[19] Klien #7: Sheraton Surabaya Hotel & Towers

59 8 0
                                    

Sepanjang pesta berlangsung, beberapa kali Freya tersenyum lebar menyaksikan bagaimana anak-anak SMA ini memberikan reaksi yang luar biasa heboh. Ketika operet mini ditampilkan, beberapa anak berteriak menggoda teman-teman mereka yang mengenakan kostum. Saat MC mulai memimpin games dan mencari siapa sebenarnya pacar Ariana, ruangan itu penuh dengan suara-suara yang mengajukan beberapa nama teman laki-laki gadis itu.

Tak sulit membuat acara Ariana menjadi begitu meriah. Teman-temannya dengan penuh semangat terlibat dalam berbagai kegiatan yang sudah direncanakan. Sementara itu, Bella melaporkan bahwa keluarga yang berada di area yang dikhususkan terlihat semringah. Rupanya pesta Ariana ini juga menjadi ajang reuni keluarga yang sudah lama terpisahkan oleh PPKM.

Malam mulai larut. Sementara para orang tua meninggalkan ruangan, DJ menguasai panggung. Ariana dan teman-temannya sudah berjejal di depan panggung. Entak musik membuat Freya kurang nyaman sehingga dia memutuskan untuk keluar dari ballroom. Dia menemukan sebuah sofa yang sengaja diletakkan di area pre-function, lorong yang menghubungkan lobi hotel dengan ballroom.

Duduk sendiri, Freya tersenyum dan mendengus geli. Wajah-wajah di dalam sana terlihat begitu bahagia dan tanpa beban. Mereka seperti hidup di dunia yang berbeda dengan Freya.

Hidup mereka penuh bahkan meluap dengan asa. Pandangan mereka berbinar menatap masa depan yang cerah. Dan hati mereka diselimuti oleh mimpi akan hidup bahagia selamanya.

Sedangkan Freya hanya melihat kenyataan hidup. Mimpinya sudah hancur berkeping-keping. Hidupnya begitu abu-abu; bahagianya selalu ditudungi awan mendung yang siap menurunkan hujan badai tanpa bisa diprediksi. Hari-harinya masih ditemani dengan kesedihan dan kesepian.

Mengembuskan napas panjang dan perlahan, Freya berusaha mengendurkan sedikit sesak di dadanya. Rasanya menyenangkan melihat hidup anak-anak muda yang penuh angan dan harapan. Walau Freya tahu bahwa kenyataan hidup tak selalu berbunga-bunga seperti yang ditunjukkan anak-anak muda ini, dia merasa iri dengan kebebasan yang mereka miliki.

"Capek, Frey?"

Freya menoleh dan mendapati Yenny sudah duduk di sampingnya. Dia tersenyum lalu menatap kedua kakinya yang bertumpu pada tumit masing-masing.

"Kalau berhadapan sama anak SMA, langsung berasa tua," kata Freya terkekeh. "Ini kaki udah teriak-teriak, mungkin habis ini mereka unjuk rasa." Dia sengaja meluruskan kaki karena beberapa kali merasa ototnya meregang. Untung saja sepanjang acara tidak ada drama kram kaki.

Yenny yang tertawa lepas, berkata, "Kalau kamu tua, aku purba, dong?"

Kini, tawa mereka terdengar begitu harmonis. Kemudian, mata Freya menangkap baju Yenny yang sudah berganti. Tadinya, sebagai mama dari bintang acara hari ini, Yenny mengenakan gaun ungu muda yang senada dengan ketiga anaknya, kontras dengan gaun violet milik Ariana. Dengan dress sederhana berwarna hitam, perempuan di hadapan Freya ini masih tampak cantik dengan riasan wajah dan tatanan rambutnya.

"Nggak lihat anak-anak ajojing di dalam, Ce?"

Yenny menggeleng. "Biar Nana menikmati waktu sama teman-temannya tanpa merasa risih dilihatin mamanya."

"Gimana hari ini, Ce? Semua sesuai ekspektasi?" Sekalipun Edwin atau Michelle yang bertugas melakukan serah terima secara resmi, Freya tetap ingin mendengar umpan balik dari Yenny.

Mengangguk yakin, senyum Yenny makin lebar. "Nana senang banget. Semua sesuai dengan bayangan dia." Yenny mengembuskan napas, seakan beban sudah terlepas. Senyum lebar, yang sejak tadi terulas di wajahnya, masih terlihat sama. "Paling tidak, acara hari ini bisa mengobati kekecewaan karena ada satu permintaannya yang belum bisa terkabul."

Blossom in the LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang