Bab 26 | She's Grown Up

239 52 91
                                    

Kalian team happy end apa sad end nih?

Happy Reading ❤️

🍁🍁🍁

Hari terakhir ujian Nala, aku sudah berjanji menjemputnya di sekolah. Aku sengaja datang lebih awal, bersandar di kap mobil agar Nala dengan jelas dapat melihatku nanti. Namun aku malah merasa jadi pusat perhatian. Tak henti-hentinya kulihat satu dua, bahkan gerombolan siswi sekolah Nala memandangku penasaran.

Aku cek penampilanku dari bawah ke atas, sneakers dan setelan jas seperti biasa. Hanya saja kali ini aku memakai kacamata. Apa aku terlihat seperti om-om jika berpenampilan seperti ini untuk menjemput Nala?

Terserahlah. Toh aku memang dari toko langsung kesini. Rencananya aku hanya akan mengajak Nala makan siang, lalu mengantarnya pulang dan kembali bekerja.

Tak lama kulihat Nala keluar gerbang, aku melambaikan tangan dan gadis itu berlari kecil menghampiriku dengan senyum lebar.

"Gimana ujiannya?"

"Harus banget nanya itu ya? Mending kasih ucapan selamat aja deh, aku bisa bertahan sampai ujian kelar," protes Nala. Kuacak-acak rambutnya gemas.

"Yuk, masuk. Kita rayain kelarnya ujian lo," ajakku. Nala mengangguk semangat.

Nala ingin makan bakso malang di shelter area taman kota. Tentu aku menurutinya. Meski cuaca terik, area itu cukup ramai didatangi apalagi pada jam makan siang. Berbagai macam warung makan berjejeran, menggugah selera siapapun yang melewatinya.

"Jangan banyak-banyak sambalnya, Cil!" tegurku melihat Nala yang sudah menuang satu sendok penuh sambal ke dalam mangkoknya. Nala nyengir. Aku tahu dia akan tambah satu sendok lagi jika tidak kutegur.

"Emang kalau otak ngebul gini paling enak makan pedes-pedes Kak! Biar makin berasap kepalanya," serunya asal lalu diam-diam menambahkan sambal lagi. Aku melotot padanya.

"Jangan ngeluh ya kalau nanti sakit perut!"

Meski kepedasan, Nala tetap menghabiskan baksonya. Bulir keringat menghiasi kening gadis itu. Bibirnya sampai bengkak dan merah. Dia bahkan sudah minta tambah es teh manis. Aku benar-benar berharap dia tak sakit perut setelah ini.

Usai makan, kami masuk ke taman kota. Duduk berduaan di atas bangku yang tepat berada di bawah pohon rindang. Seperti biasa, Nala akan bersandar di lenganku. Dia mana bisa duduk anteng sih?

"Geseran napa Cil? Kita bisa dikira mau mesum loh ini!"

Nala malah terkikik. "Santai Kak! Sepi gini," sahutnya.

"Justru karena sepi itu, Cil. Bisa disangka macam-macam kita," tukasku.

"Iya juga ya?"

Nala kemudian duduk tegak, sedikit bergeser menjauh dariku. Lalu kami mengobrol, menghindari topik tentang ujian karena Nala mengaku sudah muak. Alhasil kami bicara hal-hal random. Tentang sinetron favorit Amma yang jadi tontonan wajib kami di rumah, tentang knalpot baru Aska yang bising hingga dikeluhkan tetangga, tentang Diki yang baru kena tipu kenalannya di sosial media, hingga hal-hal receh lainnya. Bersama Nala, hal-hal random yang kami bicarakan terasa ada maknanya.

🍁🍁🍁

Dua bulan sudah aku dan Nala menjalin hubungan. Ungkapan umur hanyalah angka mungkin cocok disematkan untuknya. Usianya baru tujuh belas tahun, tapi kata-kata yang dia ucapkan kadang membuatku takjub. Nala pendengar yang baik, dan selalu menanggapi dengan ekspresif setiap aku bercerita.

Aku ingat waktu sopir pick up toko, Pak Aris mengalami kecelakaan. Tanpa sengaja dia menyerempet mobil orang karena terburu-buru saat mengirim barang ke pelanggan. Waktu itu aku sempat panik, karena kerusakan mobil lumayan parah. Aku harus ganti rugi sekian juta, belum lagi pelanggan kami mengajukan komplain karena keterlambatan pesanan.

Sad Things About Renala [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang