Semua negara hidup dalam perdamaian, meski konflik tak akan pernah bisa sepenuhnya dihilangkan.
Hinata akhirnya menggantikan posisi ayahnya sebagai pemimpin klan. Naruto juga telah menggantikan posisi Kakashi sebagai Hokage ke-7.
Namun, apa jadinya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Perasaan yang Tumbuh dengan Sendirinya Naruto's POV 〰️〰️
Pain Arc
Selama ini, aku selalu ingin melindungi orang-orang yang menurutku berharga. Aku ingin melindungi mereka yang sudah kuanggap seperti keluarga. Betapapun sulit jalan yang harus kutempuh untuk melakukannya, aku selalu berusaha sekuat tenaga. Agar mereka dapat tersenyum padaku, menerimaku dan mengakuiku.
Aku didapuk menjadi shinobi yang paling kuat. Selain karena kecerdasan bertarungku, juga karena kekuatan besar dari bijuu yang hidup di dalam tubuhku. Meski demikian, aku tidak ingin mereka mengakuiku sebagai monster atau siluman yang harus dijauhi dan dibenci, tapi sebagai seorang manusia yang bisa diandalkan dan bisa melindungi siapapun dari bahaya, juga sebagai manusia yang layak hidup dan dicintai oleh semua orang.
Namun, hari itu menjadi salah satu malapetaka. Saat aku menjadi terlalu percaya diri dengan kemampuanku, juga perangaiku yang selalu terburu-buru. Merasa aku bisa mengalahkannya, padahal nyatanya kemampuanku belum cukup untuk membuatnya takluk.
Rasanya sangat menjengkelkan saat aku menjadi tidak bisa apa-apa. Padahal saat itu semua orang mengandalkanku dan menaruh banyak harapan kepadaku. Sangat menjengkelkan saat aku menjadi sosok yang lemah tidak berdaya.
Aku tidak berharap kepada siapapun untuk membantuku saat itu. Karena pada kenyataannya, siapapun bukan tandingan Pain. Mereka dapat binasa dalam sekejab jika mendekat. Di situasi tersebut, siapapun termasuk aku akan bertanya-tanya, jika terus begini, masa depan seperti apa yang menyambut kami?
Tapi, satu hal yang membuatku terkejut dan tidak bisa lupa. Entah darimana dan apa yang mendorongnya. Seorang gadis muncul tiba-tiba, seolah menghardik Pain hingga menjauh dari posisiku yang sama sekali tidak bisa bergerak.
Aku bisa melihat sorot matanya yang tajam dan penuh keyakinan itu. Padahal aku juga yakin, dia tahu bahwa dirinya bukanlah tandingan Pain. Lalu, apa yang sedang dia lakukan?
Gadis yang dulu kuanggap aneh karena selalu menunduk dan tidak percaya diri. Gadis yang selalu kuanggap aneh karena manjadi satu-satunya teman se-akademi yang tidak takut padaku dan tidak pernah mencemoohku.
Gadis aneh yang tidak memedulikan keselamatannya sendiri dan datang menolongku. Aku tidak mengerti kenapa dia melakukannya, tapi rasanya aku tidak sanggup jika melihat temanku sendiri mengorbankan nyawa untukku.