[26] Klien #9: D'Gunungan at The Taman Dayu

60 8 3
                                    

"Lumayan, Ce, kita kerja sambil healing tipis-tipis," celetuk Bella yang sedang merangkai bunga yang mereka bawa ke dalam vas bundar kecil.

Sejak pagi, Freya dan Bella sudah meninggalkan Surabaya dengan satu kardus besar yang duduk di jok belakang mobil Freya. Ketika menyetir, keberadaan kardus itu selalu terpantau dari kaca spion tengah. Ini pertama kalinya Freya bukan hanya menjadi organizer, tetapi juga merangkap sebagai dekorator dan eksekutor lapangan untuk mewujudkan konsep yang diminta. Tentu saja dia bersedia karena klien ini teramat istimewa bagi dirinya.

Bella ada benarnya. Menikmati sinar matahari yang hangat di tengah udara pengunungan yang sejuk membuat tubuh Freya terasa sedikit ringan. Untuk hari ini, dia bisa meninggalkan semua ketegangan jauh di Surabaya.

Rasanya dia ingin menyimpan sebanyak mungkin udara segar ini untuk digunakan nanti ketika hari-harinya terasa begitu sesak. Sambil mengamati kembali barang-barang yang masih ada di dalam kardus, Freya menertawakan dirinya sendiri. Kalau bisa ketenangan ini ingin dia jejalkan dalam kardus dan dia tutup rapat untuk dibawa pulang. Tetapi, sekarang dia harus mengeluarkan semua barang ini dan mulai bekerja.

Di benaknya sudah ada antrean hal-hal yang perlu dia lakukan hingga jam makan siang nanti. Melirik jam tangannya, Freya tahu tak lama lagi dia harus bertemu dengan manager operasional kafe ini untuk memastikan beberapa hal. Dia juga harus menghubungi Justin yang akan bergabung sore nanti. Setelah itu, rencananya Bella ingin mengajaknya makan siang di tempat lain, sebelum mereka harus kembali dan bersiap menyambut kedatangan sang bintang utama.

Ponselnya bergetar di dalam saku celana jins yang dikenakan Freya. Tanpa harus melihat layar, dia yakin siapa yang menelepon. Sekilas, Freya memastikan dugaannya dan tersenyum mendapati dia benar.

"Hai," sapanya manis sembari berjalan menjauh dari tempat Bella merangkai bunga. Freya sengaja berdiri membelakangi Bella, tetapi langsung berhadapan dengan pemandangan yang cantik dari ketinggian tempatnya berada.

"Hai." Austin berdeham, lalu lanjut bertanya, "Sudah di Taman Dayu?"

Freya mengangguk. "Kira-kira satu jam lalu nyampe."

"Macet nggak? Kalau capek, minta Bella gantian nyetir. Kalian nih nekat banget, dua cewek setir naik sendiri."

Mengulum senyum, Freya mengarahkan pandangannya pada Gunung Arjuna yang puncaknya tertutup kabut tipis. Memang ini kali pertama, semenjak pandemi, Freya pergi sendiri menuju luar kota –tanpa Edwin atau kru laki-laki lain– dan memberanikan diri menyetir di jalannya yang berkelok dan menanjak.

"Harusnya kamu yang setir. Tega banget tinggalin aku sendiri."

"Eya, sabar ya. Dua hari sudah lewat. Aku berusaha bisa cepat pulang."

Suara Austin yang terdengar lirih disertai desah putus asa membuat Freya menunduk. Kakinya bergerak membuat goresan tak beraturan di atas tanah.

"Aku tahu rasanya sekarang."

"Hah?" Freya tak menangkap maksud Austin.

"Yī rì sān qiū. Itu pepatah Mandarin yang artinya satu hari seperti tiga musim gugur. Rasanya waktu berjalan lambat."

Mengalihkan pandangannya dari kaki dan tanah yang dipijaknya, Freya mengamati awan-awan yang bergerak, sangat lambat. Ya, waktu terasa lebih panjang dan melambat.

Seharusnya Austin yang akan menjadi fotografer di acara sore ini. Namun, tiba-tiba Austin mendapat panggilan dari kantor tempatnya dulu bekerja. Dia harus kembali untuk sebuah proyek penting. Sebagai salah satu personil yang memulai instalasi, Austin tak punya pilihan menolak menjadi bagian tim untuk tahap akhir proyek.

Blossom in the LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang