8. Berbohong

21 16 8
                                    

Everything is still about you.❞
─Himana Saquena Alesha.



Seharusnya dia mengimbangi Himana. Zelvin menatap makanan yang berada didepannya tak selera, ia terus memikirkan agar bisa mempelajari bahas jawa bagaimanapun cara nya. Himana tau bahwa Zelvin tengah memikirkan pasal tadi.

Himana diam-diam meraih tangan Zelvin di bawah meja, mengenggam lembut tangan yang lebih besar dengan tangannya. Zelvin menoleh, menatap Himana, gadis itu juga menoleh nammun hanya menujukan ekspresi tenang. Jika mereka bukan mahram kenapa Himana berani sekali melanggar apa yang telah diajarkan diagama gadis tersebut?

Yang Zelvin tau agama islam melarang laki-laki dan perempuan yang tak sedarah bersentuhan. Cowo itu sekali lagi menatap Himana, apa dia membuat Himana berdosa selama ini? Ia sungguh tak mau jika nantinya Himana akan mendapatkan hukuman dari, Sang Pencipta. Zelvin juga seharusnya tak memikirkan tentang hal sepele seperti tadi. Toh Himana tidak menutut agar dirinya mempelajari bahasa daerah.

Ditengah pikiran Zelvin terbawa rasa ketakutan terhadap Himana, tiba-tiba adzan berkumandang merdu, membuat Zelvin terbuai. Himana meraih handphone tanpa melepaskan kaitan tangan mereka. Dia kembali meletakan handphone keatas meja.

Pak Nanang berbicara. "Waktunya sholat dzuhur. Kalian ke masjid duluan. Jangan keluyuran."

"Mas Zelvin gak ikut kita aja? Sekalian, daripada mas sholat dimassion. Lebih baik dimasjid, sholat berjamaah." Ajak Nathan dengan senyuman manis.

"Gue kristen."

Deg

Semua orang terdiam mendengar penuturan Zelvin. Himana pun teringat bahwa sahabatnya non muslim membuat mereka tak bisa bersatu. Hanya berdasarkan kata cinta membuat hati Himana ragu, harus memilih jalan. Dia dan Zelvin mempunyai perbedaan yang tak bisa dilawan. Temboknya terlalu tinggi.

Jamal menyenggol lengan adiknya yang asal ceplas-ceplos. Kemudian Jamal menatap tajam Nathan dari tempat duduknya. Nathan pun menggaruk tengkuk merasa bersalah.

"Sepurane mas kulo boten ngertos. Sepurane." Nathan menyatukan kedua telapak tangan dan menatap Zelvin dengan rasa bersalah yang menyeruak dalam lubuk hatinya paling dalam. Walau mereka berbeda namun Nathan sebagai muslim dia harus menghargai pemeluk agama lain.

Zelvin memangut-mangut. Dia hanya sesekali bertemu Nathan jadi pastinya cowo itu tak tau banyak tentangnya. Ia melirik Himana yang tak bergeming sama sekali, padahal yang lain sudah izin pergi kemasjid. Zelvin mengakat tangan kirinya membuat otomatis tangan gadis tersebut terangkat.

"Lo gak sholat?" tanyanya seraya melepaskan kaitan tangan mereka. Zelvin tak ingin Himana semakin berdosa akibat ulahnya.

Himana menjawab dengan menatap kedua bola mata Zelvin. "Gak. Aku lagi datang bulan."

"Kenapa?" Himana mengalungkan kedua tangan dileher Zelvin. Mengecup sekilas bibir cowo itu, "jangan bohong. Jawab jujur, kamu kenapa?"

"Why? Gue gapapa." Zelvin memalingkan wajah. Cowo itu melepaskan kedua tangan Himana yang masih betah dilehernya.

Himana menatap kesal Zelvin, cowo itu melirik sebentar lalu mengalihkan pandangannya kembali. Himana mensedakapan dada. Menunggu jawaban pasti. Tapi Zelvin tak kunjung menjawab, membuat gadis tersebut kesal.

"Lo marah?" suara cowo tersebut bergetar. Menahan tangisan yang meronta-ronta ingin dikeluarkan dari pelupuk mata. Himana menghembuskan nafas. Namun dia tak kunjung membuka suara.

"Lo marah sama gue?" ulangnya seraya memainkan jari-jari lentik Himana. Gadis itu menapik kasar tangan kekar Zelvin.

"Jangan marah... gue ngaku salah."

Zelvin mendongak keatas, mengusap pelupuk matanya kasar. Karena genangan air sudah tercipta disana, jika tidak cepat-cepat dihapus bisa tumpah. Himana sebenarnya tidak tega, namun gadis itu harus tega.

"Kenapa salah? Kamu gak salah.."

Zelvin menatap Himana hati-hati, debaran jantungnya sangat kencang. Bukan karena jatuh cinta melainkan trauma yang timbulkan oleh papah kandungnya sendiri belum sepenuhnya menghilang. Trauma apa? Trauma dijadikan pelampiasan jika nilai nya turun. Ia dituntut sempurna. Tetapi saat bersama Himana, dia merasa terlindungi. Walau mereka tak ada ikatan serius terkecuali ikatan sebagai sahabat kecil.

"Gue salah. Gue udah bohongin lo." Sela Zelvin cepat.

"Udah berani buat jujur? Kamu bakal bohong terus dan gak mentingin perasaan kamu, kalau kamu suka kubur semua masalah yang kamu miliki sendirian. Jangan biasain buat bohong, aku gak mau kamu jadi pembohong nantinya." Himana menarik lembut Zelvin kedalam kedekapannya, memberikan cowo itu pelukan hangat dan nyaman.

"Good boy, jangan keseringan bohong. Suatu saat kalau kamu terbiasa, bohongmu juga akan menjadikan kerugianmu sendiri, ngerti?"

Zelvin memangut-mangut saat tangan Himana dengan lancang memberi kenyaaman yang tak seharusnya Zelvin terus nikmati. Ia harus belajar mandiri tanpa gadis itu, pilihan Zelvin hanya dua, antara menjaga jarak atau ia harus membiarkan gadis tersebut memanjakannya.

Himana menarik tangan Zelvin, "bobo siang yuk. Kamu beberapa hari ini gak tidur siang kan? Karena latihan basket terus."

"Gue kan ketua nya, jadi harus teladan latihan dong. Masa tim gue latihan, gue sebagai ketua mereka males-malesan?" ujarnya terkekeh. Matanya memang sudah seperti panda, seminggu ini dia full latihan. Untuk pertandingan yang akan datang membuat istirahat pemuda itu berkurang. Bahkan dia sampai meminum obat pencegah tidur agar tak kantuk supaya dia bisa giat belajar dan latihan basket.

"Boleh latihan, tapi kamu juga harus luangkan waktu buat istrirahat sejenak. Buat apa latihan giat kalau ketua nya tiba-tiba jatuh sakit."

Himana berjalan masuk menuju lift, diikuti Zelvin dibelakangnya. Zelvin bersandar ditembok lift. Memejamkan mata sejenak. Lalu kemudian dia berbicara.

"Lo doain gue sakit?" tanyanya terdengar sedih. Himana menoleh dan menggelengkan kepala secara pelan. Ia menghampiri Zelvin, mengecup pipi sekilas cowo itu dengan sangat pelan. Aroma tubuh dari Himana, membuat hidung Zelvin seperti dimanjakan rasa-rasa serba Vanilla.

"Aku gak doain kamu, Zev. Tapi aku khawatir sama kamu. Kalau kamu jatuh sakit, siapa yang rugi sendiri? Kamu kan? Kamu juga harus pentingin kesehatan diri kamu sendiri. Ambius dalam hal disukai itu wajar, tapi kalau sampai kamu sakit dengan apa yang kamu sukai. Aku gak akan biarin kamu main basket lagi."

Himana mengatakan hal tersebut serius. Cowo itu lalu menundukan kepala, selama ini dia tak pernah diatur oleh Himana. Seharusnya ia memang harus mematuhi apa yang diperintahkan gadis itu. Karena dia sangat berutang budi atas fasilitas dan setiap kenyamanan yang gadis itu berikan kepadanya ia menjadi bersalah.

"Hm gue bakal usahain buat lo." ucapnya sembari menarik Himana, menopangkan kepalanya ke bahu gadis itu. Dia meraih tangan Himana. Mengarahkan kearah rambut, suapaya gadis itu memberikan kenyamanaan kembali.

Ting

Suara pintu lift terbuka, Himana tertawa pelan karena tak sengaja menatap raut wajah Zelvin yang masam. Seperti buah jeruk yang belum matang. Masam sekali.

⛓️⛓️⛓️

11 July, 2024.

Hallo! Kembali lagi update bOb..update nya selalu malem akhir" ini karena sibuk dengan kegiatan sekolah.

Terima kasih yang sudah mampir, votmentnya jangan lup yaw. Mampir ke IG saya. Ada AU khusus SA disana kalau minat membaca🎀

Secret Admirer [OTW TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang