20

1.3K 66 1
                                    

[Can I Stay?]
a romance story

...............

"Kamu istirahat lagi aja," tawar Ervin melihat wajah lelah Khaina sekembalinya mereka dari bandara.

Tepat setelah mengetahui berita kehamilan itu, Khaina langsung meminta untuk pulang, lagian tidak ada untungnya juga berlama-lama di negri itu.

Perempuan itu juga sudah memahami kenapa belakangan ini kondisi hatinya tidak stabil, seperti yang ia sempat baca di beberapa artikel, hormon ibu hamil sangat mempengaruhi tingkah laku mereka, meski terdengar sedikit menjengkelkan, ia akan berusaha semaksimal mungkin tidak terpengaruh pada hal semacam itu.

"Hmm, badanku pegal-pegal," Khaina berlalu, melenggang menuju kamar mereka sambil memukul-mukul pundaknya pelan.

Huuh, ia sangat merindukan aroma dan suasana kamar mereka.

Ia merebahkan badannya tanpa berganti pakaian sama sekali, sementara Ervin masuk menarik dua koper.

"Nggak bersih-bersih dulu? Habis itu tidur sampai sore nggakpapa, Khai, minimal ganti baju," tegurnya melihat Khaina yang sudah telungkup di kasur.

"Hmm ... malas," balas perempuan itu dengan gumaman.

Ervin menggeleng, membiarkan istrinya itu istirahat, ia melangkah menuju balkon yang ada di kamar apartemen mereka, pandangannya menerawang jauh pada gedung-gedung tinggi yang menjulang di depannya.

Ervin bahagia, tentu saja, tidak ada yang berani menyanggah itu ketika melihat gurat wajahnya.

Memang sebelumnya tidak ada sama sekali di benak Ervin menikah di umur 26 tahun, apalagi dengan seseorang yang terpaut 3 tahun di atasnya.

Tapi nyatanya sebentar lagi ia akan menyandang gelar papa dari bayinya, miliknya.

Tapi dibalik itu, bohong jika ia mengatakan ia tidak memikirkan apapun.

Banyak hal berkelibat dipikirannya.

"Papa ..." gumam laki-laki itu sambil menghela napas, berjalan masuk kembali ke kamar, memandangi istrinya yang sudah tertidur.


Ia mendekat, dengkuran halus Khaina terdengar olehnya, saking nyenyaknya tidur perempuan itu. Dengan gerakan pelan, ia menunduk, merapirakan helaian rambut yang menutupi wajah Khaina dan melayangkan kecupan di dahi.

"Aku ke luar bentar ya, Sayang," pamitnya, menyambar jaket dan kunci motor.

Disinilah Ervin, di meja salah satu restoran yang tidak asing bagi matanya, karena sejak berumur tiga tahun ia sudah sering di ajak main ke sini, Lengkasa food house.

Restoran milik ayahnya.

Seorang pria baruh baya menghampirinya, terlihat heran karena jarang-jarang anak sulungnya itu mau mampir ke sini.

Kecuali ada hal yang diinginkan, memikirkan itu membuat pria itu mendengus.

"Ngapain?" tanyanya langsung, bahkan sebelum mendudukkan diri di kursi.

Can I Stay?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang