Terimakasih buat kalian yang udah baca sampai sejauh ini 😘😘😘
Sekali lagi aku menerima kritik & saran secara terbuka di komentar yaa
Happy Reading ❤️
🍁🍁🍁
"Udahan pacarannya woy! Amma udah dekat noh! Lagi beli martabak depan kompleks," ujar Aska terengah-engah.
Dia langsung merebahkan tubuhnya di sofa dan mengatur nafas. Lalu diambilnya gelas milikku di atas meja dan dia teguk isinya hingga tandas.
"Nyesel gue nggak bawa motor ke PS-an," keluhnya.
"Terus lo lari-lari dari depan kompleks?" tanya Nala terkejut.
"Iyalah." Aska lalu beranjak. "Gue mau ke kamar. Jangan bilang-bilang gue abis main PS ya?"
Aku dan Nala mengangguk. Amma memang tidak pernah mempermasalahkan Aska bermain play station. Tapi jika musim ujian seperti ini, beliau dengan tegas melarang.
"Oh iya, sekedar info. Amma diantar mantan lo, Bang!" kata Aska lagi sebelum menaiki tangga.
Sontak aku melirik Nala. Dia menggembungkan pipinya kesal. Aku tersenyum menenangkan. "Bukan apa-apa, Cil."
Lima belas menit kemudian terdengar Amma mengucapkan salam. Amma masuk ke ruang tengah menenteng kantong plastik. Sebelumnya aku dan Nala sudah menjaga jarak.
"Nala masih disini? Kebetulan Amma beli martabak, nih! Makan dulu ya," ujar Amma lembut. Beliau meletakkan kantung yang dibawanya ke atas meja.
"Amma sama Kak Difa, ya?" tanya Nala tiba-tiba.
"Iya Sayang. Difa yang bikin reservasi," jawab Amma lembut dengan senyum mengembang. Terlihat bahagia sekali. Sepertinya Nala juga paham karena dia cuma ber'oh' pelan dan tersenyum paksa. Amma tak memperhatikan.
"Aska di kamarnya, ya?" Aku mengangguk. "Amma ganti baju dulu ya sekalian panggil dia," ucap beliau lagi kemudian berlalu menaiki tangga.
"Ngapain nanya hal yang bikin lo kesel sih?" tanyaku ke Nala. Dia mengedikkan bahunya.
"Mau mastiin yang dibilang Aska tadi aja," jawabnya menghindari pandanganku. Kuhembuskan nafas kasar, tak ingin memperpanjangnya lagi.
Aku buka bungkus martabak di atas meja, aroma telur dan daun bawang menyeruak. Sepertinya hal ini berhasil menarik perhatian Nala. Dia mendekat dengan mata berbinar. Lucu sekali.
"Mau?" tanyaku.
Nala mengangguk. "Nanti nunggu Amma dulu, Kak!" jawabnya sabar.
Tak lama Amma turun diikuti Aska. "Kok belum dimakan?"
"Nala nunggu Amma dulu," jawabku kalem. Amma tersenyum dibuatnya.
Selanjutnya kami makan, menikmati Sabtu malam berempat seperti biasa. Nala ke dapur, lalu kembali membawa teh hangat satu teko penuh. Dia juga menuangkan ke dalam empat cangkir, memberikannya kepada kami.
"Makasih, Bik," seloroh Aska yang ditimpali Nala dengan anggukan sopan dibuat-buat. Kami semua tertawa.
"Tahu gini Amma paksa Difa mampir dulu, Bang," ucap Amma. Aku dan Aska langsung melirik Nala. Dia tak terpengaruh, tampaknya martabak berhasil mengalihkan pikiran dia sepenuhnya.
"Oh iya, Bang. Tadi Difa cerita banyak. Dia mau buka coffee shop disini, loh! Hebat ya dia Bang? Mau merintis usahanya sendiri dari nol katanya," tutur Amma bangga.
"Kan emang udah kaya dari lahir, Ma. Dari nol apanya coba," gerutu Aska yang langsung dihadiahi pelototan dari Amma.
Nala sibuk mengunyah, mungkin pura-pura tak mendengar cerita Amma.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sad Things About Renala [END]✔️
Teen Fiction🐼RORA X HAECHAN🐻 ⚠️DILARANG PLAGIAT!!!! DOSA!!! Renala Sabitha: Memang benar hadirnya aku adalah sebuah kesalahan. Tapi aku sama tak berdosanya sepertimu. Arshaka Argantara: Bagaimana bisa seseorang yang tak merasakan kasih sayang penuh bisa menci...