★ 45 | Small Chapel

1K 148 33
                                    

[ Underneath the Sunrise Update ]
Hayuk, komen yang lebih rame lagi!
Buat yang nggak sabar nunggu tamat, cerita ini udah tersedia sampe tamat di Karyakarsa, atau kalian bisa pesan pesan PDF nya sama aku, langsung aja WA : 081917531103
Semua judul cerita aku ada PDF nya.

•••

What? Kau mau kemana?” Adam menyeru tegas. Membentengi langka yang di ambil Sadie, mantan kekasih Matteo itu memucat, setelah melihat berita tentang terbunuhnya Moray Highland.

“Aku harus pulang ke Bogota!” tatap Sadie. Meremas-remas tangannya sendiri.

“Kau gila? Di sana tak aman untukmu!” teriak Adam. Lagipula kesal dengan ketidakpastian kakak kandungnya itu.

“Aku sudah terlalu lama melarikan diri seperti ini, Adam.”

“Kau lihat berita itu, 'kan? Meski dikabarkan demikian, aku tida yakin kalau dia bunuh diri. Seseorang pasti membunuhnya,” sahut Adam.

“Aku tahu, dan mungkin aku adalah incaran selanjutnya, Adam. Mungkin aku!” Sadie mengerang. Menyeka air mata yang menetes.

“Jika tahu, kau nekat untuk kembali? Sadie, Matteo sudah bebas. Dia mungkin pelakunya, dan aku sangat yakin, bahwa dia juga tak akan melepaskan mu,” kata Adam. Menekan tangan milik perempuan itu dengan kencang.

Sadie mengerang. Melihat sekitar, sudah hampir tiga tahun, sejak dia melarikan diri di salah satu desa terpencil Indonesia ini. Perempuan itu menjalani kehidupan yang tak begitu baik, dia terlalu banyak berpindah-pindah untuk bertahan hidup.

“Lalu, apa yang harus aku lakukan agar tidak lagi hidup dalam bayangan ini, Adam? Katakan! Apa kau bisa membantuku?”

“Aku selalu mendukung mu! Tinggallah di sini lebih lama, dan berjuanglah untuk melupakan masa lalu mu!” desak Adam. Meraih kedua tangan dingin wanita itu dengan kuasa penuh.

Sadie terdiam. Menelan ludahnya.

“Kau sudah merasa bersalah, dan itu lebih dari cukup untuk menghukum dirimu!” sambung Adam. Memaksa penuh semangat. Dia menelan ludah. Membuat Sadie bergegas mendekat memeluk nya.

***

Lucia tampak berantakan. Lemas, kurang berdaya. Mual menyiksa, di sertai pening yang menjalar hingga mencemaskan. Untungnya, perempuan itu dapat menahan diri, untuk tak melampiaskan muntah di sekitar ranjang. Falcon membuat pergerakannya benar-benar terbatas. Dia tak bisa kabur.

“Kau mungkin sakit, karena belum makan apapun dari kemarin,” lagi, suara milik Falcon terdengar serak. Bergerak masuk dengan setelan suit yang rapi. Senyum di wajahnya tampak memukau. Harum menyengat.

Lucia menoleh. Kemudian buru-buru berpaling untuk membuang muka.

“Hari ini, kau harus berdandan cantik. Karena hari ini, adalah hari penting untuk kita!”

Lucia mendengus. Melampiaskan seluruh kekesalannya. “Penting untukmu, tapi tidak untukku!”

“Aku sudah mengirimkan seseorang untuk Four,” sanggah Falcon. Turut mengusap wajah Lucia. Membuat perempuan itu segera menoleh, dan menepisnya.

“Apa yang kau lakukan pada putraku?” Tanya Lucia. Menimbulkan seringai tajam dari wajah Falcon yang ganas. Dia tahu, bahwa Four adalah satu-satunya kelemahan Lucia, dan Falcon memanfaatkan itu untuk membuat nya tenang.

Underneath the SunriseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang