9. Dandelions

154 23 31
                                    

Papa bilang, jika kita meminta ke Tuhan. Maka berdoalah, mengadahkan tangan dan merapal doa dengan tulus. Bella melakukannya tentu saja, tapi Mama bilang jika kita ingin diberi sesuatu kita harus melakukan sesuatu.

Layaknya Bella yang ingin hp baru, dia harus menorehkan prestasi dulu. Orang tuanya akan dengan senang hati memberikan apa pun yang Bella mau. Jadi, Bella memutuskan jika ingin ada hal baik yang ingin Bella dapatkan, dia akan berbuat baik terlebih dahulu.

Bella meminta nyawa Bintang dikembalikan ke tubuhnya yang sehat, jadi dia Bella yang bahkan hanya mementingkan dirinya sendiri setiap hari itu berada di jalanan.

"Namanya Bintang Admadja, tolong doakan dia cepat sembuh, ya?" Bella mengelus rambut anak kecil yang terlihat tersengat panas sinar matahari di jalanan kota yang macet setelah memberinya sekotak nasi dan berisi macam-macam lauk.

Anak kecil itu mengangguk, entah dia benar-benar akan mendoakan Bintang sebagai bayaran makanan yang diberikan Bella atau tidak. Bella yakin bahwa tuhan telah mendengar doanya, sekali pun mungkin anak-anak itu tidak peduli.

Ricky dan Bella sangat akrab hari ini, pemuda yang hampir menginjak usia kepala dua itu membuka kamera ponselnya. Tidak! Dia tidak ingin Bella dan niat baiknya mendapatkan simpati dari warga sosial media, Ricky ingin Bintang melihat video ini nanti.

Kotak makanan di tangan Ricky ia rekam.
"Cepat sembuh, Bintang!" Tulisan di atas kotak nasi dibaca oleh Ricky, arah kamera kemudian merekam ke arah Bella lagi. Gadis itu tengah memberikan makanan kepada anak-anak kecil yang tiba-tiba muncul bergerombolan.

***

Anak BPRO lain dan bahkan Janika pun ikut dalam rencana Bella untuk berbagi bahagia. Mereka meminta semua orang untuk setidaknya mengucapkan doa, semoga operasi Bintang dapat berjalan mulus tanpa sedikit pun halangan.

Gerakan ini tentu tidak bisa dilakukan oleh Bella sendirian, dia begitu buruk dalam bersosialisasi. Sebab kenapa Ricky dan Guntur lebih menonjol di bagian kerja sama ini.

"Semoga doa kita sampai ke langit, ya?" Janika tersenyum, matanya juga berkaca-kaca karena jujur dia meragukan aksi mereka ini. Sekuat apa pun doa, jika pilihan terbaik Tuhan adalah mengambilnya maka manusia tidak dapat berkata apa-apa.

"Aamiin," ujar Bella.

Setidaknya, jika memang kesedihan harus dirasa tidak ada yang dirugikan jika anak-anak di jalanan bahagia.

Mereka datang ke pasar yang pernah mereka survei, anak-anak kecil di sana selalu berjualan selepas pulang sekolah untuk membeli kebutuhan sekolah.

Setidaknya mereka ahli agama, semuanya melafalkan ayat-ayat suci agama masing-masing. Bella tersenyum, entah ini harapan atau hanya kegiatan semu.

Selepas itu Guntur memimpin doa, anak-anak kecil merapal doa. Isinya adalah semoga Bintang disembuhkan.

"Doain, Kak Bintang, ya?" Bella kembali mengelus satu persatu anak yang berbaris antri sambil membawa sekotak nasi yang disediakan, pun mereka benar-benar tidak sabar mendapatkan satu lusin buku dan alat tulis, Janika juga sudah menyiapkan seragam sekolah baru.

Dua gadis pirang itu bekerja sama untuk membagikan souvernir amal mereka, mulai dari mencocokan warna buku dengan jenis kelamin anak, yang perempuan akan mendapatkan merah muda dan yang laki-laki akan mendapatkan biru.

"Yah tinggal yang L, nanti kamu kecilin, ya?" ucap Janika setelah memberikan sisa baju yang sepertinya terlihat kebesaran.

"Bell, Ky, Kak! Si Axel mimpin acara bapak-bapak sama ibu-ibu bagi-bagi sembako, lucu banget. Vibes lurah dia langsung meronta," ujar Guntur membawa jenaka.

***

Bintang merasa kesakitan, terutama di bagian dadanya yang tak ditutupi apa-apa. Jahitannya masih basah, rasa nyerinya luar biasa.
Mata indah Bintang berlahan terbuka, silau karena rasanya dia sudah menutup mata cukup lama.

Dia tidak bisa berpikir, ingatannya kacau dan seluruh tubuhnya mulai kebas.
Tangan kirinya terangkat, ia merasa bahwa ada sesuatu yang terbang mengelilinginya.

Seseorang menggenggam tangannya yang melayang tak teratur. Bintang melihat senyuman haru menyambutnya.

"Bell," lirih Bintang.

"Ini Mama."

Bintang tersenyum, apa dia sudah melompati ruang dan waktu? Dia melihat Bella tapi mengaku bahwa dia adalah Mama. Halusinasi dan kebingungan ini biasanya dialami pasien pasca operasi.

"Anak Ayah," celetuk Bintang. Karena dia merasa bahwa ada anak kecil naik ke atas ranjangnya, merasa itu adalah anaknya bersama Bella.

Irish menggeleng, halusinasi anaknya jauh sekali.

***

Tengah malam setelah operasi, Bintang menggigil. Keningnya sudah ditempel oleh penurun panas beberapa menit lalu, tapi sepertinya tidak membantu.

"Lakuin sesuatu dong, Dok! Cucu saya gimana ini?" tanya Nenek Bintang yang mendapatkan jatah jaga malam ini karena Irish terserang flu lantaran lelah berjaga di rumah sakit hampir sepuluh hari lamanya, pun tidak ada yang ingin Bintang tertular virus sekecil apa pun.

"Demam pasca operasi itu wajar, Bu. Kita tunggu sampai pagi jika demamnya terus menerus kami akan mengambil langkah yang tepat." Bintang disuntik ibuprofen agar rasa nyeri yang membuat keningnya mengkerut selalu itu hilang.

Dokter pergi membiarkan dua anggota keluarga itu punya waktu untuk istirahat.

Bintang menghela napas, keringatnya membasahi kulit bersamaan dengan rasa sakit dan suhunya yang menurun.

"Nek," panggil Bintang.

"Kenapa, Sayang? Kalau mau pipis, pipis aja, ya!"

"Maafin aku," ucap Bintang tiba-tiba.

Kenapa Bintang harus meminta maaf? Kehidupannya sangat berharga, tidak ada yang harus disesali untuk Bintang.

"Minta maaf kenapa?" tanya Nenek, kemudian Bintang menangis. Membuat sang Nenek mendekat, pikirnya mungkin saja cucunya sedang kesakitan.
Siapa yang tidak sakit setelah dioperasi? Perban Bintang pun terlihat dinodai samat bercak darah, itu pasti menyakitkan.

"Kenapa?" tanya Nenek Sukma sambil mengelus rambut cucu kesayangannya.

"Bintang marahin Ayah karena dia egois, nikah dan punya anak. Menurunkan penyakitnya ke Bintang, tapi Bintang sendiri nggak tahu caranya untuk berhenti jatuh cinta. Bintang nggak mau punya anak, tapi Bintang mimpi indah tentang itu." Bintang terisak oleh ucapannya sendiri.

Emosi anak itu pasti sedang naik turun karena badannya sakit, Nenek juga sedih mendengar ucapan Bintang. Keluarganya ini, selalu berperang dengan penyakit jantung keturunan, wajar bila Bintang berpikir demikian.

Bintang menangis sambil menutup matanya, meski usianya sudah dua puluh tahun, tapi dia merasa kesakitan sekarang. Dadanya, tubuhnya, hatinya, semuanya.

***

"Bintang!" teriak Bella lantas mendapatkan teguran segera. Bintang menoleh ke arah pintu, siapa yang mengganggu tidurnya di jam sembilan pagi ini?

Dokter membatasi orang yang boleh menjenguk Bintang karena kondisinya masih harus diawasi secara intensif, lagi pula dikhawatirkan Bintang tertular kuman dari luar.

Sebuah sticky notes ditempelkan di kaca jendela, warnanya merah muda, pasti Bella pelakunya.

"Tulisannya, cepat sembuh, Bintang! Dari Bella cantik!" ucap dokter yang pengertian, menghampiri sticky notes itu lalu membacakan tulisan Bintang di sana.

Bintang tersenyum.

"Jangan dibuang."

***

Bangun tidur kudu baper sama komen kalian pokonya titik

Bellatrix [terselesaikan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang