Sebagai seorang people pleaser alias seseorang yang sangat menjaga perasaan orang lain dengan baik, tentu saja Tara bermain peran pasif dalam hubungan dua arah dengan Abi. Sebenarnya, bukan pasif dalam artian Tara tidak merespon Abi dengan baik, hanya saja karena rasa tidak enak yang dia miliki, Tara jarang menginisiasi sesuatu dan selama berhubungan dengan Abi, pemuda itu sangat aktif untuk menginisiasi sesuatu. Seperti saling melengkapi dan walau terkadang Tara takut Abi risih dengan sifatnya, Abi belum pernah menyampaikan kerisihannya itu.
Sudah seminggu lamanya Abi berada di Surabaya dan rasanya seperti sudah sebulan tidak berjumpa. Di atas pukul delapan malam, Abi menghubungi Tara, kali ini tidak lagi panggilan suara. Pria itu sudah berani melakukan panggilan video dan Tara sama sekali tidak keberatan—di awal-awal jelas gadis itu terkejut dan merasa perlu mempersiapkan diri dengan baik, tapi Abi seperti tidak mempersalahkan.
Kehadiran Abi dalam hidup Tara seakan menepis semua ketakutan Tara yang pernah ada, khususnya untuk memulai sebuah hubungan.
Tara takut tidak diterima secara fisik, tapi Abi tidak pernah membicarakan hal itu. Tara mengenakan seragam bekerja atau pun pakaian santai yang sangat biasa, Tara mengenakan riasan wajah atau pun tidak sama sekali, Abi sudah pernah melihatnya dan dia tidak pernah mempermasalahkan.
Tara takut tidak diterima dikarenakan hidupnya yang terkesan datar tak bergairah, Abi tidak pernah mempermasalahkan. Bahkan kehadiran Abi justru menaikkan semangat hidup Tara, membuat gadis itu menaikan ambisinya akan sesuatu, meniru bagaimana pemuda itu bersikap biasanya.
Tara takut mendapat pria yang membuatnya harus menahan gengsi dan kemauannya untuk bekerja menghasilkan uang sendiri, tentu saja Abi tidak akan membuat Tara terus memakan gengsi dan menahan kemauannya untuk bekerja atau beraktivitas.
Tara takut dirinya tidak dapat diterima di keluarga pasangannya dan pertemuan lalu dengan keluarga Abi jelas menepis ketakutan Tara.
Ah, ada satu ketakutan yang belum terjawab: tentang keluarga Tara dan semua masalah yang ada di dalamnya.
Tara adalah seorang sandwich generation, dengan keluarga yang selalu terlibat masalah finansial. Beberapa kali Abi memberi isyarat meminta Tara untuk memperkenalkannya dengan keluarga di Bogor, namun Tara tidak menjawab. Bahkan untuk bercerita tentang kondisi keluarganya pun, Tara belum memiliki keberanian.
Sudah sejak kemarin, Tara pulang ke rumahnya di Bogor, bertemu sang Ibu yang lagi-lagi menyambut dengan pertanyaan 'kamu ada uang dulu gak, Tar? Pinjam dua ratus. Nanti potong aja jatah bulanan Ibu' dan Tara yang sudah terlanjur lelah karena perjalanan yang jauh, memberikan semua uang tunai tersisa di dompetnya untuk sang Ibu. Setelahnya, gadis itu hanya berdiam diri di kamar, tidur sebelum dibangunkan Ibu untuk makan malam bersama.
Makan malam bersama sejak beberapa bulan lamanya tidak dilakukan. Ibu memasak sayur asam, tahu tempe dan ikan asin, tak lupa sambal, yang merupakan salah satu menu makanan yang paling tak bisa Tara lewatkan.
"Kamu makan yang banyak, Tar. Di kos pasti susah makan, kan?" Sang Ayah berkata, membuat Tara terharu seketika.
Tara mengangguk dan tersenyum. "Benar, Yah. Di kos harus Gojek. Masak sendiri gak bisa. Gojek terus miskin. Kadang sengaja pesan di kantin kantor buat makan malam."
Mendengar keluhan sang Anak, Ibunya buru-buru menyodorkan piring-piring lauk dan mangkuk sayur kepada Tara dan menepis tangan Ganesha yang hendak mengambil lauk tambahan. "Kamu makan terus, loh, Nesh. Kasian itu Kakakmu di kos sana susah makan. Kamu di sini, masih enak Ibu dan Ayah urusin."
Ganesha mengerucutkan bibir. "Lulus kuliah, Ganesh mau keluar aja dari rumah, ngekos juga kayak kak Tara. Pusing di rumah dimarahi terus."
"Ya, kamu mikir, loh, kenapa kamu dimarahi?"
"Iya, Bu, iya. Salah Ganesh."
"Ya, emang salah kamu!"
Jika saja Ayah tidak melerai adu mulut Ibu dan Ganesha, mungkin akan berlanjut hingga Tara berpamitan untuk pulang.
"Kamu gimana di Jakarta? Sudah ada pacar belum?"
Tara berhenti makan ketika mendengar Ibu mengalihkan pembicaraan, ke sebuah topik yang akhir-akhir ini membuat dadanya berdebar. Pacar? Ah, dia tidak punya pacar.
"Mukanya merah, berarti ada itu, Bu."
Kali ini, setelah adu mulut sebelumnya, Ganesha berada satu kubu dengan Ibu. Tara memejamkan mata, sedikit menundukkan kepala sebelum dengan malu-malu berkata, "Ada yang dekat, sih."
Wajah Ibu bersinar, dia memukul pelan lengan Ayah yang masih menghabiskan piring kedua makan malamnya. "Siapa namanya? Ada fotonya? Ajak ke sini, dong. Dikenalkan dengan Ayah dan Ibu!"
Tara tersenyum canggung. "Nanti ya, Bu."
"Kalau udah cocok, lanjut ke jenjang serius aja, Tar. Gak usah cari ke mana-mana lagi, tapi ya kamu harus bisa detail untuk menilainya. Harus bisa saling memahami."
Mendengar wejangan sang Ayah, Tara tersenyum tipis dan menganggukkan kepala. "Siap, Yah."
Setidaknya, Tara harap keluarganya masih menunjukan ketertarikan dan kesenangan yang sama jika bertemu dengan Abi nanti.
Well, Tara sudah memutuskan untuk memberanikan diri membawa Abi ke hadapan keluarganya yang memang sangat jauh dari kesempurnaan.
***
"Gimana Surabaya?"
Pertanyaan itu terlontar dari mulut Tara, tak lama setelah layar ponselnya menampilkan wajah pemuda yang sudah seminggu belakangan tidak dilihatnya secara langsung. Di sana, tampak Abi berada di sebuah restoran dan pemuda itu bersandar pada tembok dengan cat berwarna kuning menyala—di awal video call—dia menunjukan menu makan malamnya—rawon.
"Masih sama kayak kemarin. Panas banget. Ini kayaknya kulitku mulai gosong."
Tara terkekeh mendengar ucapan pemuda itu. "Pakai sunscreen, kan? Pakai sunblock juga?"
Abi mengangguk dan tersenyum lebar. "Pakai dong. Kan, bekal dari kamu satu-satunya ini."
Tara tertawa dan tawanya bertahan lama saat mendengar jelas suara wanita di sana, yang tiba-tiba memanggil Abi dan mengucapkan kalimat yang membuat Tara mencelos seketika.
"Abi, apa kabar? Long time no see!"
Tak lama setelah mendengar itu, tiba-tiba Abi berkata cepat kepada Tara dan mematikan panggilan video tersebut. "Tara, aku hubungi lagi nanti, ya."
Setelahnya, layar Tara kembali menampilkan room chatnya dengan Abi dan pikiran Tara mulai terbang ke segala sisi, yang entah kenapa membuatnya gelisah bukan main.

KAMU SEDANG MEMBACA
His G
RomanceBagaimana rasanya memimpikan seseorang yang bahkan tidak pernah kau kenali sebelumnya, lalu seperti ke luar dari mimpi, orang itu hadir dalam hidupmu dengan banyaknya kebetulan-kebetulan tidak masuk akal?