21. Wanita Tangguh

53 28 11
                                    

"Lepaskan Anna, atau-" Bibir Devan bergetar, manik birunya berubah memerah dan basah oleh cairan bening yang keluar dengan cara yang menyakitkan.

"Atau ku bunuh!" Desisnya sambil memusatkan kekuatan tangannya pada leher Daniel.
Amarah yang telah Devan kubur dalam-dalam seolah dengan sengaja di bangkitkan dalam bentuk yang semakin kuat. Seperti sebuah sambaran petir yang meng-aktifkan monster yang selama ini tertidur dalam dirinya.

"Dd- dv," suara Daniel tercekat di tenggorokan, bahkan nafasnya pun tak mampu mencapai pangkal leher. Tatapan mata Devan yang membara seolah benar-benar ingin membunuhnya saat ini juga.

Daniel lalu melepaskan Anna, dan memindahkan letak tangannya ke pergelangan tangan Devan untuk menghentikan Adik nya itu melakukan tindakan percobaan pembunuhan. Pasalnya cekikan tangan Devan pada lehernya bukan hanya ancaman belaka, melainkan dengan kekuatan penuh yang siap memutus tulang lehernya.

Daniel mulai meronta, wajahnya membiru, mulutnya mengaga, dan bola matanya menonjol seolah akan keluar dari tempatnya. Devan seperti orang gila yang kehilangan kesadaran, dan masih tak bergeming dengan posisi tangan yang tak berubah sedikitpun. Isak tangis dalam jiwa pria tampan itu nampak jelas dari alis matanya yang bergetar dan nafasnya yang berhembus cepat.

"Devan, hentikan, dia bisa kehabisan nafas." Anna merengkuh tubuh Devan dari belakang, dan membisikkan kalimat itu pada telinga kanan pria itu yang terasa hangat.

Anna menarik tubuh Devan ke belakang sambil mengencangkan ikatan kedua tangannya yang melingkari punggung Devan. "Devan Artyom. Aku ada disini, di belakangmu, lihatlah!"

Perlahan, cengkraman tangan Devan melemah, seiring dengan kesadarannya yang kembali utuh. Suara Anna yang memanggil namanya dan sentuhan tangannya mengembalikan jiwa pria itu pada kemurniannya. Devan langsung melepas tangannya dari leher Daniel dan segera membalikkan badan menghadap Anna yang masih dalam posisi yang sama- melingkarkan tangannya pada tubuh Devan.

Wajah Daniel terlihat pucat dan mual dengan memuntahkan sesuatu yang sebenarnya tak ada. Lehernya terasa kaku dan sekelilingnya terdapat memar terutama bagian depan area jakun. Ruang tenggorokannya menyempit, diiringi kepala yang mulai pusing karena nyeri yang menjalar pada kepala bagian belakang. "Devan, sialan kau!" Ia mencaci dalam hati.

Untuk sekejap Devan terpaku, memusatkan perhatiannya pada mata Anna yang sudut matanya berkerut karena sedih, tatapannya tampak berat. Ia bisa merasakan emosi yang mendalam disana.

Anna melepaskan tangannya, sedang Devan meraih lengan wanita itu untuk membawanya menjauhi Daniel yang sedang membungkuk mencari oksigen yang sempat tak terhirup olehnya selama beberapa detik.

Setelah merasa hidup kembali yang sebelumnya hampir mati di tangan Devan, pria dengan bibir tebal itu berdiri tegap sambil melonggarkan dasi dan juga membuka kancing kemeja bagian atasnya dan merapatkan diri pada tembok. "Aku tak menyangka kau hampir membunuhku hanya karna wanita itu," gerutunya.

Devan menyembunyikan Anna di belakang punggungnya, untuk menjaga-jaga jika Daniel bertindak arogan. Karna pria egois itu suka tak tertebak pergerakannya. "Itu karna kau telah sembarangan menyentuh pegawaiku."

"Aku hanya sedang bermain-main dengannya, kenapa kau serius sekali."

"Tapi permainanmu itu tidak lucu dan melecehkan orang lain. Kau memeluk erat tubuhnya dari belakang sesuka hatimu dengan ekspresi mengolok."

"Kau sensitif sekali, sama seperti dulu. Sangat menyebalkan! Aku menahan diri untuk tidak membalas mu hanya karna ada wanita disisimu."

"Omong kosong!" Seru Devan membantah ucapan Daniel.

Daniel menyeringai. "Sebenarnya siapa wanita itu? Kau memanggil namanya dengan penuh arti, dan kau begitu marah ketika aku menyentuhnya. Apakah diam-diam dia adalah wanita simpanan mu?"

DEVANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang