19

804 60 3
                                    

[Can I Stay?]
a romance story

...............

Tepat pukul 9 malam sebuah pintu menderit terbuka, sosok laki-laki bersurai blonde berjalan perlahan memasuki kamar hotel, ia langsung bisa menghidu samar aroma istrinya begitu memasuki ruangan ini.

Setelah menutup pintu, Ervin kembali menyeret kopernya ke dalam, barulah ia meletakkan kopernya di sudut sebelah lemari.

Pandangan laki-laki itu jatuh pada sosok perempuan yang tidur meringkuk di kasur, dadanya sesak menyaksikan hal itu, perempuan yang ia rindukan sedari kemarin, yang ingin ia peluk tapi tidak bisa, dan sekarang perempuan itu sudah ada di hadapannya.

Ervin melangkah pelan menuju kasur, perlahan duduk sembari tatapan matanya tidak lepas dari sosok bersurai darkbrown itu, takut-takut gerakannya mengagetkan Khaina yang sedang tertidur.

Dalam duduknya, laki-laki yang bahkan belum melepas jaket tebalnya itu menunduk sedikit, melabuhkan ciuman ke kening Khaina.

Ia menyerngit kala merasakan rasa panas menerpa bibirnya, buru-buru meluruskan posisi kembali, setelah itu punggung tangan kanannya ia taruh pada dahi Khaina.

"Panas banget," gumam Ervin cemas.

Ia mengelus-elus rambut perempuan yang masih belum terganggu tidurnya ini.

Elusan di rambut membangunkan Khaina dari tidur, kelopak mata yang menyembunyikan bola mata emerald itu mengerjap-ngerjap beberapa saat, memandangi Ervin tanpa bicara satu patah katapun.

Ia sangsi sosok laki-laki di hadapannya hanyalah halusinasi.

Tiga menit mencoba menyadarkan diri, barulah ia duduk, masih memandang Ervin yang tidak hilang dari penglihatan.

"Kau disini? Atau aku semakin gila sampai berhalusinasi dirimu?"

Bibir pucat itu bertanya lemah.

Melihat kondisi Khaina saat ini, Ervin rasanya ingin menangis saja, perempuan itu pucat sekali, tidak ada rona merah di wajahnya seperti biasa, bibir yang menjadi favorit Ervin itu bahkan juga tidak berwarna pink muda lagi.

Ervin menangkup kedua pipi Khaina, "Ini aku."

Tanpa bisa dicegah air mata spontan meleleh dari pipi pucat itu, Khaina tidak tau kenapa, tapi akhir-akhir ini ia memang cengeng, dan memilih mengabaikan segala teriakan logikanya.

Perempuan itu berhambur ke pelukan Ervin, menyebabkan Ervin yang belum bersiap sepenuhnya menerima tubrukan penuh rindu itu, sedikit terhuyung ke belakang, dan akhirnya menjatuhkan diri ke kasur.

Jadilah posisi keduanya saling berpelukan dengan Khaina yang berada di atasnya.

Ervin tidak mengalihkan sama sekali pandangan matanya dari sosok yang ada di atasnya ini, laki-laki itu mengangkat tangannya, menyapu anak rambut yang melambai dari wajah Khaina.

"I miss you," bisiknya menatap lurus bola mata emerald yang sangat sayu itu.

Khaina terperangkap di dalam bola mata biru laut kesukaannya ini, ia ingin berlama-lama di sana, rasa pusing dan mual yang ia alami dua hari belakangan perlahan sirna setelah bertemu suaminya.

Tau begitu Khaina panggil saja Ervin dari kemarin-kemarin, persetan dengan semua rasa cemburu itu.

"Me to," balasnya, memilih menenggelamkan kepalanya ke leher Ervin, sehingga laki-laki itu hanya bisa diam dengan tatapan lurus ke langit-langit kamar. Melarikan tangannya memeluk punggung sang istri.

Can I Stay?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang