9

2.3K 218 2
                                    

⚠No plagiat and remake⚠
-Tolong Vote and Komen-



Lucas Arsaka Bimantara, putra sulung dari Enzi Bimantara yang akan menjadi penerus dunia bawah. Walaupun usianya masih sangat muda, Enzi sudah menetapkan posisinya.

Mau tidak mau Lucas harus mengambil posisi yang telah ditujukan untuk dirinya. Lagi pula, siapa kandidat sempurna selain dirinya?

Rucas? Dia lemah dalam fisik juga mental.

Athala? Masih muda dan tergolong gila.

Dan lagi, Lucas menyayangi kedua adiknya, terlebih Rucas. Ya, dia juga menyayangi Athala. Namun, dengan perhatian yang berbeda.

Maka dari itu semua, Lucas mengemban tugas dari posisi penerus dengan sempurna. Dirinya tidak ingin adik-adiknya terluka selain karena dirinya.

Ayah mereka bukan tipe perhatian dan akan memberikan kasih sayang secara langsung juga terang-terangan. Mereka adalah anak yang dihasilkan dari bentuk kerja sama, pernikahan politik. Namun, kerja sama itu segera hancur setelah istri kontrak Enzi tiada karena keracunan obat setelah melahirkan Athala.

Ah, walaupun Lucas dan Rucas lahir lebih dulu, mereka tetap tidak merasakan kasih sayang dari sang ibu. Percuma menangis dan memohon untuk diperhatikan, karena mereka hanya akan mendapatkan tatapan tajam.

Lucas masihlah remaja labil berusia 17 tahun masih butuh bimbingan tapi sudah mendapat tugas besar. Ingin mendapatkan panggilan sempurna tapi mustahil, dirinya tetap banyak melakukan kesalahan. Hukuman dari sang ayah juga tidak main-main sakitnya jika dirinya melakukan kesalahan.

Maka dari itu, dirinya tidak bisa berjanji untuk lepas dari luka.

Guncangan dari sebuah ketidaksabaran itu mengubahnya menjadi pemuda yang tidak bisa mengekspresikan diri. Dirinya bahkan perlu belajar untuk tertawa dan menangis.

Topeng utama yang digunakan Lucas adalah seorang anak dengan sifat hiperaktif dan menyebalkan. Padahal aslinya, Lucas tidak tahu bagaimana berekspresi sembari bersikap.

Lucas benar-benar telah jatuh ke dalam jurang tanpa ujung. Kegelapan adalah area yang selalu menemaninya dan untuk cahanyanya hanya kembarannya, sumber kehidupannya. Athala juga sama walau rasanya begitu redup cahaya miliknya.

Menghela napas lelah, Lucas memijat pelipisnya lelah. Berkas-berkas laporan dari rumah sakit belum menemukan titik terang untuk kedua kasus adiknya yang menjadi sasaran teror.

Rucas diracuni dengan zat yang dapat menimbulkan alerginya dan Athala yang mendapat sebuah lebam di bagian perutnya. Laporan bukti pun tidak ada gunanya karena CCTV sepanjang lorong telah dirusak dan para penjaga tewas di tempat.

Menyandarkan diri pada bangku ruang belajarnya, Lucas kembali menghela napas. Lelah rasanya karena belum mendapat bukti sebagai petunjuk sedari kemarin.

Merapikan semua berkas yang berada di mejanya hingga tanpa sadar menemukan buku lama miliknya. Buku itu memiliki kertas yang mencuat keluar dan membuat Lucas menariknya.

Kertas panduan ekspresi.

Salah satu alis Lucas terangkat. Kedua jari telunjuknya menyentuh bagian sudut bibir dan menekannya hingga ke atas, membentuk senyum. Namun, segera saja Lucas melepaskan senyum buatannya.

Senyumnya tidak semanis senyum adik-adiknya.

Suara ketukan pintu terdengar dan segera saja Lucas menyembunyikan kertas panduan ekspresi miliknya. Mempersilahkan sosok pengetuk untuk masuk tapi sebelumnya Lucas mengubah posisi duduknya.

Melirik sosok yang memasuki ruang belajar, Lucas tersenyum senang tapi tentu saja senyum itu palsu. "Ayah!" seru Lucas sembari menghampiri Enzi semangat.

Jika kalian berpikir Enzi akan memeluk Lucas, kalian salah. Enzi dengan wajah datar melayangkan sebuah tamparan pada putra sulungnya hingga putranya itu terdiam dengan wajah yang tertoleh ke samping.

"Kenapa pekerjaanmu buruk sekali? Melindungi adik-adikmu tidak bisa dan memberi laporan saja lambat!" Segala bentuk unek-unek Enzi keluarkan dan tidak peduli jika Lucas sakit hati dengan ucapannya.

Hanya bisa menunduk tanpa bisa membalas ucapan Ayahnya, Lucas berharap dirinya bisa menulikan telinganya. Ucapan Enzi terhenti dan kini Lucas berani bertemu tatap dengan sang Ayah.

Mengulas senyum tipis, Lucas meminta maaf. Namun, kenapa Ayahnya terdiam? Apakah ekspresinya salah?

Sedangkan di sisi Enzi, Enzi terdiam saat Lucas mengulas sebuah senyum sembari berucap maaf. Senyum Lucas tidak bermasalah tapi tatapan matanya.

Selama ini dirinya tidak terlalu memperhatikan putra-putranya tapi kenapa dirinya baru sadar jika di setiap senyum Lucas yang terlukis, selalu saja matanya seolah mati.

Mundur perlahan saat Lucas mencoba mendekatinya, Enzi pun mendorong pelan bahu Lucas. "Kita akan pindah ke mansion lama dan akan kembali ke mansion utama saat situasi membaik," ujarnya sembari berjalan pergi dan meninggalkan putra sulungnya yang masih terdiam.

"Ayah, apa aku menakutkan? Tapi, Ayah kan iblisnya.." gumam Lucas saat menatap kepergian Ayahnya.



Mendorong kursi roda kembarannya dengan perlahan juga hati-hati, Lucas sesekali mencium pucuk kepala Rucas seolah gemas saat adik kembarnya itu menengok ke kanan dan ke kiri saat memasuki area mansion lama mereka yang berada di pinggiran kota.

Di depan mereka terdapat sang Ayah yang juga sedang mendorong kursi roda adik bungsu mereka. Mungkin untuk menghilangkan rasa cemburu juga iri, adiknya memilih melihat mansion lama sebagai pengalihan.

Mereka tidak hanya berempat tapi bersama banyak orang yang merupakan penjaga mereka. Namun, tentu saja para penjaga menjaga jarak dengan mereka.

"Hm hmm ..." Senandung lagu yang terdengar dari Lucas membuat Rucas menengadahkan wajahnya untuk menatap kakak kembarannya itu.

Menyadari adik kembarnya menatapnya, Lucas segera memberikan senyum terbaiknya. "Ini lagu kita saat masih kecil," bisiknya pelan hingga hanya adik kembarnya saja yang mendengar. Mata Rucas berbinar lucu dan melanjutkan senandung yang telah dimulai Lucas.

"Kita kan selalu mencinta.." bisik Lucas dan Rucas berbarengan akan lirik bagian akhir lagu.

Berbeda dengan si kembar yang saling beradu kasih, 004 hanya diam saat Enzi memindahkan dirinya yang semula di kursi roda ke sofa. Pria itu tidak banyak bicara seperti terakhir kali hingga ada rasa aneh tercipta pada diri 004.

004 memang risih dengan segala atensi yang tertuju pada dirinya tapi rasa nyaman itu membuatnya menginginkan lebih. Namun, manusia menyesal hanya sementara, kan?

Sedari awal 004 yang memasuki raga Athala sudah sadar diri, Enzi hanya menyesal untuk Athala, bukan 004. Kasih sayang juga perhatian itu hanya sementara dan 004 paham akan itu.

Tapi, kenapa rasanya sakit?

Menatap kepergian Enzi, 004 hanya mulai merebahkan diri sembari menatap tangannya yang dibalut kain kasa untuk menutupi luka infus.

Seseorang melintasi 004 tapi segera berbalik. Segera suara ramah dan lembut menyapa pendengaran 004. "Tuan muda, kenapa anda di ruang tamu? Anda harus banyak istirahat," ujar Ari, dokter khusus milik 004 selama pemeriksaan di rumah sakit.

Dalam keadaan ragu, 004 menggeleng pelan. Melawan diri yang masih menginginkan sebuah perintah hanya untuk menjawab sesuatu.

Ari sendiri terlihat sumringah dengan apa yang 004 lakukan. Karena bagaimanapun, jawaban semacam ini adalah hal langka. 004 tidak pernah menjawab pertanyaannya tapi sekarang sudah menggelengkan kepalanya untuk jawaban, kemajuan bagus.

"Mau berjalan bersama?" Ari mengulurkan tangannya.

Tawaran yang begitu berharga bagi 004 tampak menggiurkan. Entah keberanian dari mana, 004 meraih tangan Ari. Tenggelam dalam bayangan, 004 berharap jika saja di masa lalunya ada sosok yang mengulurkan tangan, dirinya pasti akan bebas, kan?



004: Give Me A LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang