2. Strings

175 30 10
                                    

Bella sudah menunggu Bintang cukup lama. Gadis berambut panjang itu cukup kesal juga dengan kelakuan Bintang yang telat di mana pun dan kapan pun, lagipula kenapa dia benar-benar berharap Bintang akan datang tepat waktu? Dalam perkuliahan saja dia datang benar-benar seperti bintang, di akhir waktu.

Hanya karena seorang gitaris dari band yang cukup populer, Bella dibuat begitu sering mengerucutkan mulut. Sebenarnya jika saja dia tahu cara bersosialisasi dengan baik dia lebih baik melakukan projek ini sendirian, kenapa dia tidak mengerti apa pun soal wilayah yang dibagikan dosennya?

"Bener-bener, ya? Bintang! Lama banget, gue harus les lagi." Bella melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, hari sudah mulai sore.

"Awas ya lo! Selesai projek ini bakal gue bejek-bejek!" Bella memukul telapak tangannya, mempraktekkan betapa kesalnya dia dengan kedua tangan lentik yang saling menggilas satu sama lain.

"Siapa yang mau lo bejek-bejek?" tanya seseorang lantas mengambil tempat duduk di depan Bella, pemuda berambut wangi yang begitu khas laki-laki itu sedikit menggeser posisi kursi.

Bella mati kutu, kenapa juga seorang gadis paling cerdas satu angkatan itu tiba-tiba menjadi terlihat bodoh di depan Bintang yang bahkan tidak pernah mendapatkan nilai A seumur hidupnya. Bintang menatap Bella dengan tatapan intimidasinya, dia terlihat begitu dominan dan Bella sedang berusaha membuat tawa kariernya terasa lebih natural.

Bella buru-buru menaikan sesuatu yang cukup besar ke atas meja, menggeser jus mangga dan juga kentang goreng yang hanya menyisakan sedikit saus ke meja lain.

Bintang memindai benda itu, segera tersenyum karena ini menghibur. Bella juga ikut tersenyum bersyukur karena sepertinya Bintang suka dengan hadiah tanpa rangka agenda ini.

"Gue beliin lo gitar karena lo sering ke kampus bawa gitar yang kayaknya udah rusak, jadi gue pikir lo butuh gitar baru." Sebenarnya yang ingin Bella katakan adalah, Bintang membawa gitar rusak ke kampus bahkan lebih kasihan dibandingkan pengamen sungguhan di jalanan.

"Itu hadiah dari Janika, rusak karena gempa setahun lalu. Gak mungkin gue buang juga, 'kan?" tanya Bintang, ia memangku gitar baru dari Bella.

"Oh pantes aja, Janika Sahara yang artis itu?" tanya Bella, Bintang mengangguk sambil membenarkan posisi senar gitar, mengaturnya agar tidak terlalu kendur atau kencang.

Satu petikan nada dari Bintang berbuunyi, Bella sumringah karena suaranya cukup merdu. Bintang mencoba memainkan lagu yang dia tahu sampai di tengah permainan lagu mereka berdua berhenti tersenyum, senarnya putus.

Bella memalingkan wajah, tidak tahu gitar paling murah akan berakhir seperti ini. Memalukan, setidaknya rusaklah di tempat tanpa Bella.

Bintang tersenyum melihat kelakuan Bella, sebagai gitaris yang sudah lama jatuh cinta dengan dunia gitar dia tahu kualitas gitar bahkan hanya dengan melihatnya. Itu hadiah dari Bella yang tidak tahu dapat wangsit dari mana inisiatif itu, Bintang jadi merasa bersalah karena merusak gitar itu.

Bintang mengambil barang-barangnya, mengambil gitar dan juga menarik pergelangan tangan Bella.

"Ngapain pegang-pegang? Maksudnya ngapain? Mau ngapain?" tanya Bella.

"Ikut gue," ucap Bintang lalu membawa Bella keluar dari kafe tersebut.

***

Rupanya dia dibawa ke sebuah toko gitar untuk membeli senar dawai yang haru. Bintang benar-benar telaten mengganti senar gitar dari yang paling tebal sampai yang paling tipis.
Mereka duduk di sebuah kursi taman dan Bella melewatkan waktu les privat bersama gurunya hanya untuk melihat Bintang menyelesaikan kekacauannya sendiri.

Bellatrix [terselesaikan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang