"Sampaikan ke Bintang kalau dia mengulang untuk mata kuliah saya," ucap seorang pria yang terlihat gagah dengan kemeja biru tua. Setelah mengepak beberapa map proposal mahasiswa, dia melangkah keluar membiarkan para mahasiswa memiliki ruang untuk membicarakan tentang Bintang yang harus mengulang mata kuliah yang super kejam ini untuk enam bulan lagi.
"Eh, kok lo tega banget nggak masukin nama Bintang ke tugas kelompok Pak Dewa?" tanya Ricky, dia teman Bintang yang merasa tidak terima. Dia sedang berhadapan dengan gadis yang tidak merasa bersalah sama sekali atas ulahnya yang membuat seseorang tidak lulus.
Bella Anandita berdiri sambil merapikan buku-buku dan juga laptopnya ke tas, tidak bermaksud menanggapi Ricky sama sekali.
"Denger nggak, sih, lo?" tanya Ricky, masih mencoba mempertahankan hak gitaris favoritnya yang padahal sudah jelas-jelas mutlak mengulang mata kuliah.
"Denger, tapi Bintang nggak dateng di kerja kelompok gue, dia juga nggak presentasi hari ini, dia nggak berkontribusi apa pun buat nilai hari ini. Kenapa gue harus cantumin nama Bintang? Kasihan dong yang dateng kayak Aurel yang jauh-jauh dari Bogor?" tanya Bella, Ricky tidak habis pikir dengan kelakuan Bella yang kuno.
Dua jam berikutnya kelas lain di mulai di gedung yang sama dan lantai yang berbeda. Bella melangkahkan kakinya ke bangku yang tersisa, menimbang-nimbang apa materi yang akan disampaikan oleh dosen killer lain selain Pak Dewa.
Seorang pemuda datang dan tiba-tiba mahasiswa terbaik satu angkaran bernama Bella itu merasa tidak enak. Bintang baru saja dinyatakan tidak lulus karena tugasnya yang kurang, Bella memalingkan wajah dari Bintang yang duduk di sebelahnya mencoba membenarkan diri atas perbuatannya tadi. Seharusnya tidak salah meski Ricky marah, Bintang saja tidak punya raut kesal sama sekali di wajahnya.
"Baik, jadi untuk nilai akhir semester kalian silakan bentuk kelompok tiga sampai empat orang untuk melakukan survei di lapangan." Sisanya adalah penerangan tentang apa yang mereka harus lakukan untuk hasil ujian akhir semester mereka.
Mereka ditugaskan untuk melakukan observasi secara berkelompok ke tempat-tempat yang sudah ditentukan oleh dosen untuk mengumpulkan data, tapi bukan itu masalahnya.
Orang-orang sudah berkelompok satu sama lain dan Bella sendirian, dosen menganggap semua anak-anak ini sudah dewasa. Seharusnya mereka tidak akan ribut hanya karena pembagian kelompok, setelah membagi tugas dosen itu juga meninggalkan kelas untuk hal yang sudah tidak diketahui lagi.
"Felly nggak mau kelompokan sama gue?" tanya Bella sambil menoleh ke belakang.
Padahal Felly hanya berdua, masih ada dua slot kosong di kelompok mereka.
"Sorry, slotnya buat Devin sama Bryan.""Mereka, 'kan nggak masuk!"
"Tapi mereka ada di dunia ini, kita bukan lo kali, Bell."
Ricky dan Bintang tertawa renyah, mungkin lucu karena melihat Bella yang paling menguasai tim belajar itu tiba-tiba tidak memiliki wilayah kekuasaan sama sekali.
Bella mendengkus kesal, tidak mungkin dia akan bercerita ke dosen tentang masalah sosialnya yang memalukan ini. Kelas ini dihuni orang-orang mayoritas usia hampir dua puluh tahun, gila jika hanya memilih kelompok mengandalkan orang dewasa lainnya.
"Nggak ada pilihan lain, 'kan?" tanya Bintang.
Kelompok tiga diisi oleh Bintang Admadja, Ricky Wicaksono, dan Bella Anandita.
Bella membiarkan surai rambut coklatnya jatuh ke wajah, pikirannya sudah kacau karena terakhir kali hubungannya dengan Ricky dan Bintang sama sekali tidak baik.Sudah pasti dia akan dipermainkan oleh keduanya, Bintang pasti punya sisi dendam luar biasa karena sudah mengulang mata kuliah di semester antara karena kecongkakan hati Bella untuk menulis nama di dosen paling mematikan di Universitas mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bellatrix [terselesaikan]
Teen FictionSebelumnya hal paling berharga untuk Bella hanyalah nilai ujiannya, pengakuan dari orang-orang terdekatnya, mengalahkan teman-teman sebaya. Hingga Bintang Admadja menjadi prioritas utama. Sebelumnya bahkan menjadi bintang paling terang pun tak cukup...