[18] Setengah Bagian

66 7 0
                                    

Pagi ini Freya memutuskan mampir ke rumah Mami Giok sebelum acara klien sore nanti. Biasanya di hari Sabtu atau Minggu dia akan sibuk menangani acara klien. Beruntung, hari ini Blossom menangani perayaan ulang tahun ke-17, sehingga dia punya waktu untuk menengok Mami Giok.

"Loh, ndak ada kerjaan, Nik?" tanya Mami Giok ketika Freya masuk ke dalam rumah.

Freya menunjuk seragam hitam Blossom yang sudah dia kenakan. "Nanti siang, Mi. Dari sini nanti Freya langsung berangkat.

"Sini, Nik. Mami kemarin buat bakpao," ajak Mami Giok yang sudah melangkah menuju ke ruang makan. Sebuah tempat kukus dari bambu sudah tersaji di tengah meja. Ketika Mami Giok mengangkat tutupnya, uap panas langsung melarikan diri setelah terperangkap bersama beberapa buah bakpao.

Freya duduk di samping Mami Giok dan meletakkan tas kecil yang dia bawa. Sebelum menikmati bakpao, dia harus menyelesaikan urusan yang lebih penting. Dikeluarkannya sebuah kotak yang kemudian dia sodorkan pada Mami Giok.

"Mi, ini alat ukur gula darah. Freya belikan baru. Kata Ik Hong, alat yang sekarang suka tiba-tiba mati."

Mami Giok manggut-manggut sembari mengambil sebuah bakpao. "Iya, Nik. Kemarin Edwin sudah coba ganti baterai tapi masih suka mati."

"Kalau gitu pakai yang baru aja, Mi. Nanti yang lama Freya ambil, biar Mami nggak bingung. Sama ini, Mi ...." Freya merogoh ke dalam tas kecilnya dan mengeluarkan sebuah tabung. "Ini teh yang kemarin. Awalnya, Freya bagi setengahan sama Mami. Tapi, karena Mami suka, Freya bawain setengah yang di rumah. Jadi, Mami nggak perlu terlalu irit minumnya."

Setelah meletakkan bagian bakpao yang belum termakan di piring, mata Mami Giok mengamati tabung itu dengan saksama. "Wah, cantik. Ini Ālǐ Shān?" tanya Mami Giok menunjuk lukisan gunung di permukaan tabung. "Kamu ndak mau simpan dikit, Nik?"

Menggeleng yakin, Freya menjawab, "Buat Mami aja. Freya jarang seduh teh. Mami tahu Ālǐ Shān?" Berusaha menutupi getar kecemasan –karena mengingat si pemberi teh– Freya mengambil satu bakpao dan membelahnya sebelum memakan salah satu bagian.

Pandangan Mami Giok menerawang. "Dulu Papi janji bawa Mami liburan ke sana. Belum sempat pergi, Papi jatuh sakit. Lalu ganti Ray bilang mau ajak Mami ke Taiwan. Ndak kesampean juga." Mami Giok kini menatap Freya dengan senyum masam. Mata beliau sudah berkaca-kaca.

"Cik!" Seruan dari arah pintu masuk membuyarkan percakapan Freya dan Mami Giok. "Gua bawa bentul goreng."

Freya segera berdiri untuk menyambut kedatangan Ik Hong. Sekalipun beliau masih tak mengacuhkan dirinya, Freya tetap berusaha bersikap sopan.

Benar saja. Ik Hong tiba-tiba duduk di kursi yang tadi diduduki oleh Freya dan membuka kotak makan yang berasal dari kantong plastik yang beliau bawa. Harum gorengan menyapa penciuman Freya.

Merasa harus tahu diri, Freya beranjak dan duduk di sisi lain Mami Giok. Dari tempatnya duduk, dia melihat gorengan bentul, talas diadon dengan daging babi, yang tampak coklat keemasan.

"Dicoba, Cik. Kemarin ada yang kirim talas ini ke rumah. Pas gua masih punya daging. Langsung bikin subuh tadi." Ik Hong menyodorkan kotak itu ke hadapan Mami Giok.

Bukannya mengambil dan mencicipi gorengan buatan Ik Hong, Mami Giok malah menggesernya ke hadapan Freya.

"Nik, ayo cicip. Ik Hong paling jago bikin bentul goreng."

Merasa canggung melihat wajah Ik Hong yang berubah masam, tetapi juga tak enak bila menolak tawaran Mami, Freya mengambil satu gorengan dan memakannya. Campuran gurih daging dan manis talas memenuhi mulut Freya.

"Ini enak banget, Ik Hong. Freya belum pernah makan bentul goreng seenak ini."

"Benar, kan, kata Mami? Bentul goreng Ik Hong ini paling enak sedunia."

Blossom in the LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang