4. Hujan Di Halte Bus (End)

159 99 40
                                    

"Beauty, sexy, smart, strong and kind, it's you! Itu bukan halusinasi, aku berani bersumpah untuk itu." Ungkap laki-laki itu meyakinkan Anna.

Masih dengan ekspresi setengah percaya, Anna bertanya. "Benarkah? Bagaimana aku bisa mempercayai mu?"

Laki-laki yang sedang tersenyum itu mengangguk pasti. "Percayalah pada dirimu sendiri, nona. Kau memiliki semua yang aku sebutkan tadi."

Setelah melihat betapa dalamnya sorot mata laki-laki itu saat berucap, Anna kemudian tersenyum kecil. Rasanya begitu menggelitik hati, juga ada perasaan senang yang menggairahkan. Maklum saja, ini pertama kali nya bagi Anna— mendapatkan pujian yang menggugah jiwanya. Yah, perempuan tetaplah perempuan, sekuat apapun ia, fitrahnya tentu tak akan lepas darinya.

Melalui pujian kecil itu, Anna seperti di bangkitkan kembali dari lumpur yang paling dalam, lalu hujan dari langit lah yang membersihkan dirinya. Ooh... Begini kah rasanya ketika seseorang memberikan pujian nya dengan tulus, rasanya sangat istimewa. Ya! Anna bisa merasakan ketulusan laki-laki itu.

Setelah melihat reaksi Anna yang sumringah, lelaki itupun berkata lagi. "Nona, aku sungguh telah terbawa ke dalam hidupmu, dan merasakan segenap lukamu. Entah mengapa semua luka ku sendiri menjadi tawar, seketika tak terasa. Di bandingkan dengan dirimu, aku merasa malu telah mengatakan hal-hal yang bodoh tentang betapa lemahnya diriku. Nona, aku tidak pernah merasakan ini sebelumnya, di usiaku yang sudah menginjak angka ke dua puluh tahun. Aku seperti melebur bersamamu, seperti dua sungai yang bertemu dalam satu muara. Ini sangat aneh, tapi aku sangat bersyukur telah di pertemukan denganmu."

Laki-laki itu berucap dengan hati yang menggebu dan suara sedikit terbata. Menampilkan sebuah kebenaran baru yang tumbuh di dalam jiwanya.

Entah dari mana gadis berparas ayu seperti peri ini datang, seorang anak manusia yang memiliki kekuatan sebaik ini dalam menilai kehidupan manusia. Jauh di hati terdalam lelaki itu mengakui bahwa masalahnya benar-benar telah meninggalkan nya dan yang tersisa hanyalah kebaikan berupa kelapangan jiwanya. Berkat Anna, gadis itu sungguh tidak berdusta, dia mampu memberikan apa yang telah dia janjikan di awal tadi

Raut wajah kedua insan yang awalnya kacau itu berubah menjadi hangat. Tidak, bahkan satu titik hitam di hati mereka pun saat ini sudah musnah. Berbagi kisah seolah telah membuka tali simpul yang mengikat hidup mereka. Mereka hanyut dalam detik waktu yang membelai memori mereka dengan keindahan rasa, asing namun bermakna.
Tanpa Mereka sadari sebuah ikatan yang tak terlihat telah memasung jiwa-jiwa mereka dalam keabadian.

Anna menenggelamkan diri dalam kebahagiaan sesaat ini. Ia tidak peduli jika semua ucapannya terkesan sok dewasa, sok tau atau sok menggurui, tapi ketika melihat tanggapan yang penuh arti diberikan oleh lawan bicaranya ini membuat Anna bahagia.

Mendengar ucapan laki-laki yang suaranya tiba-tiba terdengar syahdu itu membuat dada Anna berdetak tak beraturan, terasa asing baginya namun membuai indah. Anna kemudian menoleh ke samping dan melihat seulas senyuman manis yang menyambutnya dengan hangat. Hangat sekali. "Hei, kau! Laki-laki yang memamerkan bulan sabit lewat senyuman menguatkan di bibirmu, yang menjadi obat bagi memar luka-lukaku." Bathin Anna menyeru.

Lelaki ini, telah meleburkan seluruh beban hidupnya yang menggunung menimbun dirinya hingga ke dasar bumi. Menumbuhkan benih baru pada permukaan nya yang akan siap tumbuh sebagai bunga yang indah. Anna janji. "Tuan, apa kau mau dengar satu rahasia?"

Laki-laki itu mengangkat kedua alis matanya, "tentu saja." Sahutnya penuh antusias.

"Kau adalah manusia pertama yang pernah aku ajak bicara dalam hidupku. Selama ini aku hidup dengan tidak di izinkan mengenal siapapun, sehingga aku selalu menghindari segala bentuk interaksi dengan orang lain." Ungkap Anna sedikit malu-malu.

DEVANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang