***Ting tong...
Ada tamu, saat Akram tak ada di mantion. Azi yang tengah menyelesaikan karyanya memilih acuh. Hari berlalu dan Azi kini mengetahui kalau Akram memiliki jam kerja yang cukup padat akhir akhir ini, biasanya ia beberapa hari tinggal saja di mantion namun kini tidak, setiap hari ia pergi.
"Nona Azi, seseorang ingin bertemu dengan mu"
Azi menghentikan aktivitasnya, "seseorang?".
Dengan ragu gadis itu beranjak dari dudukan. "Ayo kita menemuinya".
Keperawakannya terasa dingin, di jalan Azi sudah merasakan ketidak senangan dan rasa kecut dalam pertemuannya dengan orang itu. Siapa dia?...
Seorang wanita dewasa, tengah duduk di bangku tamu yang luas. "Anda ingin berbicara dengan saya?", Azi masi menggunakan bahasa Inggris.
Pada orang dengan tempat lahir yang sama dengannya. "Ya"
"Semua orang tahu kalau tidak ada yang menyukaimu disini"
Azi hanya berwajah datar. "Akram tidak pernah menyukai seseorang selain untuk dia manfaatkan. Sampai saat dia bosan kau akan di buang di kedalaman dunia paling dalam dan gelap, dan kau terlalu baik untuk itu."
"Dia terlalu buruk, dan seseorang yang buruklah yang cocok untuknya. Juga kami sudah menemukannya, seseorang yang cocok untuk Akram"
"Semua wanita tampak buruk jika bersamanya. Termasuk kau. Jadi kau tidak usah masuk ke dalam lubang itu juga, nduk"
Azi mencerna apa yang dia dengar. Ia hanya terdiam lantaran percakapan ini terasa lumayan berat. Tampa ada percakapan lain, garis besarnya adalah Azi di suruh meninggalkan Akram.
Azi tak mampu menjawab apa pun. Ia menghirup udara dalam merasa udara terasa sulit masuk ke dalam paru parunya. Namun sebelumnya, ia menjawab iya; untuk meninggalkan Akram.
Namun saat ini apa?. Mengapa di datinya ia merasa enggan.
"Baik, akan saya usahakan nyonya."
"Usahakan untuk meninggalkan Akram secepatnya" ulang nyonya Loisen dengan lebih tegas. Itu membuat suatu ketegasan yang terkesan tak terbantahkan lagi.
Ini semua yang Akram suruh untuk tak ia dengarkan. Tapi, masuk akal juga. Akram, adalah orang dengan pribadi buruk, ia ingat soal Akram yang punya kebiasaan buruk sana sini celup dengan wanita mana pun.
Karna itu kah Azi yang berada di sisinya terlihat senada dengan wanita wanita lain itu. Sebab itu tatapan orang orang saat acara pernikahan kakak Akram kemarin terlihat demikian.
Saat ini apakah Akram tidur dengan orang lain?. Terbesit dalam hati Azi yang paling dalam.
Ah, hidup yang sudah tak lagi berharga untuk apa di buat sulit dengan memikirkan hal yang tidak penting.
Punggung wanita itu menjauh dan kian menjauh.
Meninggalkan beban pikiran dan pertanyaan besar untuk Azi dan Akram. Namun lagi lagi Azi merasa ada dinding besar yang mengontrol mulutnya bertanya sesuatu yang berbau demikiam pada Akram. Ia takut orang itu marah, lalu ia mendapati pelajaran lagi.
Ini sungguh mengekang ku.
***
***
***Azi menggoreskan kembali kuas pada kanvas, kepalanya kini terasa kosong. Namun karyanya belum selesai.
Itu membuat pergerakan tangannya berhenti. Ia menghembuskan nafas berat kemudian menjatuhkan tangannya.
"Haha, ada ada saja"
"Ya, baiklah. Aku akan menyelesaikan dengan cepat."
"Apa itu belum selesai?"
Azi menoleh, sebelumnya sudah ia peringatkan pada pelayan untuk tidak membukakan pintu lagi pada tamu terkhusus orang yang sekiranya ingin menemuinya.
Peringatan itu tidak berlaku untuk yang satu ini. "Belum. Kau datang dan merusak imaginasi ku"
Akram terkekeh, ia duduk di dekat Azi dan menungku wajah di sana. "Aku tidak punya kegiatan lain selain mengagumi mu, kau sangat cantik".
"Ya...kau bosan dengan sesuatu buatan dokter?. Sebab sejauh ini aku masi alami"
"Sejak kapan aku menyukai buatan dokter?".
"Hm, nyatanya kau doyan semuanya". Azi menoleh sejenak dan kembali lagi pada lukisannya. Pertanyaan yang bisa di katakan senada terus terucap tidak membuat Akram tersinggung, justru ia senang.
"Hm, aku melakukannya sebab...aku bosan, jadi mereka ku pakai sekedar untuk menampung sperma ku yang sudah kadaluwarsa saja."
Aku mengerut wajah sejenak, "ah...sangat ngerti. Lalu sekarang?"
"Kau mulai cemburu?"
Azi terdiam, "tidak..."
"Lalu mengapa, selalu mempertanyakan dan membahas hal serupa?" Akram memiringkan wajahnya dan berkata layaknya anak kecil. Diamnya Azi yang terlihat mati argumen membuat Akram lagi dan lagi ingin terkekeh gemas.
"Apa sih?", Azi memulai bahasa Indonesia kembali. "Hh, saat ini aku sudah punya Azi. Jadi aku tidak minat melakukannya lagi dengan yang lain."
Azi menghirup udara dalam. "Nyonya Loinsen tadi datang".
"Apa yang dia lakukan?", Azi bagaiamana pun harus berterus terang. "Beliau mengatakan sesuatu yang secara tidak langsung, tidak mengizinkan kita bersama"
Dingin.
Azi merasa desiran darah terasa ngilu di nadinya. "Aku tidak butuh keputusannya untuk kita bisa bersama."
"Tapi, dia ibu mu"
"Di sini, tidak seketat Indonesia." Azi terdiam memikirkan sesuatu, ya...ini adalah negara yang menormalisasi banyak hal yang ilegal di Asia khususnya Indonesia. Seperti sexs, alkohol, afrodisiak, juga sabu disini hal itu adalah hal yang biasa saja, bertukar balik sekali dengan budaya lokal Indonesia.
"Bagaimana pun..."
"Stt...apa kau setuju dengan mereka?".
Pertanyaan serius menjadi penentu nasib kematian Azi di keesokan hari. Ia menggeleng pelan
"Bagus lah"...
"Lanjutkan, biarkan aku melihatnya."
Azi melanjutkan pekerjaannya yang tadi sempat terpause. Mereka melakukannya di sepanjang siang, bersantai di bawah matahari hangat sambil mengagumi kecantikan Azi bersama karyanya dan juga bunga bunga. "Akram"
"Hm?". "Jika, sekitaranya aku ingin melanjutkan pendidikan kuliahku. Apakah aku di beri?"
Akram mendongak lalu mencium pipi Azi yang bertanya dengan nada lembut. "Saat ini kau diam saja dulu. Sebab di luar masi berbahaya, ada virus yang sedang meroket saat ini"
Virus?.
"Virus sungguhan, atau virus?" Azi bertanya ragu ragu. "Virus sungguhan. Dia sangat mematikan dan merusak paru paru dengan sangat cepat, hah...kau ingat wanita yang tangannya sudah putus itu?"
Azi mengangkut. "Ayahnya tidak terima, hh. Jadi dia menyebarkan virus ini"
Azi terdiam, "corona virus kah?".
Akram mengangkut. "Mereka memodifnya saja sedikit. Jadi, orang beranggapan ini adalah season dua corona virus".
Akram mendekap Azi yang wajahnya terdiam penat, "ini di bawah kendali ku. Tak perlu khawatir". Akram terus saja begini, berucap seolah dunia baik baik saja.
Tapi, sungguhan?.
Azi tidak membuka internet dalam kurung waktu yang sangat lama. Tidak menonton TV juga bermedsos, ini semua sungguh di luar kepala Azi. Dan alasan tadi apa?.
Sebab keluarga Liola tidak terima telah di rundung oleh Akram, juga secara tidak langsung, itu sebab mereka berdua lagi.
***
***
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐋𝐢𝐭𝐭𝐥𝐞 𝐍𝐢𝐠𝐡𝐭 𝐏𝐚𝐢𝐧𝐭𝐞𝐫 [REVISI]
Novela JuvenilJANGAN JADI PEMBACA BAYANGAN⚠️ Azima adalah mahasiswi seni murni, sejak ia terjebak menjadi penggambar malam di sebuah club, sejak itu pula banyak hal yang berubah. Up tiap tanggal 2.12.22 [sesuai mood] Hanya fictional dan harap bijak dalam memb...