16. Constellation

178 23 34
                                    

Tentu pelaku di balik pesan alay itu adalah Ricky

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tentu pelaku di balik pesan alay itu adalah Ricky. Pemuda itu kemudian mengangkat panggilan dari Bella yang sepertinya sedang galau berat di belahan dunia yang seperti berbeda alam itu.
Bella menghela napas karena latar dari panggilan itu bukanlah rumah sakit, gadis itu benci rumah sakit, benci jika Bintang harus membutuhkan perawatan medis.

Bintang sedang dikerubungi oleh anak-anak pelajar Orion, katanya mereka ingin bisa sekeren Bintang. Memakai gelang hitam dengan manik terbuat dari plastik berbentuk bintang, pemuda itu memakaikan tangan-tangan kecil yang terlihat lebih gelap dari miliknya, satu persatu sampai mereka mengatakan wow setelah milik mereka terpasang.

"Ini buat Kak Bintang dan Kak Ricky," ucap salah satu anak yang sepertinya punya budaya diberi berarti memberi.
Bintang tersenyum melihat coretan abstrak di atas selembar buku tulis, sepertinya anak laki-laki yang kerap dipanggil Bahrul itu sedang menggambar beberapa orang dan juga gambar pemandangan malam.

Ricky mengamati maksud gambar yang dia terima. Mereka merasa bahwa Ricky, Bintang, dan teman-temannya adalah pengalaman masa kecil yang tidak terlupa. Jika tanpa projek rumah belajar ini mungkin mereka hanya tau kenangan bertahan hidup, mereka tidak akan tahu rasa coklat yang hanya mereka lihat di layar televisi.

"Ini gambar kita nanti, Kak." Bahrul mendekat ke arah Bintang, mencoba menjelaskan apa yang digambar oleh Bahrul untuk mereka. Karena jujur saja anak itu tidak pandai menggambar, meski dia sudah kelas empat coretan ini lebih mirip mahakarya balita.

"Ini Raya dia mau jadi polwan, ini Risa mau jadi guru, ini Gunawan mau jadi PLN." Bahrul menunjuk satu persatu gambar, Bintang dan Ricky menyimak, Bella juga ikut menyimak dari tempat lain.

"Ini aku jadi presiden, ini Kak Ricky jadi pemain drum terbaik di dunia, dan ini Kak Bintang." Semuanya normal, kecuali Bintang yang digambar sebagai bintang sungguhan. Lambang bintang yang menyala terang di tengah-tengah langit malam, warna kuningnya menabrak batas.

Bintang tersenyum, ini lucu. Hati Ricky dan Bella sakit. Bahkan Bintang tertawa karena Bahrul bercanda dengan aura gelap, mungkin anak itu tidak tahu apa-apa. Dia hanya berdoa semoga cita-cita Bintang terkabul, semoga impian orang baik sepertinya sungguh menjadi nyata agar dia bahagia.

Bintang tertawa sendirian dengan sumbang, kemudian salah satu air matanya tiba-tiba jatuh dan mengalir begitu saja. Jemarinya berusaha menahan laju air mata, Ricky tidak mengurus lagi bagaimana ponsel yang dia pegang ia hanya ingin membawa Bintang masuk ke dalam pelukannya.

Jujur saja, sampai hari ini Bintang masih takut mati. Dia belum ingin menjadi bintang di langit.

Tidak biasanya Bintang menangis. Anak-anak itu tahu Bintang sering disuntik, hal paling mengerikan yang mereka bayangkan itu ditanggapi enteng setiap hari, tapi hari ini agaknya mereka sedikit mengerti bahwa penyakit Bintang sudah sangat parah.

***

"You can wait till tomorrow, you will got your flight ticket. Just need to wait for closing ceremony." Orang putih itu sedang mencoba menjelaskan, tapi Bella seperti kesetanan dia memasukan semua baju-bajunya, bahkan jika dirasa koper tidak mampu membawa beberapa pakaian Bella akan meninggalnya.
"Its okay, I have enough money for back home."

"Whats wrong with you? What kind of reason to make you lost the moment of us?"

"Cause my boy is dying. I prefer to lost the moment of us than lost my moment with him!" Rekan perempuannya itu terdiam karena Bella terlihat serius.

Bella benar-benar tidak sabar untuk kembali ke negara asal, ia ingin berada di samping Bintang dan membuat acara doa besar-besaran lagi seperti waktu itu agar setidaknya Bintang punya harapan ajaib.

***

Di sisi lain Bintang menerka-nerka dari segala sisi tubuhnya yang merasa sakit, mana yang akan membuatnya pingsan. Dia benar-benar memohon untuk diambil saja kesadarannya, dia sudah tidak berdaya di atas ranjang. Entah dosa mana yang membuatnya selalu sakit dalam hitungan menit setelah dapat beraktivitas ringan ke luar ruangan.

"Masih mual?" tanya Irish, Bintang berbaring miring karena sewaktu-waktu dia butuh mengeluarkan isi perutnya di pispot.

Tenaga anak itu benar-benar sudah diperas, dia bahkan mungkin sudah setengah sadar. Dia sering mengangkat tangannya, seolah-olah akan menggapai sesuatu.

Irish membenarkan letak oksigen anaknya, agar tetap dapat bernapas meski pun terdengar begitu berat.
Bintang terlihat benar-benar sekarat, dia tidak bisa melakukan apa pun kecuali menangis dan meringis.

"Ricky abis ngapain sama Bintang di sana? Kenapa bisa sampai begini?" tanya Irish.

"Sumpah tante, kita nggak aneh-aneh."

Bintang tersengal-sengal, dia mencari Ibunya mencari pertolongan agar tangannya digenggam. Napas berbunyi itu terdengar begitu jelas dan sakit, Irish menggenggam tangan putranya erat.
Bintang menggeleng, dia belum mau mati, tapi matanya terlihat acak dan panik.

"Mama, Bintang nggak mau mati dulu!" Bintang mencengkram tangan Ibunya, Irish juga tidak mau Bintang mati.

"No, kamu bakal baik-baik saja."

***
Bella tersenyum dalam sebuah pesawat yang menerbangkannya pulang, ia benar-benar beruntung karena dapat duduk di dekat jendela, dia bisa menyaksikan awan-awan putih menabraknya beserta kawanan bintang yang mungkin sedikit lebih dekat dan indah dinikmati dari sini.

Ia melihat ke bawah, gemerlap kota di malam hari selalu indah. Ia akan mengajak Bintang untuk melihat hal-hal seperti ini nanti.

"Apa, nih?" pekik Bella sesaat setelah pesawat mereka terasa terguncang. Orang-orang segera dievakuasi dengan pelampung.

Bella membulatkan mulutnya, ia memakai pelampung dengan buru-buru. Sayangnya pesawat yang dia tunggangi tiba-tiba kehilangan kendali dan Bella tidak percaya jika dia yang akan mati hari ini.

***

Sesaat setelah pesawat tersebut menghilang dari radar, berita nasional gempar menyiarkan kabar bahwa pesawat tersebut telah jatuh ke dalam samudra, kemungkinan besar seluruh penumpangnya tewas termasuk Bella.
Mereka melakukan evakuasi penyelamatan, meski mungkin yang mereka bawa pulang nanti hanya berita duka.

Irish mematikan televisi, untungnya Bintang masih terlelap efek obat penghilang rasa sakit yang dikonsumsi. Ia tau Bella berada di pesawat itu karena sebelumnya mereka sempat bertukar pesan.

Kabar ini terlalu berat. Irish khawatir kondisi Bintang akan memburuk jika tersadar oleh berita ini, anak itu sudah cukup sakit oleh dirinya sendiri.

Atau mungkin karena memang Bintang telah dilahirkan menderita, kematiannya harus berada di surga, mempersiapkan Bella di dalam sana agar Bintang bahagia.

Bintang belum rela mati karena takut tidak bertemu Bella, sedangkan kemungkinan Bella sudah tidak ada.

Irish frustasi, kabar ini juga mengguncang dirinya.

Bellatrix [terselesaikan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang