Untuk ciuman, memang bukan yang pertama. Sudah yang keberapa kali juga sebenarnya April tidak ingat, tapi yang jelas ciuman dengan Devan malam itu memang bukan yang pertama.
Satu yang April ingat dan sulit dilupakam justru saat ciuman yang pertama. Untuk pertama kali dalam hidupnya, pun April mendapatkan itu dari cinta pertamanya. Ah.. April sudah tidak mau memungkiri perasaannya lagi kalau memang Devan lah cinta pertama April, dan mendapatkan ciuman pertamanya dari Devan, tentu akan sulit sekali April lupakan.
Kejadiannya sudah lama, sudah agak ke belakang. Saat, untuk pertama kalinya pula April merasakan yang namanya cemburu. Dadanya sakit dan April berubah lebih diam setelah ia merasa kalau ia hanya outsider di antara Devan dan Pici. Ya, malam itu, setelah bertemu dan mengobrol panjang dengan Pici itu.
Tujuan awal April dan Devan malam itu kan untuk makan pecel lele, tapi tidak jadi karena mood April yang berubah, tidak napsu makan dan ingin cepat pulang saja. Entah waktu itu namanya apa, Devan mengalah atau sadar akan perubahan April, yang jelas Devan memutuskan untuk batal makan pecel lele dan memilih cari makan di sekitar kosan April.
Tapi ya... ternyata tidak sesimpel itu juga.
Saat mendekati kosan, April bilang, "Pulang aja Van."
"Kita gak makan dulu?"
"Nanti aja deh. Belum laper."
"Udah malem Pril."
"Hm."
"Lo kenapa sih?"
"Gak papa."
"Tck!" Devan juga jadi sebal sendiri, tiap ditanya jawabnya tidak papa, padahal Devan yakin pasti ada apa-apa. Karena ya gimana Devan tidak sadar? Ia sudah lama mengenal April, dan April selalu antusias dalam hal apa pun termasuk sekadar makan pecel lele. Malam ini tidak, malah lemas, malah maunya pulang, malah Devan merasa April ini sedang ingin jauh darinya.
Tidak mengindahkan permintaan April untuk pulang, Devan malah melajutkan motornya lumayan cepat untuk kembali ke kosannya. April protes? Jelas. Ia tanya banyak hal namun Devan diam saja. Malah cepat menarik April dari parkiran sampai ke kamar kosanya di lantai dua.
"Van!"
"Kalo gue pulangin lo, nanti malah jadi panjang. Besok-besok mungkin lo malah gak mau ketemu gue lagi."
"Gue gak ada niat begitu-"
"Ya udah. Kalo gitu, daripada malem ini kepikiran sendiri, mending lo luapin aja dulu. Marah kan lo? Lagi kesel kan? Lo sebenernya lagi kenapa-napa kan?"
"Apaan sih.." April buang muka, suaranya merendah.
"Pril. Jujur. Kalo emang bukan soal gue ya harusnya lo bisa cerita ke gue, gue siap dengerin lo Pril, mau marah, mau curhat, apa kek, pasti gue dengerin. Nah tapi, kalo justru emang tentang gue, ya lo malah harus banget cerita ke gue, biar gue tau salah gue dimana, biar gue tau, gue nih harus apa."
April masih diam, suara Devan yang menggebu-gebu itu menggema jelas di telinganya.
"Gue kenapa? Gue ngelakuan apa sampe bikin lo kayak gini? Jujur ke gue."
"Gak ada apa-apa."
"Pril!"
"Orang bener gak ada apa-apa. Kenapa sih lagian maksa begitu? Emang pengen pulang aja, emang gak mood makan aja, belum laper."
"Pril, sumpah! Gue gak bakal bisa tau lo kenapa kalo lo gini terus."
"Gue gak kenapa-napa."
"April!"
Yang itu, April sampai memejam mata kaget karena sungguh suara Devan terdengar amat keras di telinganya. Kaget, banyak tidak menyangkanya. Devan yang berteriak, Devan yang marah karena April yang terus berkilah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Avenoir (BL19+) [COMPLETE]
Random❝𝑺𝒐𝒎𝒆𝒕𝒊𝒎𝒆𝒔, 𝒉𝒂𝒑𝒑𝒚 𝒎𝒆𝒎𝒐𝒓𝒊𝒆𝒔 𝒉𝒖𝒓𝒕 𝒕𝒉𝒆 𝒎𝒐𝒔𝒕.❞ Harusnya yang lalu, biar saja jadi masa lalu. Orang-orang dan kenangan di masa lalu, harusnya tetap di masa lalu. ❀ 𝕆ℝ𝕀𝔾𝕀ℕ𝔸𝕃 ℂℍ𝔸ℝ𝔸ℂ𝕋𝔼ℝ ❀ Ada beberapa part bersifat...