuh kembali terdengar. Gadis manusiadan lelaki High-Elf itu bertukar pandang, dengan tekad terpancar dari matamereka.

Bersambung...


Update tiap hari SENIN sama JUMAT!

VOTENYA JANGAN LUPA!

copyright by ishtarvenus_

JANGAN DIJIPLAK!!!

Di Akhir MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang