⚠No plagiat and remake⚠
-Vote and Komen-•
•
•Seminggu berjalan begitu cepat. Masa hukuman pada Rucas juga telah berlalu. Untuk 004, ia hanya enggan untuk keluar juga enggan menemui semua orang.
Suasana suram yang pernah terjadi di keluarga Bimantara kembali terulang. Rasa manis begitu cepat berlalu dan meninggalkan jejak bagai mimpi.
Kediaman Bimantara seolah terselimuti kabut yang membawa seluruh anggota tersesat dalam rasa manis menyesatkan semua penghuni kediaman.
Uluran tangan yang pernah membuat mereka saling menggenggam terasa lembut tapi kian menghilang dan secercah cahaya pernah tercurah membawa rasa yang tertinggal.
Rucas yang selesai dari masa hukuman tidak menunjukan perbedaan di mata semua orang. Diam dengan ekspresi tenang dan terus berjalan menuju tempat favorit dirinya juga sang kembaran di mansion lama.
Tidak ada rasa bersalah di hatinya setelah menceritakan sikap masa lalu adiknya. Dirinya tidak tahu jika adik bungsunya itu akan begitu ketakutan. Namun, tentu ada rasa ketakutan di balik semuanya. Dirinya takut akan sendirian.
Berjalan sembari merenung, Rucas tidak tahu jika ada seseorang yang mengikutinya hingga sebuah tepukan hinggap di pundaknya. Senyum ramah dari dokternya yang Rucas lihat.
"Bagaimana bisa anda berjalan dengan mata kosong seperti itu? Bagaimana jika anda tersandung?" tanya Liam dengan sorot kekhawatiran.
Mengulas senyum dengan begitu kentara akan kesedihan yang ada, Rucas berucap pelan. "Tersandung hanya masalah kecil."
Liam mengulum bibir. "Saya dokter anda, tentu saja saya khawatir."
Menggeleng pelan, Rucas berjalan ringan di antara rerumputan seolah tengah menari dengan anggun. "Terima kasih telah mengkhawatirkan tapi aku tidak apa. Aku telah sembuh dan sakit ku tidak bisa dibandingkan dengan adikku, bukan?"
Kini Liam yang menggelengkan kepalanya pelan. "Rasa sakit orang-orang kan berbeda."
Langkah kaki Rucas terhenti. Mata hitamnya berkilau seakan dilapisi oleh berlian. "Andai dokter Liam adalah ayahku.." gumam Rucas pelan dan hanya bisa dirinya dengar.
Hening melanda dengan angin melewati mereka. Tanpa ada percakapan kembali, mereka berjalan beriringan menuju gazebo.
Liam memperhatikan tuan mudanya yang tengah menatap ikan di atas gazebo. Seolah teringat sesuatu, Liam bersenandung lagu yang pernah dirinya dengar hingga atensi Rucas beralih kepadanya.
Senandung pun usai dan Rucas mengeluarkan pertanyaan yang berada di kepalanya. "Bagaimana bisa anda tahu lagu itu? Itu laguku dan Lucas." Rucad bertanya dengan nada kepemilikan yang kuat.
Mengangkat bahunya, Liam menjawab dengan lembut. "Saat Tuan muda Rucas dirawat dan dalam keadaan tidak sadarkan diri, Tuan muda Lucas selalu bernyanyi lagu tersebut dengan lembut hingga para petugas medis yang lewat ikut merasa tenang saat mendengarnya."
Menempelkan jari telunjuknya pada bibir tipisnya, Liam berucap pelan. "Ini rahasia kami dari kalian. Tolong jangan beritau Tuan muda Lucas agar beliau bisa bernyanyi tanpa hambatan."
Rucas berkedip tidak percaya. Pantas saja disetiap dirinya tidak sadarkan diri akibat imunnya yang lemah, selalu saja ia merasa terbuai tenang di alam bawah sadarnya.
Mengangguk mantap sembari terkekeh, Rucas berucap lembut. "Tenang saja, aku penjaga rahasia yang handal!"
Di sisi lain, 004 hanya menatap jendela yang menampilkan taman dengan tatapan matinya, seolah dirinya masih kembali terperangkap di dalam ruangan jeruji besi yang begitu gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
004: Give Me A Life
Teen FictionJangan sia-siakan makanan atau akan ada sosok yang memakanmu.