⚠No Plagiat⚠
-Awali dengan vote, akhiri dengan komentar-•
•
•Tugas siang sedari tadi telah digantikan oleh malam. Kegelapan mengambil alih dan cahaya kecil dari bintang-bintang juga bulan menemani sebagai penerang samar.
Dalam ruangan kamar milik Rucas terdengar suara isak tangis dari si empu. Remaja yang tidak banyak bicara itu untuk pertama kalinya tadi membentak kakak kembarnya.
Emosi mengambil alih dirinya hingga tidak sadar telah berteriak dan membentak Lucas di depan Ayah juga adiknya. Namun, ini juga salah Lucas yang meremehkan lukanya, kan?
Ketukan pintu terdengar tapi Rucas mengabaikannya, begitu enggan menemui orang-orang saat ini. Kamar Rucas begitu gelap dan cahaya samar dari jendela kamar hanya satu-satunya penerang.
"Rucas? Ini aku Lucas. Tidak mau berbicara denganku? Aku minta maaf."
Suara dari seberang Rucas abaikan, memilih meringkuk dan memeluk dirinya sendiri. Matanya yang sembab membuatnya seolah ingin memejam, begitu berat jika terus bertahan di antara kecewa.
"Maaf, ini salahku. Tapi, ini semua untuk-"
Suara Lucas di seberang sekarang terdengar samar. Mata yang sedari tadi mencoba bertahan untuk tetap terjaga telah berakhir menutup dan kesadarannya hilang. Tertidur akibat lelah menghantam di antara gejolak emosinya.
Sedangkan Lucas kini hanya bisa menatap pintu yang terkunci rapat di hadapannya. Mengepalkan tangan erat untuk menahan tangisnya.
"Tapi, ini semua untukmu. Kenyamanan mu dan keselamatan dirimu," ujar Lucas yang berharap Rucas mendengarnya.
Namun, sayang sekali Rucas tidak mendengarnya. Anak itu tertidur akibat guncangan emosi.
Mengusap air mata yang hendak jatuh dari pelupuk mata, Lucas menoleh ke arah seorang pelayan di sampingnya. Wajah yang sedari tadi menunjukan ekspresi sedih dikepung oleh lara, kini berubah menjadi serius seakan semua tidak pernah terjadi.
"Tuan Enzi menunggu laporan anda di ruangannya, Tuan muda Lucas."
Mengangguk paham, Lucas segera pergi menuju tempat ayahnya berada. Langkah kaki yang arogan membuat para pelayan begitu segan menatapnya saat berpas-pasan.
Lucas, anak sulung dari Enzi yang dipercaya untung mengurus dunia bawah diusianya yang masih muda di bawah pengawasan sang ayah.
Mengetuk pintu yang menjadi ruangan pribadi ayahnya, Lucas pun bersuara. "Ini Lucas, Ayah."
•
•
•"Heyy, Athalaa.."
Panggilan Lucas yang terdengar manja tidak membuat 004 menoleh. Sepertinya Lucas sudah melupakan panggilannya dulu, 'Bocah Gila'.
Memangnya ada apa dengan masa lalu Athala sampai dipanggil 'Bocah Gila'?
Terlarut dalam pikiran, 004 tidak sadar jika tubuhnya kini melayang dan berakhir di gendongan Enzi. Kecupan lembut di dahinya baru saja menyadarkannya akan kenyataan.
"Jangan melamun," ujar Enzi yang menyatukan pipinya dengan 004 dan menggesekkannya. Lembut, batin Enzi.
Lucas mengerucutkan bibirnya, merasa tidak adil. Namun, raut wajahnya tiba-tiba berubah saat netranya menangkap bayangan sosok kembarannya menuju dapur.
Bangkit untuk segera menemui Rucas, Lucas pun langsung memeluk kembarannya begitu bertemu. Mencium pipinya sayang, Lucas kemudian menempelkan kening mereka.
"Maaf, jangan marah.. Aku mengkhawatirkan dirimu," ujar Lucas dengan tatapan teduhnya. Suaranya begitu lembut bagai sutra.
Terkejut, Rucas bergeming saat Lucas memeluk dan memperlakukannya dengan begitu manis. Perlahan dirinya membalas pelukan kakak kembarnya. Wajahnya ia sembunyikan di ceruk leher Lucas.
"Jangan terluka lagi," bisik Rucas teredam.
Lucas hanya berdehem, menggumam kata 'Ya' tanpa ada janji yang tersemat. Karena bagaimanapun, Lucas tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari luka serta lebam. Semua itu hanya untuk Rucas dan mungkin juga Athala yang telah merebut hatinya.
Mengubah ekspresi kembali menjadi ceria, Lucas mengusap air mata yang telah lolos melewati pipi Rucas. Begitu lembut perlakuannya pada kembaran nya itu.
"Jangan menangis, aku ikut sedih melihatnya," bisiknya yang lagi-lagi melontarkan perkataan manis.
"Ayo, kita bermain bersama adik kecil kita!"
Lucas menarik tangan Rucas semangat menuju ruang keluarga yang terdapat sang Ayah juga adik kecil mereka, Athala. Namun, pada tarikan itu Rucas tidak merasa kesakitan atau apapun, hanya rasa hangat juga nyaman di benaknya.
Lucas adalah pelindungnya.
Sampai di ruang keluarga, Lucas menemukan adik bungsunya tengah menatap layar TV. "Athala~" panggilnya pelan seraya memeluk adik bungsunya yang terlihat seperti buntelan merah muda.
Rucas tidak mau kalah, dirinya ikut mendusel untuk memeluk si bungsu. Wangi bayi mengguar kuat dari adiknya hingga berakhir menjadi candunya.
004 hanya bisa pasrah menerima, mau melempar barang berbahan kaca tapi tidak ada satu pun barang di dekatnya. Dirinya tadi dipangku tapi orang yang memangkunya sedang sibuk. Jadi, berakhirlah dirinya duduk seorang diri dan dipeluk oleh dua anak kembar.
Pipi 004 dimainkan tapi tidak ada balasan dari si empu membuat si kembar semakin gemas dan gencar memainkannya. Pipi yang memang merah semakin memerah, perih dan kebas mulai terasa bagi 004 tapi ditahan.
Lucas dan Rucas yang pada dasarnya tidak tahu diri, mereka menggigit pipi adik manis mereka itu. Pipi adik mereka -Athala begitu lembut dan kenyal layaknya mochi.
Cekrek!
Satu tangkapan foto Enzi dapatkan. Senyum puas terpatri di wajahnya tapi segera berubah panik saat melihat air mata bungsunya mengalir bebas.
004 menangis tanpa suara, begitu sakit pipinya digigit oleh anak kembar tidak tahu diri. Tangannya terangkat untuk menarik rambut mereka tapi dirinya lebih dulu digendong oleh ayah si pemilik raga, Enzi.
"Kalian ambil kotak P3K!" titah Enzi pada putra kembarnya yang malah menatap polos seolah itu bukan kelakuan mereka.
Mengangguk, mereka segera melaksanakan apa yang diperintahkan dibarengi suara tawa dari Lucas karena dia merasa lucu dengan keadaan mansion kini begitu berubah.
Tetap seperti ini, ya!
Agar kedua adikku merasa nyaman!
Kumohon..
Karena mereka saat ini adalah separuh jiwaku..
Rucas yang telah lebih dulu mengambil kotak P3K segera berbalik untuk memberikannya kepada sang Ayah. Namun, sepasang netra hitamnya menemukan Lucas yang tengah berderai air mata.
"Lucas?"
Suara Rucas yang bergetar menyadarkan Lucas dari pikirannya. Masih dengan air mata, Lucas tersenyum manis.
"Tetap di sampingku ya, Rucas!"
•
•
•Kedua pipi 004 dibalut plester kompres. Memang pipi tembam yang seakan mochi itu tidak berdarah tapi pipinya memerah juga membekas gigi dan jadilah memakai plester kompres.
"Kalian, jangan dekati adik kalian!" usir Enzi pada kedua bocah yang hendak kembali menerkam si bungsu.
"Tapi, yang menggigit pipi Athala duluan Rucas," ujar Lucas melimpahkan kesalahan kepada kembarannya dan sontak saja Rucas menggeleng ribut.
"Lucas, bukan Rucas."
Menghela napas kasar, Enzi segera menggendong 004 yang telah mulai tenang untuk tidur siang. "Kalian berdua itu sama saja," sinis Enzi sembari berjalan pergi.
Rucas mendengus tidak suka dan Lucas berdecak sebal. "Tsk, lebih baik sekarang kita bermain berdua saja," ajak Lucas menuntun jalan Rucas.
"Tidak ada yang bermain, kalian juga tidur siang!" seru Enzi dari kejauhan dengan menutup kedua telinga bungsunya terlebih lebih dulu.
Namun, seruan Enzi membuat Lucas serta Rucas saling menatap. Guratan kesal begitu jelas terlihat di wajah mereka.
"Sialan," umpat mereka bersamaan.
•
•
•
KAMU SEDANG MEMBACA
004: Give Me A Life
Teen FictionJangan sia-siakan makanan atau akan ada sosok yang memakanmu.