Lantas, bagaimana dengan kelanjutan Devan di masa lalu? Apa hanya hal itu saja yang buat April tidak bisa melupakan Devan bahkan sampai di masa sekarang?
Kalau dilihat, memang biasa saja. Hanya kandasnya suatu hubungan yang bahkan belum sampai di kata ada hubungan. Dibilang trauma juga nampaknya April tidak trauma, buktinya di kemudian hari ia bisa menjalin kasih dengan orang yang amat tulus mencintainya. April hanya tidak bisa lupa, bukan berarti ia jadi tidak bahagia.
Setelah April menolak Devan di acara Pekan Bahasa, sesekali Devan masih memghubungi April. April tidak terlalu menanggapi, sekalipun ia tanggapi ya hanya jawaban basa-basi. Bisa dibilang, berganti Degan kini yang mengemis pada April, namun sayang, pertahanan hati April kian hari kian kuat, ia merasa bebas setelah terlepas dari Devan, dan akhirnya April menemukan bahagia versinya.
Tidak lelah, Devan masih tetap menghubungi April, mengirimi chat, mencoba menelpon sampai mengajak bertemu. April oke saja bertemu dengan Devan, asal April boleh mengajak temannya. Kalau begini, tentu Devan yang menolak. Devan hanya mau berduaan dengan April seperti dulu, yang itu.. Aprilnya yang tidak mau.
Naik ke semester enam, April makin disibukan dengan perkuliahan. Ada masa PKL, ada juga masa April harus berlatih untuk lomba pidato, belum lagi acara jurusan dan acara fakultas. Dibanding bilang April disibukan dengan kegiatan di kampus, agaknya lebih tepat April menyibukan diri dengan kegiatan di kampus. Karena April pikir, dibanding ia harus terus kepikiran soal yang dulu-dulu, lebih baik ia memikirkan hal yang berhubungan dengan perkuliahan saja.
Contohnya, latihan berpidato ini. Ada April, teman satu angkatannya dan dua adik tingkat. Keempatnya latihan di halaman Fakultas, dibimbing oleh dua dosen sekaligus. Sengaja di ruangan terbuka, biar suara yang keluar juga suara yang lantang bukan yang malu-malu.
Beberapa teman seperti Daffa, dan Sukma turut disana, sekadar duduk-duduk, menonton dan mengobrol. Mahasiswa lain pun ada, yang sekadar duduk-duduk untuk memperhatikan juga ada. Seperti beberapa mahasiswa dari jurusan lain yang malah ikutan menonton latihan sore ini.
"Di jurusan lo ada lomba pidato gitu gak?"
"Gak ada, tapi ada lomba kayak bikin essay gitu."
"Wih, terus lo ikutan?"
"Ya nggak."
"Dih." Daffa melengos, "Jurusan lo ada yang sampe dikirim ke Rusia gitu gak?"
"Kalo dari lomba setau gue gak ada Dap, tapi suka ada program buat kuliah satu semester di sana gitu. Banyak, lumayan."
"Terus lo itu ikutan gak?"
"Kalo yang itu gue ikutan, cuma yang tahun lalu gak lolos, yang tahun ini belum ada pengumuman. Tapi mau ikutan program itu juga skor toefl-nya harus tinggi Dap."
"Lah iya?"
"Sumpah. Jadi kayak, misal lo gak bagus-bagus amat gitu bahasa Rusianya, nah bahasa Inggris lo harus bagus."
"Pusing amat." keluh Daffa, padahal bukan ia yang mengalami tapi ia yang mengeluh. "Jurusan kita mah gak ada yang sampe dikirim ke luar gitu ya Pril?"
"Iya." sahut April, baru bersuara setelah tadi hanya mendengarkan Daffa dan mahasiswa dari jurusan Bahasa Rusia mengobrol berdua. "Kalo di Rusia gitu, kan tulisannya beda ya?"
"Iya."
"Terus kayak ada yang.. apa tuh, yang bahasa feminim, maskulin itu. Iya gak sih?"
"Oh itu. Iya, ada yang kayak gitu. Kok lo tau Pril?"
"Waktu itu denger siapa ya yang ngobrolin itu. Pas gue lagi nugas di perpus, terus ada anak Rusia juga, ngomongin itu, kedengeran sama gue." kekehnya pelan, "Gue pas denger kayak... gila pusing banget."
KAMU SEDANG MEMBACA
Avenoir (BL19+) [COMPLETE]
Random❝𝑺𝒐𝒎𝒆𝒕𝒊𝒎𝒆𝒔, 𝒉𝒂𝒑𝒑𝒚 𝒎𝒆𝒎𝒐𝒓𝒊𝒆𝒔 𝒉𝒖𝒓𝒕 𝒕𝒉𝒆 𝒎𝒐𝒔𝒕.❞ Harusnya yang lalu, biar saja jadi masa lalu. Orang-orang dan kenangan di masa lalu, harusnya tetap di masa lalu. ❀ 𝕆ℝ𝕀𝔾𝕀ℕ𝔸𝕃 ℂℍ𝔸ℝ𝔸ℂ𝕋𝔼ℝ ❀ Ada beberapa part bersifat...