★ 34 | Penthouse

1.1K 144 24
                                    

Underneath the Sunrise UPDATE ]
Cus, vote, komen yang banyak yuk!

Happy Reading!

••••

Aroma parfum citrus tercium kuat. Mencemari udara ruangan Penthouse yang terlihat samar. hanya berlatar cahaya lampu berwarna oranye yang menghangatkan. Matteo yang memiliki tinggi hampir dua meter itu, berdiri tegap, kokoh mengintai di balik kaca tebal satu sisi di sudut ruang terbuka.

Senyum di wajahnya yang dingin itu mulai merekah. Mendongak congkak, menatap langkah yang begitu hati-hati dari wanitanya. Lucia berteriak, memberi tanda kehadiran, sekaligus mengundang telinganya untuk melabuhkan rindu mendalam. Demi Tuhan, Matteo ingin segera keluar. Menyabut, memeluk dan melumat bibir wanita itu.

Namun, Matteo sengaja menahan diri. Untuk menyaksikan penampilan wanita itu sebentar. Ya. Banyak yang berubah, Lucia tampak lebih dewasa dari sebelumnya. Dia begitu cantik, mengenakan gaun coklat dengan kerah sabrina, polos, setinggi lutut. Meski demikian, masih ada yang melekat dari Lucia. Kepolosan dan kecerobohannya itu, menarik.

Matteo terpikat, seperti pertama kali cintanya berlabuh. Matteo menelan ludah. Tidak lagi dapat menahan keinginannya. Dia melangkah. Mendekat dengan dagu mendongak. Menghapus seluruh keraguan.

“Jangan terlalu banyak minum, Lucia. Aku tidak ingin kau mabuk,” ucap Matteo. Bersama suara baritone nya yang  begitu dalam dan khas. Manjakan telinga.

Lucia terdiam. Membeku. Memecahkan gelas kristal cantik di tangannya. Merusak lantai dengan pecahan kaca.

“Theo,” ucapnya gugup. Menelan ludahnya dalam. Kemudian, menunduk. Membuang seluruh harapannya. Lucia berpaling, menggenggam mini bag nya hingga kuku buatannya rusak.

“Lucia kau harus menunjukkan desain nya!” ucap Matteo. Menghambat langkah Lucia yang spontan berhenti di ujung pintu.

“Kau...?” Lucia mengepal tangan. Menatap semula ke arah Matteo. 

“Duduklah. Aku akan memeriksa sebagian....”

“Apa yang sedang terjadi? Apa yang kau lakukan di sini? Hah!” teriak Lucia, gemetaran, panik.

Matteo menyecap ujung bibir. Membasahinya seksama. “Aku yang akan menjadi owner di sini!”

“Tidak mungkin. Leon tidak akan  melakukannya,” gertak Lucia.

“Kau harus tahu, bahwa perusahaan ini, hampir bangkrut ditangannya, dan aku melakukan akusisi.”

“Jangan bohong! Kau mau balas dendam, 'kan?” Lucia berang. Menatap Matteo tegang.

“Lucia!”

“Jangan panggil namaku, berensek. Aku sudah lama menganggapmu mati,” ucap Lucia. Kembali berputar, menekan touchscreen untuk membuka pintu. Sialnya, benda itu tak bergerak, dan lampunya berubah berwarna merah. Gagal. “Kenapa tidak bisa dibuka dan terkunci!” Lucia mengamuk. Memukuli benda itu dengan mini bag nya berulang-ulang.

“Lucia,” panggil Matteo semula. Kini telah berdiri tegak dan tepat dibelakang wanita itu, Lucia berputar, nyaris menabrakkan diri.

“Buka pintunya! Buka!” paksa Lucia kesal. melempar tas ke arah Matteo. Pria itu menghindar, menarik benda sialan itu, dan membuat tubuh mereka benar-benar bertabrakan.

“Matteo lepaskan aku. Cepat. Lepaskan.”

“Tidak akan ku lepaskan, jika kau masih marah-marah, Lucia!” Matteo membalasnya tegas. Menekan pinggul wanita itu hingga membentur pintu. Dia melirik turun, melihat touchscreen di sana. “Kau salah memasukkan kode, jadi tunggu tiga puluh menit di sini!”

Underneath the SunriseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang