★ 37 | Tease the mind

1.1K 142 32
                                    

[ Underneath the Sunrise ]
Mau berterima kasih sama yang rajin banget komen dan vote. Makasih yaa. Kalian tuh penyemangat aku. Semoga sehat selalu. ❤

Happy Reading.

•••

Matteo lekas mengernyit, memoles bibir tebalnya yang merah dengan ujung jemari. Tatap matanya bergerak liar, segera menoleh ke ujung koridor. Terbenam menatap sebentar pada Lucia yang barusan tiba. Seperti biasa, wanita itu selalu mencolok dengan gaun bermotif bunga-bunga bermekaran. Harum segar, membawa aroma vanilla.

Lucia menelan saliva. Sengaja menahan napas hingga ia jatuh, terduduk lepas di kursinya. Dia diam, tak menyapa, bahkan menoleh. Jelas, mengabaikan Matteo sepenuhnya.

"Bagaimana dengan susunan jadwalnya, Sir?" Tanya Diana, mengusik pandangan Matteo yang hampir tak berkedip. Oh! Dia yakin, bahwa tingkahnya sedang diperhatikan. Namun, lihat wanita itu. Acuh.

"Ya. Ku rasa bagus," kata Matteo. Berdeham kencang untuk mencari perhatian.

"Kau belum membacanya sedikitpun," sahut Diana, tersenyum miring. Dingin, melihat cara Matteo menatap Lucia.

Matteo melirik. Hampir malu, kemudian menggosok sedikit pelipisnya dengan ibu jari. Sialan, gerak jari-jemari Lucia yang menari-nari pada atas keyboard membuatnya terusik. Ini naas, Matteo mulai terobsesi. Hingga lupa diri, bagaimana wanita itu mengamuk histeris kemarin.

"Lucia," sebut Matteo datar. Berteriak menggema di seluruh ruangan. Membuat suasana dingin itu berubah canggung.

Lucia diam membeku. Menoleh kanan kiri, ya Tuhan, apalagi ini? Matteo, membawa banyak pasang mata memperhatikannya, dan Lucia tak suka perhatian itu.

"Ya, Sir?" Lucia bertahap bangkit. Menoleh singkat. Sungguh, dia tak ingin mencari gara-gara. Apalagi, jika statusnya ketahuan, bahwa Matteo, adalah mantan suaminya.

"Buatkan aku coffee," ucap Matteo. Tegang.

"Coffee?" Lucia menarik alisnya hingga bertemu.

"Kau tentu bisa membuatnya, 'kan?" Tanya Matteo kemudian.

"Ya. Bisa." Lucia tersenyum simpul.

"Aku tunggu di ruangan ku dalam lima menit," kata Matteo. Lalu menarik berkas dari tangan Diana, dan langsung menjauh. Berjalan menuju ruang kerja pribadinya.

"Fuck!" umpat Lucia terang-terangan. Berjalan menghentak-hentakkan kaki, melewati banyak mata misterius menatapnya penasaran.

"Lucia," teriak Leyla mendekat.

"Dia benar-benar membenciku. Dia ingin aku segera pergi dari sini," ucap Lucia sengaja. Berharap bahwa seluruh isi perusahaan akan percaya. Demi Tuhan, dia tak ingin mendapatkan musuh, terlebih akibat memperebutkan laki-laki.

"Ku rasa, dia lebih dari itu. Lucia.... Kau punya hubungan dengan Theo, 'kan?"

"Jangan mengada-ada, tolong! Itu tidak mungkin," sahut Lucia. Diam-diam menggigit lidah nya hingga sakit.

"Ya. Lebih baik tidak. Karena Diana, sepertinya mengincar pria itu. Kau pasti akan mendapatkan masalah."

"Aku ingin membuat coffee, Leyla. Aku tidak ingin berdebat tentang pria yang tak ingin ku kenal lebih jauh," dengus Lucia. Meraih satu-persatu perlengkapan untuk menuruti Matteo. Dia kesal, dan menyumpahi pria itu setiap detik.

***

Matteo berdeham kencang. Turut merapikan pakaian, serta tatanan rambutnya. Duduk dengan dagu congkak, bersedekap dengan wajah datar. Menunggu Lucia yang akan membawakannya segelas coffee. Hingga suara ketukan itu datang, dan Matteo menyambutnya dingin.

Underneath the SunriseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang