Bab 18

1.2K 120 35
                                    

---------------------------------------------------------

Sudah tiga bulan Milk menjadi dokter iship di rumah sakit tempat papanya bekerja. Awalnya terasa tidak nyaman karena beberapa dokter dan perawat merasa sungkan untuk menyuruh Milk. Namun Milk meminta papanya bertanggung jawab dengan membiarkan semua bersikap biasa saja tanpa melihat Milk sebagai anaknya. Seminggu setelahnya mulai ada yang berani menegur Milk saat salah dan juga tidak ada yang sungkan untuk meminta bantuannya.

Hubungannya dengan Love masih seperti sebelumnya, mereka masih berstatus teman. Teman tapi mesra, saling menaruh perhatian dan berbagi keluh kesah tentang pekerjaan mereka masing-masing. Love sering mengunjungi Milk ke rumah sakit saat banyak pasien hanya untuk membawa makanan dan juga melepas rindu, tentu saja dengan status hanya teman.

Hari itu Milk mendapat shift malam, setelah menjemput dan mengantar Love pulang ia langsung bergegas ke rumah sakit. Ia mulai mengecek operan pasien dari shift sebelumnya, tiba-tiba telfon IGD berdering. Perawat yang mengangkat terlihat panik.

"Ada kecelakaan beruntun, ada 2 pasien luka berat dan 2 pasien luka ringan." Ucap perawat tadi. Semua dokter dan perawat di IGD bersiap menerima pasien.

Malam itu hanya ada satu dokter utama dan satu dokter iship. Dua pasien datang, Milk langsung memeriksa salah satunya. Milk memanggil pasien memastikan pasien masih dalam keadaan sadar.

"Dokter Pansa, pasien yang baru datang mengalami henti jantung." Ucap salah satu perawat.

Milk berlari menghampiri. Ia memeriksa nadi pasien lalu mendekatkan telinganya ke mulut pasien memastikan nafas pasien. Ia langsung naik ke ranjang dan melakukan RJP. Milk meletakkan salah satu telapak tangan pada bagian tengah dada pasien, telapak tangan lainnya diletakkan di atas tangan tersebut. Ia mulai memompa cepat dada pasien.

Dua puluh menit berlalu. Semua mata tertuju pada Milk yang sudah dipenuhi keringat namun ia masih belum mau menyerah. Walau sudah merasa lelah Milk terus melakukan pertolongan untuk mengembalikan detak jantung pasien.

"Dokter Pansa, pasien sudah tidak bisa ditolong lagi." Ucap dokter utama setelah mengecek nadi pasien yang tidak ada perubahan sama sekali.

Salah satu perawat memegang tangan Milk untuk menghentikan pertolongannya yang sia-sia. Milk turun dari ranjang dengan nafas terengah-engah. Ia meninggalkan bangsal dengan langkah lunglai dan perasaan bersalah.

"Waktu kematian jam 00.53." Ucap dokter utama menggantikan Milk.

Dokter jaga dan beberapa perawat menatap Milk yang pergi dengan rasa iba. Mereka membiarkan Milk pergi karena tahu pasti ia syok dengan kejadian ini. Untungnya pasien yang lain sudah dalam kondisi stabil sehingga IGD dapat di tangani tanpa Milk.

Milk duduk diujung lorong sambil memeluk kakinya, ia membenamkan wajahnya. Tangisnya tak terdengar namun kini wajahnya sudah basah, air mata dan keringatnya bercampur. Ia terus menyalahkan dirinya karena tidak bisa menyelamatkan pasiennya. Ia teringat wajah anak pasien itu yang menangis berharap ayahnya bisa sembuh.

"Milk, ngapain di sini?" Papa Milk memanggil dan menghampiri Milk. Dokter jaga menelfon Papa Milk karena tau bahwa Milk sangat syok.

Milk mengangkat kepalanya melihat papanya yang sudah di sampingnya, ia langsung memeluk erat papanya. Ia menangis dipelukan papanya.

"Milk mau pulang pa." Ucap Milk sambil terisak.

"Iya, ayo pulang. Gak usah nangis lagi ya." Ucap Papa Milk menenangkan.

.

Pagi itu Love mencoba menghubungi Milk karena belum juga datang untuk menjemputnya. Tidak ada jawaban dan akhirnya Love memutuskan untuk memesan grabcar. Hal ini sudah biasa, Milk sering telat bahkan tidak bisa menjemput atau mengantar karena sering mendapat pasien di akhir jam jaganya. Love sudah memaklumi. Ia mengirimi Milk pesan agar tidak perlu lagi menjemput karena ia sudah berangkat sendiri. Love memilih naik grabcar, ia berharap nanti Milk menjemputnya.

PilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang