⚠No plagiat and Remake⚠
-Vote dan Komen, ya-•
•
•Gerimis mengawali hari setelah badai menerpa di malam hari. Hawa dingin menyapa saat Rucas mencoba kabur dari kelas dan membolos untuk pertama kalinya.
Mengendap-endap layaknya pencuri, Rucas kabur lewat pintu kecil di belakang sekolah yang dikenal angker. Namun, apa pedulinya? Lucas selalu lewat di sana dan tidak terjadi apapun kok.
Hanya berbekal handphone juga dompet, Rucas berjalan menuju rumah sakit. Walau ada kendaraan umum, rasanya Rucas ingin menikmati hari dengan membasahi diri menggunakan gerimis hujan.
Di setiap langkahnya, pikiran akan kembarannya yang panik saat mengetahui dirinya membolos membuatnya terkekeh. Lirikan dari berbagai pejalan kaki tidak Rucas hiraukan, toh terserah kalau mereka menganggapnya aneh hanya karena berjalan di antara gerimis hujan tanpa menggunakan payung.
Dalam pakaiannya yang setengah basah, Rucas berjalan tegap menuju ruangan adik bungsunya, Athala. Beberapa perawat melirik tapi segera mengalihkan pandangan saat mengetahui jika dirinya adalah anak dari sosok penting.
Memasuki ruangan adiknya, dirinya menemukan sosok pengasuh Athala sedari dulu, Ravael. Raut terkejut dari si pengasuh tidak Rucas pedulikan.
"Tuan muda Rucas!" hormat Ravael yang terkejut.
Diam tidak menyahut, pandangan Rucas tertuju lurus pada tubuh adik bungsunya yang tertidur dengan alat bantu pernapasan. Tangannya hendak mengusap punggung tangan adiknya tapi dicegah oleh Ravael.
"Maaf, Tuan muda. Tolong cuci tangan terlebih dulu karena kondisi Tuan muda Athala masih rentan," ujar Ravael yang diangguki oleh Rucas.
Selama Rucas mencuci tangannya di kamar mandi, Ravael buru-buru mencari pakaian ganti untuk sang Tuan muda. "Tuan muda Rucas, pakailah baju ini agar anda tidak sakit," ujarnya menawarkan sebuah pakaian sang adik.
Rucas melirik bingung Ravael. "Ah, ini adalah pakaian Tuan muda Athala tapi ini agaknya muat untuk anda," jelas Ravael yang kembali diangguki Rucas.
Benar ucapan Ravael, baju milik adiknya cukup walau agak ketat. Dirinya setelah ganti hanya duduk memandangi wajah adiknya tanpa adanya sosok Ravael. Ya, dia menyuruh Ravael keluar.
Lama hanya memandangi wajah tenang adiknya tidak membuat Rucas bosan. Bentuk wajah manis walau tertutup alat bantu pernapasan dan kulit lembutnya bisa Rucas rasakan walau hanya melihat.
Adiknya memang spesial.
Dirinya bangga tapi juga iri.
Kenapa dirinya bukan adiknya?
"Adek, tahu tidak kalo Kak Rucas iri sama Adek?" Ucapan Rucas memecah keheningan, mengakui bahwa dirinya iri dengan cara bertanya walau tahu tidak akan dijawab.
Rucas adalah sosok anak tengah yang begitu banyak memendam perasaannya. Rasa iri juga kagum di saat bersamaan pada kakak kembarnya dan adik bungsunya.
Kagum dan iri dengan kehebatan serta ketangguhan sang kakak, juga daya tarik adiknya yang sungguh memikat semua orang walau adik bungsunya, Athala adalah orang yang cukup kasar sebelum diculik.
"Adek buat Ayah berubah dan Kakak senang akan hal itu. Tapi, kenapa Ayah berubah hanya buat Adek? Kak Rucas kan iri," ungkap Rucas dengan menahan air mata yang bisa meluncur kapan saja.
Sebuah isakan lolos bersamaan dengan air mata yang telah berlomba-lomba meluncur melewati pipi Rucas. "Kenapa Kakak tidak bisa menjadi sosok seperti adek?"
Semua keluh kesah yang Rucas pendam kini disampaikan di hadapan adiknya walau sang adik sendiri tengah memejam mata. Menyembunyikan wajahnya pada lipatan tangan, suara Rucas perlahan teredam dan tidak terdengar.
"Kak Rucas juga ingin diperhatikan," ujar Rucas pada kalimat terakhirnya sebelum benar-benar terlelap dalam tidur.
Tepat kala Rucas tertidur, air mata mengalir dari mata 004 yang terpejam. Dirinya mendengar segala keluh kesah Rucas tanpa bisa terbangun dari tidurnya.
Jika Rucas saja iri pada kehidupan Athala, bagaimana dengan 004? Tentu saja dirinya lebih iri. Kehidupan kalian yang berada di permukaan dan sedangkan 004 berada di dunia bawah.
Berbicara adalah suatu hal tabu dan siksaan selalu menantinya. Makanan tidak tentu diberikan. Hidup di dunia bawah tanpa tahu rasa hangat cahaya matahari.
004 hidup tapi seolah tidak memiliki hak kehidupan.
Rasa iri dari dirimu tidak sebesar rasa iri dariku. Tidak bersyukur, huh? Jangan ajari diriku bersyukur jika kamu saja tidak merasakan hal yang ku rasakan.
•
•
•Lucas berlari mencari saudara kembarnya di seluruh area sekolah. Bertanya pada satu persatu murid yang dekat dengan adiknya itu hingga kini dirinya berakhir di rooftop sekolah yang biasa dirinya gunakan saat membolos untuk beristirahat sejenak.
Rooftop begitu basah saat ini akibat gerimis yang sedari tadi mengguyur bumi hingga terhenti beberapa saat lalu. Sungguh, dimana adik kembarnya itu?
Tidak mungkin jika Rucas diculik seperti adik bungsunya, kan?
Iya, kan?
Menendang genangan air yang ada dengan penuh amarah. Beberapa sosok pemuda yang ingin menyampaikan sesuatu pada Lucas tersentak kaget.
"Apa yang ingin kalian sampaikan? Jika tidak berguna, kalian akan mati di tanganku," ujar Lucas mengancam.
Semua yang ingin menyampaikan sebuah berita hanya bisa meneguk ludah kasar karena ancaman Lucas tidak bisa diremehkan. Salah satu dari mereka maju selangkah seraya mendorong pemuda berambut panjang seolah menyuguhkan mangsa pada puncak rantai makanan.
"Luu, dia katanya lihat kemana Ruu pergi," ungkap sosok yang mendorong pemuda tadi dan hanya diangguki oleh Lucas.
"Katakan, dimana adik kembarku?" Pertanyaan yang keluar dari bilah bibir Lucas bernada begitu datar juga dingin dan jika jawabannya tidak berguna, bisa saja pemuda berambut panjang tadi langsung dihabisi di tempat.
Berdehem untuk mengurangi rasa takutnya, pemuda berambut panjang itu mulai membuka mulutnya. "Aku hanya melihat dirinya pergi dan tidak tahu dimana posisinya sekarang. Tapi, tadi Rucas pergi membolos lewat pintu belakang sekolah," jelas pemuda tadi dengan lugas walau nada bicaranya sedikit bergetar.
Sejenak Lucas terdiam dan begitu tersadar sesuatu, dirinya langsung berlari tanpa memperdulikan teriakan dari orang-orang yang ditabraknya tanpa sengaja.
Benar, kenapa tidak terpikirkan jika Rucas berada di tempat adik bungsunya?
"Aku juga ingin diperhatikan lebih."
Kalimat yang diucapkan adik kembarnya itu terngiang di kepalanya. Nada yang terdengar begitu sedih itu membuat hatinya berdenyut sakit. Adiknya hanya ingin kasih sayang sang ayah.
"Perhatianku masih saja kurang untukmu," batin Lucas menahan sesak di hatinya.
Sampai di rumah sakit, Lucas menetralkan deru napasnya setelah berlari dari taxi saat mengetahui bahwa jalan macet parah akibat kecelakaan. Seluruh pakaiannya telah basah akibat hujan deras yang turun tiba-tiba.
Membuka pintu ruangan adik bungsunya perlahan, wajah tegang Lucas seketika melembut saat menemukan kembarannya duduk di samping ranjang si bungsu.
Wajah Rucas yang disembunyikan pada lipatan tangan tidak membuat keimutannya hilang, begitu pula dengan wajah Athala yang tertutup alat bantu pernapasan.
Kemarahan juga kekhawatirannya seketika hilang dan digantikan rasa yang perlahan tenang. Sungguh Lucas bersyukur jika Rucas baik-baik saja.
Air mata mengalir tanpa izin. Lucas begitu lemah jika menyangkut kembarannya. "Jangan buat Kakak khawatir lagi," bisik Lucas seraya mencium lembut kening Rucas yang terlihat.
•
•
•
KAMU SEDANG MEMBACA
004: Give Me A Life
Teen FictionJangan sia-siakan makanan atau akan ada sosok yang memakanmu.